extra part

666 52 2
                                    

Sepi.

Semenjak kepergian si penghuni pertama sekolah, tak ada lagi yang menyambut kedatangannya. Tak ada lagi yang bisa ia tanyai tentang pekerjaan rumah. Tak ada lagi yang bisa ia ajak untuk membicarakan band kesukaannya.

Manik bulat itu menatap sayu meja yang ada di sampingnya. Masih terlihat sama seperti hari-hari sebelumnya. Seolah seperti habis diterpa badai bunga. Bertangkai-tangkai bunga krisan menumpuk di atas meja, seperti diselimuti oleh tanaman indah itu.

Beberapa kelopak putih jatuh berserakan di bawah meja. Daripada mengotori, hal tersebut justru membuatnya terlihat seperti makam abadi.

Hari ini, tepat hari ke dua puluh setelah kepergiannya kepergian teman mereka, sahabat mereka, ketua kelas mereka, guru mereka.

Gadis jangkung itu masih belum mendudukkan diri. Mata cokelat kehitaman miliknya justru beralih pada meja yang terletak di pojok. Paling belakang, terasingkan.

Meja yang sempat diisi oleh si penghuni selama dua bulan itu, kembali kosong. Dan akan selalu kosong. Sayangnya tidak ada seorang pun yang tau dimana gadis itu berada.

Bahkan Bu Feni pun sudah berkali-kali datang ke kediamannya, namun tetap nihil. Wanita kepala tiga tersebut selalu kembali tanpa hasil. Tidak ada yang mencarinya, tidak ada yang khawatir terhadapnya, tidak ada yang merasa aneh dengan kehilangannya.

Sebab, dari awal pun gadis bermata sipit itu memang tidak ada. Ia menghela napas berat. Pikirannya sedang kacau. Diisi oleh hal-hal yang terus terjadi tanpa henti.

Pertama kecurigaannya pada papa. Lalu sahabatnya yang tiba-tiba pergi untuk selamanya. Dan sekarang, kunci dari semua teka-teki keluarganya telah hilang. Seolah ditelan sang laut hingga ke dalam..

Sudah hampir sebulan ia mencari tau semuanya secara diam-diam. Namun tetap saja. Semuanya masih buram untuknya. Dan hanya saudara tirinya itu yang bisa membuat semua menjadi lebih jelas.

Sore itu, setelah mengikuti papa ke rumah sakit, Freya memutuskan untuk bersembunyi di balik tirai pasien lain. Beruntung keluarga pasien tersebut memiliki hati yang baik. Ia diajak bercanda dan berbincang sebentar, dengan alibi tersasar dan disuruh menunggu hingga papa kembali. Beruntung telinga dan otaknya berfungsi secara maksimal. Jadi ia bisa membalas, sekaligus mendengar apa yang terjadi di tirai sebelah.

"Freya yang nemuin kamu."

Itu kalimat pertama yang Freya dengar karena namanya disebut-sebut. Kemudian ia menajamkan telinga kirinya.

"Freya nggak tau. Yang dia tau, kamu cuman sebatas teman sekelasnya."

Wajahnya tersenyum, namun pikirannya berkecamuk penuh tanya. Apa yang tidak ia ketahui? Kenapa Papa berbicara seolah telah mengenal Adel?

"Saya tau, kamu yang letakkan foto itu, kan?"

Foto?
Goto apa yang Papa maksud?
Apakah foto pernikahan yang terselip di tasnya? Tapi kenapa? Untuk apa?
Mengapa Adel? Apa hubungannya?

"Saya minta, tolong jangan ganggu keluarga saya. Saya mohon".

Ganggu?
Apa yang Adel lakukan sampai-sampai Papa memohon seperti itu? Sebenarnya apa yang terjadi? Rasanya Freya ingin menerobos tirai biru tersebut saat itu juga karena frustasi. Meminta penjelasan sejelas-jelasnya kepada mereka yang bisa menjelaskan.

Tapi Freya tau, jika ia melakukan itu. semuanya akan runyam. Maka dengan tekad kuat, ia tahan segala hal yang membuncah di dadanya untuk tetap diam. Berpura-pura tertawa ketika keluarga yang baru ia kenal beberapa menit lalu itu melempar candaan.

"Anggap itu sebagai permintaan maaf saya karna sudah menelantarkan kamu. Biaya rumah sakitnya tidak perlu diganti. Jadi tidak perlu menghubungi saya".

all we want  [ZEEDEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang