Chapter 17| I'll Miss You

5.6K 438 230
                                    

Akibat mencintai terlalu dalam, hubungan yang Victor akhiri menjadi awal dari kehancuran hidup Jennie kala itu. Masa depan yang dia impikan mendadak kelabu, harapan yang dia miliki hanya menyisakan jalan yang buntu, sementara perasaannya yang terlampau besar itu masih meminta penghuninya untuk kembali setelah semua rasa sakit yang dia torehkan.

"Apa yang kurang dari diriku? Hal apa yang tidak bisa aku berikan kepadamu? Kau mencari apa dari dirinya? Tak peduli berapa kalipun aku berpikir, aku tetap tidak menemukan apa jawabannya, Victor! Apa cintaku memang selemah itu hingga mempertahankanmu di sisiku pun, aku tak bisa?!"

Jennie bertanya dengan nada membentak. Sementara air mata itu terus mengalir membasahi pipinya.

"Apa kau tahu? Aku terus berusaha untuk menjadi seperti yang kau inginkan! Bahkan terkadang aku merasa bahwa aku bukanlah diriku. Tapi kemudian aku berpikir lagi, selagi kau suka dan kau nyaman, maka tidak apa-apa aku hidup sebagai orang lain! Tapi, apa balasanmu? Setelah semua hal yang kita lalui, kau membalas dengan mengkhianatiku?!"

Lalu kemudian Victor memberikan sebuah jawaban yang membuat sudut pandang Jennie berubah total terhadap kata cinta dan kehadiran seorang pria.

"Aku bukannya tak mencintaimu lagi. Tetapi sedari awal, cintaku memang bukan untukmu. Aku mendekatimu hanya untuk mendapatkan ide-ide bagusmu saja. Selebihnya, aku hanya bersandiwara."

Dia berkata tanpa berpikir bahwa ucapannya itu bisa meninggalkan trauma yang besar untuk Jennie. Dia pun juga tak tahu bahwa sesuatu yang selama ini dia anggap main-main merupakan dunia dan sumber kebahagiaan bagi seseorang. Lalu, ketika dunia tersebut hancur, apalagi yang bisa di harapkan? Gadis itu hanya bisa melampiaskan semuanya dengan menyalahkan keadaan, lalu memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup agar mendapatkan ketenangan.

"Andai saja saat itu aku menggunakan pisau bukan pecahan kaca, aku pasti bisa mati sungguhan." ucap Jennie sembari menyentuh bekas sayatan yang terdapat di pergelangan kirinya. Dia berkata dengan nada yang biasa saja. Tapi entah kenapa, hati Harvey mencelos ketika mendengarnya.

"Jangan berkata seperti itu," gumamnya sambil meraih tangan kiri Jennie untuk dia elus. "Dapatkan dulu kebahagiaanmu, raih dulu semua mimpimu dan biarkan orang baru datang membawakanmu cinta yang besarnya melebihi cintamu dulu."

Sambil mendongakkan kepalanya ke arah Harvey, Jennie pun bertanya. "Apa menurutmu seseorang seperti itu ada?"

"Ada."

"Jika ternyata tidak ada bagaimana?"

"Berarti aku sudah mati."

Kemudian Harvey tampak mengusap rambut Jennie dengan penuh kasih. "Apa aku boleh berpesan?" tanya nya lembut.

"Apa?"

"Jika nanti dunia kembali jahat kepadamu, jangan pernah berpikir untuk menyakiti dirimu lagi."

Kening Jennie tampak berkerut heran. "Apa kau akan pergi jauh? Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?"

"Aku hanya merasa tak enak. Bagaimanapun, aku adalah anak dari orang yang menciptakan luka besar di dalam hidupmu. Aku malu sekaligus kecewa. Aku tidak menyangka bahwa mereka bisa sejahat itu. Membayangkannya membuatku berpikir, apakah di hidupmu masih ada tempat untuk menerimaku? Atau aku masih menjadi orang yang kau benci kehadirannya? Aku sungguh penasaran dengan jawabanmu. Tapi aku juga takut jika kau menjawabnya."

Mendengar kejujurannya itu membuat Jennie sedikit tertawa. "Jika aku tidak menerima kehadiranmu, bukankah seharusnya kita tidak berada di dalam selimut yang sama?"

"Yang memiliki masalah denganku adalah Victor, bukan dirimu. Ya, meskipun kita sama-sama tahu bahwa aku menindasmu untuk membalasnya, tetapi kau tidak memilih kesalahan apapun. Untuk sekarang, aku belum bisa menjelaskan bagaimana perasaanku. Aku tidak benci, cinta juga tidak. Aku hanya ingin menikmati hidupku tanpa di bayang-bayangi kesedihan masalalu."

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang