Chapter 22| The Second Date

4K 467 361
                                        

Harvey bertanya dengan nada yang sedikit bergetar. Tatapannya yang sayu pun seolah memberi gambaran akan sedalam apa sedihnya jika sampai membangkitkan kebencian Jennie lagi. Awalnya Jennie tidak memberinya jawaban apapun, dia hanya terus menepuk-nepuk punggung Harvey sampai Harvey tenang dan menunggu sampai pelukan mereka terlepas.

"Jangan begini." lirih Jennie sembari merapikan poni Harvey yang terlihat menutupi alis. "Caramu memandangku membuatku sedih."

"...."

Tapi Harvey tidak bersuara, pikirannya sedang kalut. Sementara ibu jari Jennie mulai turun untuk mengelus pipi dinginnya. "Aku takkan berbohong bahwa pada awalnya aku merasa kau seperti bayang-bayang Victor. Wajah kalian yang mirip membuatku merasa bahwa kalian adalah orang yang sama. Suaramu yang berat itu juga terdengar seperti suaranya. Tapi diantara banyaknya kemiripan kalian, masih ada satu hal yang berbeda. Kau tahu apa?"

Harvey menggeleng.

"Mata."

"Mata?"

"Ya. Matanya tak pernah berbinar seperti matamu ketika melihat keberadaanku."

Jennie pun beranjak dari tempat duduknya, lalu dia berjalan ke arah jendela. Kemudian sambil melipatkan tangan di dada, dia menyaksikan keindahan bintang-bintang di kelamnya langit malam.

"Aku sudah lelah bertengkar dengan diriku, letih berdebat bahwa kalian tak sama dan berusaha menerima kenyataan bahwa aku memiliki ketertarikan lebih kepadamu. Beberapa kali aku sudah mencoba menghindar. Mulai dari tidak memberimu kabar, membalas pesanmu beberapa hari kemudian dan terus berusaha agar komunikasi kita tidak berjalan dengan lancar. Tapi rupanya usahaku sia-sia saja. Karena pada kenyataannya, perasaan yang kukira hanya akan singgah sesaat itu masih bertahan hingga aku pulang ke rumah."

Kemudian Jennie tampak menoleh ke arah Harvey. "Dan aku semakin tak bisa mengendalikannya ketika kau datang untuk memelukku."

"...."

"Jadi jika kau pikir wajahmu yang mirip dengannya akan menimbulkan kebencianku, maka kau salah. Karena sekarang, aku tidak punya sisa kebencian lagi untuk dihabiskan kepadamu."

Mendengarnya berbicara seperti itu membuat Harvey merasa sedikit lega. Setidaknya apa yang dia takutkan, hanya memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi. Selain itu, Harvey juga merasa senang. Karena jawaban yang Jennie berikan secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa Harvey lah orang beruntung yang Jennie cintai saat ini.

Harvey pun datang menghampiri Jennie dengan mata memerah yang sedikit berkilau.

"Kau menangis?"

"Aku hanya senang, sangat-sangat senang. Tapi kenapa air ini tiba-tiba keluar dari mataku?" lirih Harvey sembari memperhatikan tangannya yang basah setelah dia usapkan ke pipi.

Melihat Harvey bertingkah seperti itu malah membuat Jennie merasa kasihan sekaligus gemas. Dia pun hendak mengelus kepalanya sambil berucap, "How cute..."

Baru juga tangannya terangkat sedikit, tiba-tiba pintu kamar terbuka di susul oleh suara Aeris yang mengatakan, "JENNIE?! KUE DARI SIAPA INI?!"

Akibat terlampau kaget, bukannya mengelus dengan penuh kasih, Jennie justru mendorong tubuh Harvey hingga Harvey jatuh terjengkang. "Akhhh! What the f-"

"Hey! Apa yang kau lakukan padanya?!"

"A-AKU 'KAN SUDAH BILANG! AKU TIDAK PUNYA WAKTU UNTUK MENGAJARIMU! SANA RANCANG BANGUNAN FUTURISTIK ITU SENDIRI! BUKANKAH AKU MENGULIAHKANMU AGAR OTAKMU PINTAR?! MASA UNTUK HAL SEPERTI ITU SAJA KAU TAK BISA?! DASAR BODOH!"

Harvey pun membalas, "A-aku tidak meminta bantuanmu! Aku hanya butuh kritikan agar apa yang aku buat bisa menjadi lebih bagus! Tapi kenapa kau kasar sekali?!"

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang