Chapter 27| Graduation Day

2.6K 377 247
                                    

Pagi ini kabut tipis menyelimuti kota, seolah ikut merasakan kesedihan hati Jennie yang belum siap berpisah dengan kebahagiaan barunya. Di depan cermin itu, dia tampak menatap dengan kosong, mengabaikan penampilannya yang sudah sangat cantik dalam balutan gaun putih off shoulder.

"Tersenyum, Jennie. Kau tidak mungkin datang menemuinya dengan wajah menyedihkan ini. Tersenyum."

Begitulah caranya menyemangati diri, berusaha semaksimal mungkin membangun aura positif, agar Harvey tak bertanya mengapa dia bersedih. Tapi mau sepintar apapun bibir menipu, mata pasti akan menjelaskan segalanya dengan jujur.

"Hey, are you okay?" lirih Harvey sambil meraih dagu sang wanita, mencoba melihat kedua mata sayu itu lebih dalam lagi.

"Aku hanya tak menduga hari yang kau tunggu bisa datang secepat ini," jawabnya sambil membantu lelaki itu mengenakan dasi. "Padahal, aku masih ingin melihatmu menjadi bagian dari hari-hariku."

"Jangan mengatakan sesuatu yang membuatku semakin berat untuk meninggalkanmu, Jane." balas Harvey seraya menarik pinggang rampingnya, memutuskan jarak di antara mereka, membiarkan masing-masing tubuh saling menempel. "Apa kau mengira, pergi darimu adalah hal yang mudah? Ini juga sulit bagiku, tapi aku tidak punya pilihan lain."

Jennie mengerti, tapi dia tak mengatakan apapun lagi. Dia hanya fokus memperhatikan pria yang ada didepannya itu.

"Kenapa?"

Tak lama setelah Harvey bertanya, tangan Jennie pun mulai berpindah untuk menyentuh wajahnya, menyusuri alis tebal itu dengan jari telunjuk, berjalan turun melewati hidungnya yang mancung dan baru berhenti ketika sampai di bibirnya yang lembab. "Wajah ini... aku akan merindukannya."

Harvey pun tampak menujukkan seulas senyum. Kemudian dia meraih tangan Jennie untuk menghirup wangi dari telapaknya yang lembut. "Aku juga akan merindukan sentuhan ini..." ucapnya dengan suaranya yang berat.

"Besok, kau tidak akan ke Rusia sendiri. Aku akan mengantarmu."

Lebih tepatnya, memulangkan apa yang tak bisa menjadi milikku.

"Apa?" Harvey tampak kaget, tapi juga senang di sisi lain.

"Dulu, aku pernah mengatakannya padamu 'kan? Aku ingin mengajakmu mengunjungi rumah lama kalian. Rumah itu, sudah ku renovasi sejak satu bulan yang lalu. Kita bisa langsung ke sana setiba dari bandara."

"Tunggu, apa itu tak masalah bagimu? Maksudku... kau dan Ayah-"

Dengan cepat Jennie memotong, sudah tahu kemana arah pembicaraan Harvey itu. "Tidak. Aku sudah lama selesai dengan masa laluku. Kau tak perlu mengkhawatirkannya."

"Uhm, baiklah."

Setelah pembicaraan mereka berakhir, Harvey pun segera pamit untuk pergi lebih dulu. Sementara Jennie akan menyusulnya nanti bersama Aeris. Ya, Aeris juga akan menghadiri acara wisudanya. Ketika Jennie bertanya kenapa dia ingin hadir, dia pun menjawab. "Dia sudah mengecewakanku karena memutuskan untuk mencintaimu. Jadi aku ingin melihat, apa kali ini dia akan mengecewakanku lagi dengan nilai akademiknya? Tapi jika nilainya tinggi, itu bagus. Setidaknya, ada hal yang bisa kubanggakan darinya karena dia besar dibawah asuhanku."

Ah, itu pencitraan saja. Jennie yakin, sebenarnya Aeris itu juga sangat menyayangi Harvey. Namun, karena amarahnya lebih besar, rasa sayangnya jadi tertimbun hingga tak terlihat lagi. Ingin membencinya pun, pasti tak bisa seutuhnya. Karena, anak laki-laki itu adalah penghalau rasa sepinya saat Jennie tidak ada.

Meski Aeris tidak akan mengaku, tapi Jennie tahu, Harvey memiliki tempat tersendiri di hati Aeris. Sebab, bukankah kenangan mereka jauh lebih banyak dari kenangan yang Harvey miliki bersama Jennie? Mustahil untuk menghapus semua itu dalam waktu sesingkat ini.

𝐌𝐎𝐌𝐌𝐘 𝐉𝐀𝐍𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang