Bagian 34

242 43 5
                                    

Lia berjalan kearah ruang tamu setelah selesai dengan pekerjaannya di taman belakang. Dia lalu tersenyum berat menatap Anaknya yang akhir-akhir ini sering sekali ketiduran di ruang tengah dengan banyak lembar kertas bertebaran di samping lelaki itu.

Perempuan itu mengambil duduk tepat di sofa yang dekat dengan Alister. Dari tempatnya dia bisa melihat wajah Alister yang tidur dengan damai. Dia tersenyum tipis melihat bagaimana pahatan wajah Alister terlihat sangat sempurna. Mirip sekali dengan milik Ayah dari anaknya.

Sedari kecil Alister memang sudah setampan ini. Siapa saja yang bertemu dengan lelaki itu akan terpukau. Tidak hanya paras, tinggi badan lelaki itu juga sangat mengesankan siapa saja yang bertemu. Padahal sedari kecil Alister tak pernah meminum susu penambah tinggi badan dan sejenisnya.

Senyum Lia perlahan menyurut ketika mengingat jika Alister lebih pendiam sebulan ini. Anaknya sudah tak lagi semangat untuk membuat bekal. Bahkan kebun di belakang rumah sempat terbengkalai karena Alister jarang sekali melakukan rutinitasnya menyiram tanaman. Entah kenapa, dia merasa semua ini ada kaitannya dengan menghilangnya Adnan dari kehidupan mereka. Dan semua bertambah parah ketika kedatangan Danu tempo lalu.

Dia ingin sekali menanyakan alasan keterdiaman Alister. Tetapi dia tak sampai hati jika nantinya pertanyaannya justru menyinggung Alister dan semakin membuat anaknya itu bersedih.

"Al, bangun, Nak. Udah sore" ucap Lia pelan. Dia mengusap lembut lengan Alister dari tempatnya.

Alister melenguh pelan. Mencoba membuka matanya pelan.

"Jam berapa, Bu?" tanya Alister serak. Dia merenggangkan tubuhnya pelan karena seluruh badannya kaku akibat tidur sambil duduk.

"Udah mau jam tiga, Al" ucap Lia. Dia mengangsurkan air mineral pada anaknya.

Alister meminum segelas airnya dengan cepat. Lalu matanya menatap jam dinding. Tidak terasa dia sudah tertidur selama dua jam.

Bukan beranjak, Alister justru menyenderkan kepalanya di sofa lalu memejamkan matanya kembali.

Lia tersenyum, lalu mengusap lembut dahi Alister lembut yang membuat lelaki itu membuka matanya kembali. Mereka saling menatap dan menyunggingkan senyum tipis.

"Paha Ibu udah lama ngga kamu jadiin bantal" ucap Lia dengan senyum seribu cahaya.

Alister membalas senyum itu tipis. Dia lalu menaikkan tubuhnya agar tertidur diatas sofa panjang ruang tamu. Dengan yakin dia meletakkan kepalanya diatas pangkuan Ibunya.

Lia tersenyum sambil mengusap surai Alister dengan penuh kasih sayang seorang Ibu. Rasa nyaman dan tenang itu perlahan mulai merambat hingga dada milik Alister. Sudah lama rasanya dia tak mencari kenyamanan dan ketenangan pada Ibunya. Obat dari segala Obat.

"Kenapa liatin Ibu begitu?" tanya Lia pelan, dia mengerutkan kening menatap Alister dibawahnya yang menatapnya dalam.

Alister menggelengkan kepala pelan. Tidak mungkin dia mengatakan semua isi kepalanya pada Ibunya. Tentang sakit hati dan kesepiannya yang dia buat sendiri. Dia juga tak mungkin mengatakan pada Lia bahwa dia merindukan lelaki yang biasa menjadi tempat pulangnya yang dengan tega mengusirnya begitu saja.

Tak terasa air mata perlahan jatuh dikedua pipinya. Secepat kilat dia menghapusnya dengan punggung tangan.

"Al..."

Alister memaksakan senyumnya lebar. Dia meraih jemari-jemari Lia dan mengecupnya lembut. Lalu menatap Ibunya yang sudah khawatir melihat dirinya berantakan.

"Ali cuma kangen Ibu" ucap Alister. Suaranya mulai bergetar lirih. Benar adanya dia merindukan Ibunya. Karena sudah sangat lama dia tak menghabiskan waktu bersama Ibunya karena kehadiran Adnan ditengah mereka. Tidak seperti sebelumnya yang hanya ada dia dan Ibunya saja. Karena Ayahnya entah pergi kemana. Dia juga tak mau tau keberadaannya.

everything, in time. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang