Bagian 1

724 40 7
                                    

Adnan, begitu orang-orang di keluarga O'Niel memanggil lelaki dewasa 30 Tahun. Kakeknya adalah seorang pengusaha Inggris yang menikahi neneknya yang seorang Dokter di rumah sakit swasta Ibukota. Hingga melahirkan Hendrik O'Niel yang dikenal sebagai Ayah kandungnya. Ibunya adalah keturunan ningrat yang sedari kecil makan dengan sendok emas. Itulah sebabnya nama lelaki itu begitu sopan.

Tapi mungkin ini bukan perkara nama. Tetapi Adnan dan kehidupannya yang amat sangat terlihat sempurna dimata banyak orang, atau bahkan mungkin semua orang yang mengenalnya hanya sepintas saja. Bagaimana tidak, Adnan terlahir dari keluarga yang kaya raya. Tak pernah dalam hidupnya dia kekurangan suatu apapun. Harta berlimpah, fisik yang tampan juga karir yang cemerlang.

Dia baru saja meraih gelar Doktor untuk jenjang pendidikan S3 dan langsung diminta untuk mengisi posisi penting di kampus milik keluarganya. Tak ayal, hal itu mampu membuat semua orang menggunjingnya. Tapi apalah daya? mereka hanya bisa mengiyakan tanpa mampu memprotes sedikitpun apalagi Kevin O'Niel yang langsung meminta hal tersebut.

Ceklek!

Bunyi pintu berdecit dan disusul oleh bunyi heels yang bertubrukan dengan lantai menggema di seluruh ruangan milik Adnan. Dia tak menghiraukan hal tersebut karena tau betul siapa yang berjalan menghampirinya. Dia tak sama sekali menoleh, fokus pada kegiatannya memasang dasi dan juga jam tangan mahalnya.

"Kamu pulang jam berapa semalam?" tanya seorang wanita paruh baya dengan kecantikan yang tak pudar diusianya yang tak lagi muda. Perempuan itu tampak cantik dengan blouse berwarna merah dan celana bahan berwarna hitam yang membuat penampilannya terlihat mahal dan menawan.

"Aku ngga liat jam, Bu" jawabnya. Dia masih sibuk menyiapkan diri.

"Nan—"

Adnan menaikkan tatapannya pada kaca didepannya. Matanya bertemu dengan milik Ibunya yang tajam. Mata itu jelas menyiratkan makna tersendiri.

"Ini hari pertama kamu, Ibu harap kamu lakuin rencana yang udah Ibu kasih tau" ucap Renata. Adnan hanya diam tak merespon.

"Bu—"

"Ibu ngga akan pernah rela anak haram itu sama Ibunya dapet warisan sepeserpun dari Ayah kamu" potongnya, mata wanita itu menajam yang artinya tak mau dibantah sedikitpun.

Adnan memutar tubuhnya menghadap Renata. Sebagai Anak, tentu dia tak mau terus menerus melihat Ibunya menderita dengan terus dibayangi hal-hal yang menyakitkan. Tapi sebagai Kakak, diapun tak sampe hati menyakiti adiknya sendiri.

"Kamu sayang sama Ibukan, Nan?"

Adnan tak bisa lagi mengelak jika Ibunya sudah menggunakan senjata pamungkasnya. Ibunya terus saja membuat wajah tak berdaya kehadapannya.

"Bu, Dia ngga akan dapat lebih banyak dari apa yang kita dapat. Terus kenapa harus—"

"Adnan! Dia sama Ibunya yang udah hancurin Ibu! Mereka yang udah dengan lancang masuk kedalam keluarga kita yang susah payah Ibu bangun penuh kasih sayang! Dia yang udah hancurin harga diri Ibu, Nan!" teriak Renata penuh dengan gejolak amarah. Tentu saja dia marah, wanita mana yang tak marah jika suaminya membawa anak dari selingkuhannya kedalam rumah yang susah payah dia wujudkan dari impiannya. Dia bagai di lempar kotoran tepat di mukanya ketika komitmen setia yang dia pegang dilecehkan begitu saja.

Adnan bergeming, dia sendiri paham dengan seberapa sakit hati Ibunya atas perilaku Ayahnya dan selingkuhannya. Ibunya adalah sosok penyayang, dulu. Sebelum mentalnya di hancurkan oleh satu-satunya lelaki yang dia punya. Renata adalah perempuan dengan prinsip yang teguh, cerdas dan agak keras kepala. Tentu perselingkuhan Ayahnya membuat Ibunya menaruh dendam yang tak berkesudahan karena ikhlasnya justru dipermainkan. Wanita itu sangat amat berubah semenjak hari itu, walaupun Ayahnya masih tetap menomor satukan Ibunya.

everything, in time. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang