Bagian 7

226 38 17
                                    

Hari terus berganti dan tak terasa sudah satu bulan dari terakhir Alister di antar oleh Adnan di depan gang rumahnya. Mereka menjalani hari seperti biasanya. Bekerja dan pulang untuk mengurus sisanya.

Alister masih sering mendengar kabar mengenai Adnan dan keberhasilan lelaki itu sebulan belakangan. Lelaki itu seperti bintang yang bersinar sendirian dikala malam tak berhawa. Namanya tak surut barang sebentar di kalangan mahasiswa juga pengajar disana. Bahkan satpam di depanpun ikut menyanjung bagaimana dermawannya seorang Adnan Juan.

Dan dari semua keberhasilan lelaki itu membuat Adnan susah untuk ditemui karena sibuknya kegiatan. Rapat sana dan rapat sini. Alister tidak lagi melihat batang hidung lelaki itu di Fakultas. Mobilnya saja jarang sekali berada di parkiran.

"Al, ayo buruan" ucap Tiar mengajak Alister agar lelaki itu segera beranjak dari duduknya.

Mereka berdua berjalan menuju ruang rapat bulanan yang sudah rutin dilaksanakan. Begitu sampai, Alister segera mengambil posisi di agak ujung dari pimpinan rapat seperti biasa. Tiar yang ikut serta mengekori temannya itu karena semua orang akan berfokus pada Alister yang lebih cerdas jadi dia tak mempunyai beban harus memberikan tanggapan.

Alister menoleh pada seseorang yang tiba-tiba duduk di kursi sampingnya. Raut kaget itu tak bisa dihindarkan ketika dia mendapati Adnan sudah disana. Lelaki itu tersenyum simpul.

"Pak Juan, silahkan di-"

"Saya disini saja, Pak" balasnya pada pria setengah tua yang dikenal sebagai Ketua Jurusan Akuntansi. Adnan justru menatap Alister.

"Hai" sapanya yang hanya dibalas sebuah anggukan, "Lama ngga ketemu" ucapnya lagi.

"Kamu terlalu sibuk" jawab Alister cuek. Dia fokus membaca materi rapat siang ini.

"Benar, dan kamu makin galak"

Alister menatap Adnan tak suka. Sudah tak pernah lagi bertemu dan lelaki ini masih bisa mengatainya?

"Maaf, cuma bercanda" bisik Adnan lagi sambil tersenyum. Rasa-rasanya Alister ingin sekali menatap lelaki disampingnya alih-alih hanya melirik lewat ekor mata.

Alister menghembuskan nafas lega karena kini Adnan sudah duduk tegak menghadap kedepan fokus dengan diskusi mereka disana.

"Jadi saya merasa kita perlu menambah personel tenaga pengajar khususnya di mata kuliah literasi keuangan, karena saya rasa Pak Alister sudah terlalu banyak beban jam kerjanya. Bagaimana menurut saudara semua?"

Ucapan dari pimpinan rapat itu sontak membuat Adnan melirik pada Alister yang tak bereaksi lebih. Lelaki itu tampak santai menjalani pekerjaan yang melelahkan itu. Padahal jika ditanyapun, Alister akan menjawab tidak keberatan karena semakin banyak jam mengajar, maka dia akan semakin banyak pula mendapatkan gaji.

"Kira-kira berapa yang dibutuhkan?" tanya Adnan.

"Untuk sementara satu cukup, Pak Juan. Pak Alister menggantikan Bu Feni di mata kuliah apa saja ya? kok saya lupa" tanya pria tua itu pada Alister.

"Literasi keuangan, Pengantar Akuntansi sama Akuntansi lanjutan"

"Nah, mungkin kita hanya butuh di 3 mata kuliah itu untuk pengganti Bu Feni"

"Saya setuju, Pak. Karna saya juga kasihan liat Pak Ali harus menghandle banyak hal semenjak Bu Feni di mutasi" ucap seorang perempuan paruh baya yang disetujui oleh anggota rapat yang lain.

"Baik, terimakasih atas suaranya. Dan untuk agenda kita terdekat adalah acara pameran hasil usaha Fakultas dan yang dalam hal ini jurusan kita akan membuka stand kurang lebih 15-an. Saya menghimbau agar Bapak Ibu sekalian bisa ikut melarisi produk dari Mahasiswa kita"

everything, in time. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang