Chapter 4| A Little Closer

7.2K 560 228
                                        

Harvey sungguh tak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Dulu dia juga sering mengalami sakit tapi tak sampai membuatnya kehilangan kekuatan untuk berdiri. Belum lagi dari gerbang ke pintu utama lumayan jauh. Harvey jadi sempat berhenti beberapa kali karena sungguhan tak kuat melanjutkan langkahnya. Tapi dengan sedikit usaha, akhirnya dia sampai di depan pintu walaupun berujung tumbang juga.

"Hey! Kau kenapa?!"

Jennie tampak terkejut. Tak pernah kepikiran bahwa Harvey akan datang dan jatuh ke dalam pelukannya seperti ini. Sementara Harvey sendiri tidak bersuara, karena dia dalam kondisi setengah sadar saat merasakan ada cairan yang mengalir dari hidungnya.

"Harvey!"

Harvey pun berusaha untuk menjauh. Dia berpikir bahwa dia sudah berlabuh di tempat yang salah.

"Maaf."

Dan di detik itu juga, Harvey langsung terkapar di atas lantai. Seratus persen kehilangan kesadaran, sudah tak bisa mendengar Jennie berteriak memanggil-manggil namanya lagi.

Jennie pun jadi panik bukan main. Buru-buru dia memanggil seorang Dokter dan meminta tolong pada beberapa orang pembantu untuk memindahkan Harvey ke dalam kamar.

Kamar Harvey masih kamar yang dulu, terletak paling belakang di dekat dapur. Ukurannya pun tak terlalu besar, namun terlihat sangat rapih dan terawat. Berbeda jauh dari 16 tahun yang lalu yang begitu pantas di jadikan sebagai gudang.

"Badannya sangat panas. Tolong siapkan air hangat."

"Baik, Nyonya!"

"Yang lain tolong berjaga di pintu utama. Bawa dokternya ke sini jika nanti sudah datang."

"Siap, Nyonya!" mereka semua pun bergegas pergi dari sana mematuhi arahan dari majikannya.

Kondisi Harvey saat ini tampak tak baik. Jennie yang awalnya selalu bersikap dingin dan acuh mulai menampakkan sisi peduli. Dia bahkan sempat melepaskan sepatu yang Harvey kenakkan sebelum membersihkan noda darah dari hidung Harvey.

"Ini, Nyonya." seorang pembantu tampak datang membawa air hangat yang sempat Jennie minta.

"Kau boleh keluar."

Cukup lama Jennie terdiam ketika akan mengompres kening Harvey. Memandang wajah anak itu sama seperti sedang menggali luka lama yang susah payah Jennie obati.

"Andai saja kau tak mirip dengannya,
mungkin aku tak terlalu membencimu. Kau meniru semuanya bahkan sampai ke tahi lalat di hidung itu."

Tok! Tok! Tok!

"Permisi!"

Jennie langsung menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria memakai jas putih berkalung kan stetoskop.

"Sudah berapa lama dia pingsan?"

"Kurang lebih sepuluh menit."

Dokter itupun mulai menyinari pupil Harvey dengan pen light, memeriksa mukosa mulutnya sebentar, lalu mendengarkan detak jantung, pernapasan serta bising ususnya. Juga tak lupa mendekatkan sebuah alat ke telinga untuk mengetahui suhu tubuh Harvey berapa.

"40 derajat celcius. Sepertinya seharian dia tidak makan. Apa dia begitu memforsir dirinya sampai kelelahan?"

"Aku tidak tahu."

"Tapi jujur saja, aku seperti pernah melihat anak ini."

Dokter itu pun terdiam sebentar. Tampak mencoba mengingat-ingat di mana pertama kali dia melihat sosok Harvey yang sedang terbaring ini. "Ah... ya! Tadi sore! Tadi sore dia mengantarkan makanan ke klinik ku!"

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang