Chapter 18| It's Still Hard For Me

4.3K 412 169
                                    

"Nyonya Jane, jika kau ingin kembali pulang dalam waktu dekat, aku bisa membicarakannya dengan tuan Dominico. Lagi pula, tugas yang dibebankan padamu ini adalah tugas yang seharusnya di kerjakan oleh desainer interior. Kita bisa memanggil desainer kita untuk menggantikanmu jika kau setuju."

Jennie tidak langsung menanggapi saran Johnny itu. Perhatiannya lebih tertuju kesebuah pesawat yang kini sedang lepas landas di depan sana.

Lalu masih dengan tangan yang dilipatkan di dada, Jennie pun berkata. "Aku harus di sini."

Belum juga sempat Johnny menanyakan alasannya, Jennie sudah lebih dulu membalikkan badan untuk keluar dari bandara. Jika dia sudah seperti ini, pasti ada sesuatu yang sedang menganggunya. Di dalam mobil pun, dia tidak banyak bicara. Ya, meskipun kita sangat tahu bahwa dia memang sering seperti itu, tetapi kali ini sikap dinginnya jauh lebih terasa.

Membuka jemarinya yang sedari tadi tergenggam, terlihatlah sebuah kalung yang berada di dalamnya.

"Untukmu."

"Bukankah kalung ini merupakan kalung yang kau miliki sedari kecil?"

"Ya,"

"Lalu kenapa memberikannya padaku? Aku tidak butuh ini!"

"Aku memberikannya bukan karena kau butuh. Tapi aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa memberikan benda yang paling aku sayangi kepadamu. Jadi, jaga ini untukku, ya? Jika di dalam prosesnya nanti kau merasa terbebani, maka pulanglah. Kembalikan lagi kepadaku."

Setelah mengingat apa yang diucapkan Harvey sebelum pergi, Jennie pun tampak menggenggam tangannya kembali. Pandangannya juga mulai beralih ke jendela agar pikirannya tidak hanya terfokus pada satu orang saja.

Ya, satu orang yang sudah mengobrak-abrik pintu pertahanannya.

Orang itu bagaikan air yang menyirami gersangnya padang tandus, mengisi banyaknya retakan di tanah kering, hingga beberapa waktu setelahnya berhasil menumbuhkan sesuatu yang tak seharusnya tumbuh di sana.

Satu bulan yang tak seberapa itu, rupanya membawa perubahan yang membuat Jennie menggila. Tanpa dia duga, hati yang sudah dia tutup rapat untuk siapapun kini mulai terbuka tanpa seizinnya. Sementara pikiran yang seharusnya hanya memikirkan pekerjaan itu mulai memikirkan hal yang lain juga.

Ini tidak benar.

Akibat masalalu nya yang tak baik bersama Victor, setiap hal yang akan dia lakukan bersama Harvey memicu gejolak perlawanan yang membuat pikiran dan hatinya berjalan tidak selaras. Dalam diamnya, dia terus bertengkar dengan dirinya sendiri. Setiap ingin menerima perhatian lebih dari Harvey, dia terus berpikir "Pantaskah aku mendapatkan ini? Apa akan baik-baik saja jika aku menerimanya?"

Semuanya membuatnya bimbang, hingga rasa ragu-ragu selalu muncul tiap kali ingin mengambil keputusan.

"Aku pikir tuan Harvey ingin cepat-cepat pulang. Tapi ketika kita mengantarkannya tadi, dia terlihat tak senang. Apa mungkin karena hubungan kalian sudah membaik jadi dia tak ingin meninggalkanmu sendirian?"

"Apa terlihat seperti itu?"

"Uhm, aku hanya asal menebak. Karena beberapa minggu belakangan, aku sering melihat kalian bersama. Suatu pemandangan aneh yang menyenangkan."

Jennie tidak menggubris ucapannya. Dia justru membicarakan hal yang lain.

"Apa saja jadwalku setelah pulang dari sini?"

"Seingatku hanya ada dua. Satu rapat dengan dewan direksi dan satu lagi pertemuan dengan tuan Alaric Kaiser. Sisanya, hanya ada tawaran-tawaran untuk membangun rumah, perkantoran dan apartement. Tapi kau belum memutuskan untuk menerima tawaran yang mana."

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang