"Hah akhirnya punggung aku bisa lurus juga..."
Adnan menggelengkan kepala menatap Alister yang sudah menjatuhkan tubuhnya di atas kasur kamar hotel yang akan mereka tempati untuk dua hari ini.
Dia berjalan menuju lemari untuk menaruh tas berisi barang-barang besar mereka. Kemudian mendekat kearah meja dan menuangkan segelas air putih.
"Minum dulu, sayang" ucap Adnan, tubuhnya sudah di dudukkan diatas kasur tepat di samping Alister.
"Ngga mau, Aku capek" tolak Alister. Dia justru memejamkan matanya tak mau bergerak.
"Kamu dari tadi belum minum nanti lemes" ucap Adnan.
"Ju..." Alister mengeluh karena satu tangannya sudah ditarik paksa oleh Adnan. Mau tak mau dia bangkit dari tidurnya dan meminum air putih yang Adnan sodorkan.
Bugh!
"Kamu capek banget?" tanya Adnan melihat Alister sudah berbaring di posisi semula. Lelaki itu memang tampak mengantuk sedari tadi karena sepanjang jalan mereka terus mengobrol ringan.
Adnan ikut berbaring di samping Alister. Dia menghadap lelaki yang sudah beberapa bulan ini resmi menjadi kekasih gelapnya. Tangannya yang halus mulai menari di rambut-rambut halus Alister yang lembut. Tak pernah seharipun dia tak mengagumi bagaimana Tuhan sangat sempurna menciptakan manusia berwujud Alister. Lelaki itu tumbuh dengan tanpa cela di segala sisi.
Adnan semakin mendekatkan tubuhnya pada Alister. Mengendus leher mulus lelaki itu pelan.
"Aku ngantuk sayang" ucap Alister mulai serak. Dia benar akan dilahap oleh kantuk yang sedari tadi dia tahan.
"Tidur... Aku cuma mau peluk" balas Adnan pelan dan dalam. Dia mengeratkan pelukannya sambil mengusap lembut pinggang Alister yang ramping agar lelaki itu nyaman dalam tidurnya.
Tak berapa lama Adnan ikut memejamkan matanya dengan nyaman sambil memeluk erat tubuh kekasihnya.
***
Alister menatap jam di dinding sambil merapikan rambutnya yang setengah basah, jam sudah menunjukan pukul 4 sore. Terlalu sore untuk melakukan makan malam. Tetapi menurutnya lebih baik daripada terlalu malam karena dia dengar Yogyakarta sudah bukan lagi kota yang sepi. Bahkan dia sering membaca berita jika kota Istimewa ini sudah macet dimana-mana. Apalagi tempat makan yang dia pilih cukup jauh dari tempat menginap mereka.
"Sayang, tolong cuci muka aku di tas dong!" Adnan berteriak dari dalam kamar mandi.
Alister menghembuskan nafas pelan. Sebal sekali jika Juan sudah berteriak dari dalam kamar mandi. Lelaki itu memang selalu saja meninggalkan barang penting ketika mandi.
Awal dia menginap di Apartemen lelaki itu, Adnan keluar kamar mandi tanpa busana karena lupa membawa handuk. Dia tentu berteriak karena hal itu menyebabkan lantai kamar basah dan dia harus membersihkannya.
Alister berjalan kearah tas yang dimaksud, "Kamu taroh dimana sayang?"
"Tas item yang besar, di saku samping"
Setelah menemukan tas yang dimaksud, dia langsung menemukan benda tersebut karena besar dan kelihatan mata. Mungkin Adnan memang ingat membawa benda itu disaat-saat terakhir.
"Buka"
Adnan membuka pintu kamar mandi dengan lebar. Dia memamerkan deretan gigi lelaki itu yang rapih.
"Mau ikut masuk ngga?" tawar Adnan. Alister menggelengkan kepala tak habis pikir. Adnan membuka pintu selebar itu dengan badan yang tak ditutupi sehelai benang pun. Penisnya bahkan menggantung begitu saja tanpa harga diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
everything, in time.
FanfictionAdnan Juan, namanya berhembus kencang beberapa bulan belakangan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Muda dan menyenangkan, kata sebagian besar Mahasiswa dan Dosen disana. Tapi tidak bagi Alister, karena nama lelaki tersebut entah kenapa mampu membuatnya...