Bagian 32

338 44 11
                                    

"Al, udah enakan? kok mau berangkat kerja" ucap Lia. Perempuan itu tersenyum hangat, berjalan mendekat pada anak lelakinya yang sudah tiga hari ini demam tinggi. Dengan sangat hati-hati Lia menaruh punggung tangannya pada dahi Alister.

Dia tersenyum lega karena Alister sudah bisa kembali beraktifitas.

Alister yang masih pucat itu hanya tersenyum tipis, "Ali udah sembuh, Bu. Lagian udah lama Ali ngga kerja" ucapnya menenangkan.

"Yaudah, sarapan dulu ya Ibu siapkan dulu" ucap Lia.

Alister mengangguk dan mengambil tempat duduknya. Dia menatap punggung Lia yang mulai bungkuk. Tak terasa matanya memanas mengingat beberapa hari ini dia tak berdaya hanya karena seorang lelaki.

Ternyata bukan hanya hatinya, tubuhnya pun ternyata merasakan sakit akibat penolakan Adnan beberapa hari lalu. Dia sudah mencoba untuk tetap berdiri tegak, tetapi fakta yang ia dapat tak bisa membohongi dirinya bahwa dia terluka. Fakta bahwa Adnan mempunyai istri mungkin menyakitinya, tetapi hal yang justru lebih menyakitinya adalah fakta bahwa Adnan menolaknya. Menolak meneruskan hubungan mereka berdua setelah dengan tak tau malu dia memohon dan menurunkan harga dirinya.

Setelah kejadian di kediaman O'Niel beberapa waktu lalu, dia sama sekali tak beranjak dari kamar. Pusing dan kesedihan menyerangnya tanpa ampun. Tak ada barang satu pesanpun yang dia terima dari Adnan. Apalagi kehadiran lelaki itu. Mungkin memang Adnan sudah tak mau sama sekali berhubungan dengan dirinya.

Melihat kembali Ibunya yang dengan sabar merawatnya membuat dia sadar bahwa setelah ini mereka hanya mempunyai satu sama lain tanpa Adnan seperti sebelumnya.

"Sarapan dulu, Al"

Alister menerima semangkuk bubur dengan suwiran ayam dari Lia. Makanan yang selalu perempuan itu buatkan untuknya ketika badannya mulai tak sehat, seperti sekarang.

"Juan masih kerja di luar kota?"

Alister menghentikan kunyahannya ketika mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Ibunya.

"Iya, Bu" hanya dua kata itu yang akhirnya keluar dari mulutnya untuk meyakinkan Lia. Dia belum siap jika harus mengatakan pada Ibunya tentang semua yang terjadi padanya. Tentang Adnan yang ternyata sudah mempunyai istri, juga tentang dirinya yang ternyata belum putus dengan Karin seperti yang selama ini Lia tau.

"Pantes dia ngga kesini padahal kamu sakit" ucap Lia.

Alister tersenyum miris. Adnan tak menjenguknya bukan karena lelaki itu jauh. Tapi karna Adnan sudah tak mau lagi mengetahui semua tentang dirinya, termasuk keadaanya pasca keributan mereka tempo hari.

"Bahan makanan masih ada, Bu?" tanya Alister alih-alih menanggapi ucapan Ibunya.

"Udah mau abis, tinggal beberapa Ibu liat"

Alister mengangguk paham. Sebelum mereka bertengkar, Alister sempat menunda kegiatannya berbelanja karena menunggu Adnan tak terlalu sibuk tapi ternyata mereka lebih dulu berpisah.

Tok Tok Tok!

Alister menatap kearah pintu, dia lalu menatap kearah jam dinding yang menunjukan pukul tujuh pagi. Masih terlalu pagi untuk seseorang bertamu. Kecuali satu orang, Adnan.

"Biar Ibu yang buka pintunya"

"Biar Ali aja, Bu"

Alister segera berjalan kearah pintu. Dia menghembuskan nafas pelan bersiap menyambut tamu.

Ceklek!

Alister menatap lelaki jangkung yang berdiri tepat didepan pintu. Lelaki itu tersenyum lebar.

everything, in time. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang