bab 11

726 68 5
                                    




"Pelan-pelan, Del! Awas aja kalo sampe nyerempet motor!"

Azizi terus mengomel sedari tadi. Ketika Adel mengayuh pelan sepeda tua itu, Azizi akan mengomel karena terlalu panas, tidak ada angin. Giliran Adel mempercepat kayuhannya, Azizi kembali mengomel takut menabrak.

"Mending lo aja deh yang bawa sepedanya," balas Adel tapi tidak menghentikan sepedanya. Aneh.

"Emang mau kemana sih?"

Setelah Azizi mengizinkan Adel untuk menggunakan sepedanya, gadis itu sama sekali tidak memberi tau kemana mereka akan pergi. Dan juga Azizi mau-mau saja dibawa ke tempat yang tidak bernama.

Mereka juga terpaksa menggunakan sepeda tua yang hampir karatan ini karena ban sepeda lipatnya bocor. Hingga akhirnya, setelah hampir lima belas menit mengayuh, Adel menghentikan sepedanya di pinggir jalan. Kemudian mengajak Azizi lanjut berjalan sekitar lima langkah untuk sampai di atas jembatan layang.

Iya, jembatan layang!

Jalannya memang sepi. Tapi tetap saja, untuk apa gadis ini membawanya ke tempat ini? Apakah untuk menghitung mobil-mobil yang berlalu lalang di bawah sana? Namun raut kecewa justru terlintas di wajah Adel.

Kenapa dia yang kecewa? Padahal dia yang mengajaknya kemari. Tapi Azizi tidak mau bertanya. la masih marah, ingat itu.

"Lo mau request kemana?"

Azizi mengerut. Baru juga sedetik di sini, masa mau langsung pergi begitu saja?

"Baru juga sampe."

"Tempatnya lebih bagus waktu malem ternyata," balas Adel sambil berjalan kembali ke sepeda dan diikuti Azizi.

Ketika Adel kembali menanyakan pertanyaan awalnya, Azizi seketika diam sejenak. Ia langsung terpikirkan satu tempat yang benar-benar ingin Azizi kunjungi. Namun ia selalu ragu karena tempatnya bisa-bisa memakan waktu sejam lebih hanya untuk sampai ke sana.

Lagi pula siapa suruh menggunakan sepeda? Menyadari raut azizi6 yang aneh lewat gerakan bibirnya yang terlihat gelisah, Adel menyeletuk

"Gue bisa bawa lo kemana pun yang lo mau." Adel pernah bilang jika ia akan berusaha agar selalu bisa Azizi andalkan tiap kali Azizi membutuhkannya. Ia sama sekali tidak berbohong atau pun bercanda. Adel akan mengusahakan apapun agar orang-orang yang sudah peduli padanya itu, bahagia. Seperti namanya.

Akhirnya Azizi menunjukkan senyum tipisnya. Adel itu memang tidak bisa jika dimusuhi terlalu lama. Gadis itu terlalu "sesuatu" untuk diabaikan.

"Janji?" Satu anggukan pasti gadis itu berikan.

"Janji."

Dengan begitu, Azizi langsung menyebutkan satu tempat destinasi yang sangat ingin ia kunjungi setelah sekian lama. Menunggu papa hanya akan membuatnya berharap tanpa ada kepastian. Bersama teman-temanya pun pasti mereka tidak akan mau karena bosan ataupun malas ke tempat itu.

Tapi Adel-gadis bermata sayu dan tajam itu, dengan senyum kecilnya, mau memenuhi permintaan Azizi. Mengayuh sepedanya tanpa ragu dan memastikan Azizi tidak bosan selama perjalanan.

Rasanya Azizi jadi tidak berhak untuk menaruh barang sedikit saja rasa marah ataupun kesal terhadapnya. Apalagi karena masalah kecil seperti tadi pagi. Pasti selama ia berada di kamar, gadis itu tengah merenung memikirkan cara untuk mendapat maaf darinya.

"Jangan aneh-aneh. Kalo jatoh gue nggak tanggung jawab, ya?"

Azizi hanya mengiyakan setelah ia mengubah posisi duduknya menjadi hadap ke belakang. Memegang erat boncengan besi yang ia duduki dan tertawa ketika sepeda itu kembali bergerak.

all we want  [ZEEDEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang