bab 19

471 59 0
                                    


Tak terasa dua minggu tiba-tiba berlalu begitu saja. Dan hari ini adalah hari penentuan.

Suasana sekolah terasa ramai kerena kedatangan para wali murid untuk mengambil rapot anak-anaknya. Dan beruntungnya Bu Risa dengan baik hati memperbolehkan Adel untuk mengambil buku rapotnya sendiri.

Di saat murid-murid lain sibuk dengan hasil nilai satu sama lain, Azizi dan Adel justru sibuk dengan hal lain.

"Lo beneran pake fotonya?" Azizi mengangguk.

"Biar presentase berhasilnya makin gede." Adel  hanya mengangguk-angguk. Lalu tiba-tiba tangannya digenggam.

"Ayo." Ia digeret untuk melihat hasil dari kerja keras mereka di mading.

Suasana ramai sudah menjadi ciri khas mading di hari pengambilan rapot. Sebagian besar diisi oleh murid-murid yang penasaran dengan rangking mereka, atau orang yang mereka suka.

"Marsha!" Panggil Azizi ketika ia mendapati salah satu temannya ada dalam kerumunan.

Yang dipanggil pun seketika menoleh. Namun tatapannya aneh sekali. Terlebih lagi ketika ia mendapati Adel yang mengekor di belakang Azizi.

"Lo udah liat belom?" Tanya Azizi antusias. Gadis dengan alis tebal dan hidung mancung itu mengangguk kaku.

"U-udah," jawab Marsha kikuk. Mengundang keheranan dari si lawan bicara.

"Lo kenapa deh?" Ketika Azizi begitu sibuk dengan Marsha, tanpa ia sadari Flora dan Freya juga berada di sana.

"Oh! Itu si Zee!" Freya berlari kecil segera menghampiri Azizi. Yang tentu saja mengundang hawa aneh dari gadis yang masih ia genggam tangannya.

Begitu juga pada dirinya yang masih bisa memasang senyum palsu setelah dengan berani menyelipkan foto itu di tasnya.

"Lo udah liat mading belum?" Tanya freya setelah mereka saling berhadapan.

Azizi yang tau jika Adel tidak nyaman dengan kehadiran teman sebangkunya itu, berusaha untuk menyudahi percakapan mereka secepat mungkin.

"Belum. Ini mau liat." Ketika Azizi kembali melangkah, Ia berpapasan dengan Flora yang baru sampai. Lalu gadis pendek itu membisikkan sesuatu yang membuatnya keheranan.

"Nggak usah liat kalo lo nggak mau kecewa." Namun seolah tak menghiraukannya, Azizi tetap mendekat ke arah mading. Ia ingin tau bagaimana hasil kerja keras Adel itu terbayarkan.

"Permisi, permisi." Azizi berusaha menyelip melewati kerumunan karena kelasnya tertempel di bagian paling pojok.

Setelah menemukan absensi bertuliskan XI IPS 3, Azizi segera mencari nama Adel. Sayangnya, tepat ketika ia mengabsen dari nomor pertama, dadanya langsung mencelos. Seperti ada hentakan kencang yang membuatnya kosong seketika.

1. Adelia Radela. P | 96,7 | |

2. | Azizi Adhisti. J | 95,5 |

Jantungnya seketika berdegup kencang. Keringat dingin mulai mengguyur tubuhnya. Bagaimana bisa?

"Zee?" Adel menyentuh bahu Azizi untuk menyadarkannya dari lamunan. Sedikit khawatir juga karena tangan gadis bule itu mulai terasa dingin.

"Lo nggak pa-pa?" Belum sempat Azizi menjawab, seseorang tiba-tiba mengambil ahli tangan berwarna oranye kekuningan itu dari genggamannya dengan kasar.

"Azizi. Ayo pulang." Azizi menelan ludahnya susah payah.

Mengekori Papa yang kini berjalan di depannya. Kepalanya menunduk ketika tatapan demi tatapan mulai mengarah padanya.

all we want  [ZEEDEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang