"Lo harus bilang makasih sama Freya. Dia bahkan bawain lo bunga kayak punya gue."
Walaupun hanya satu dan tidak seperti miliknya yang menumpuk seperti tempat pembuangan bunga, tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Gadis bermata sayu itu tersenyum tipis. Lalu mengangguk kecil menanggapi ucapannya. Ia memang harus berterima kasih pada Freya yang telah berjuang untuknya.
Berjuang untuk menemukannya.
Tubuhnya sudah ditemukan dan sudah dikuburkan dengan layak. Nisannya tak lagi kosong. Bunga-bunga kini ikut menghiasi rumah abadinya. Terlihat cantik dan lebih indah.
Walaupun terjadi banyak sekali argumen-argumen yang berkelit dan sulit. Tapi ia senang, karena masih ada orang yang peduli padanya.
Dan anehnya, orang itu justru Freya.
Gadis yang telah ia hancurkan kehangatan dalam keluarganya. Bahkan saudara tirinya itu berani angkat suara di depan papa hanya agar dirinya mendapat keadilan.
"DIA JUGA ANAKNYA PAPA. DARAH DAGING PAPA. CUMAN SEKEDAR MENGUBURKAN ANAK PAPA DENGAN LAYAK EMANG SESULIT ITU YA? BERTAHUN-TAHUN PAPA DURHAKA SAMA DIA, BAHKAN SAMPAI AKHIR PUN PAPA MASIH MAU NAMBAH DOSA?!"
Ia terkekeh kecil.
"Gue kira, gue bakal berakhir kayak ibu." Seketika ia merasa malu karena tidak bisa berbuat seperti Freya yang begitu berani mengambil tindakan.
Andaikan ada sedikit saja tekad dan harapan dalam hatinya, mungkin ibu juga akan mendapat keadilan sama sepertinya. Kemudian ia merasa tangannya digenggam dan diusapnya pelan.
"Sekarang kita bisa pergi, kan?" Gadis bermata sayu itu mengangguk.
"Gue pengen ketemu ibu. Pengen minta maaf sama ibu." Dengan senyum manis yang tak pernah lepas dari wajahnya, ia mengeratkan genggaman pada bulannya.
"Iya. Kalo gitu, kita pergi sekarang. Ayo."
Seperti biasa, gadis berambut pendek itu kembali mengikutinya. Mengekor di belakangnya.
Sebagaimana mereka saat berada di dunia.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Memang bener, di dunia ini tidak ada yang namanya keadilan, semuanya egois hanya untuk dirinya sendiri.
.
.
.
.
Mau bagaimanapun ceritanya, meskipun ada banyak rintangan yang harus di hadapi, mengikhlaskan tetap menjadi endingnya. Meskipun ada banyak kesulitan yang harus di jalani, mengikhlaskan tetap menjadi jalan keluar terbaik yang harus di ambil..
.
.
.
.
—————————————
Sejak pertama kali kita bertemu,
aku merasa seperti terbang di awan-awan.
Senyummu yang manis, tatapan matamu yang tulus,
semuanya membuat hatiku berdebar tak terkendali.Aku ingin mengungkapkan perasaanku yang tumbuh begitu cepat,
namun ada hal yang membuatku ragu dan enggan untuk melakukannya.Mungkin kau tak pernah menyadarinya, namun aku telah memendam perasaan ini dalam-dalam.
Setiap kali kita bertemu,
aku merasa seperti ingin mengatakan padamu betapa spesialnya dirimu bagiku.
Namun, aku terbelenggu oleh rasa takut dan kekhawatiran.Apakah perasaanku akan terbalas? Ataukah aku hanya akan menyakiti diriku sendiri?
Terima kasih atas semua momen yang telah kita bagikan bersama, dan maafkan aku atas ketidakberanianku untuk mengungkapkan perasaanku lebih awal.
—————————————Akhirnya cerita ini bener-bener selesai :) Sebenernya ada banyak kata yang pengin aku sampaiin dari cerita ini. Tapi takut kepanjangan.
Dan buat epilog ini, aslinya aku murni nggak ada niatan buat bikin. Tapi aku mikir-mikir lagi, masa Adel dari pertama kali napas sampai terakhir kali napas masih nggak dapet bahagia dari keluarganya?
Kalian tau gak?
Cerita ini tuh real, kejadian di cerita ini tuh nyata dan itu kisah aku sendiri.
Awalnya aku ragu buat ngepublis cerita ini.
Tapi akhirnya aku nekat dan yakin buat bikin cerita ini, cerita nyata yang aku sendiri alami walaupun di bab akhir aku ubah sedikit:)Pokoknya makasih ya yang udah kasih aku energi dari prolog sampai tamat. Semua yang kalian komenin itu aku baca sambil ketawa-ketawa :>
See you in the next story 💙💙💙
KAMU SEDANG MEMBACA
all we want [ZEEDEL]
Randomsemua yang gue mau, semua yang lo mau, dan semua yang kita mau gak ada di dunia ini. ~zee kalau gitu lo mau gak cari apa yang kita mau di dunia lain bareng gue. ~Adel gue bakal selalu ada untuk lo.~ zee janji?. ~Adel