"Lo yakin mau sejauh ini sama Alister?" tanya Danu pada lelaki yang duduk disamping kursi kemudi. Lelaki itu terus saja sibuk menatap jalanan yang mulai padat di jam makan siang.
"Gue cuma ngga mau lo hancur, Nan" ucap Danu lagi.
Sebagai sahabat dekat, tentu dia tak mau jika Adnan berakhir dengan kehancuran yang besar. Adnan bukanlah manusia yang mudah jatuh cinta dengan Talita sebagai buktinya. Bertahun-tahun menjalin hubungan tidak serta merta membuat Adnan mencintai perempuan itu walau memang Adnan memperlakukan Talita dengan baik. Pun sebaliknya.
Danu adalah saksi bagaimana kehidupan Adnan yang terlihat sempurna itu melalui banyak badai dan jalan yang terjal. Tentunya dia tak mau lagi Alister menjadi sebab dari kehancuran Adnan untuk yang kesekian kalinya. Dia sadar benar, esok akan ada masa dimana sahabatnya itu hancur atas keputusannya sendiri. Dia juga tak menyangka jika Alister dan Adnan saling jatuh cinta sedalam ini. Apalagi Adnan yang akan melakukan apapun untuk Alister. Termasuk mengasingkan Pras secara diam-diam. Sehingga hidup Alister bisa berjalan normal seperti sekarang.
Adnan dan dirinya memang bukan manusia yang baik, tapi dia bisa menjamin bahwa Adnan adalah manusia paling tulus yang pernah dia temui. Itulah sebabnya dia mau berteman dengan Adnan hingga sekarang.
"Gue ngga pernah ngerasa sebahagia ini selama hidup..." ucap Adnan, dia menatap Danu sebentar dan kembali menatap kedepan.
Danu juga sepakat dengan hal itu. Adnan tampak lebih hidup bersama Alister. Pekerjaan lelaki itu juga semakin banyak karena energinya juga bertambah. Bahkan Danu bisa melihat Adnan jarang sekali pergi ke Bar seperti sebelum-sebelumnya karena alasan pekerjaan. Sahabatnya itu akan pulang di sore hari atau sesekali di malam hari dan berangkat keesokan harinya dengan suasana hati yang baik. Tak lain tak bukan karena Alister.
"Tapi bahagia lo hasil dari ngerebut kebahagian orang lain" ucap Danu, walau bagaimanapun dia harus mengingatkan posisi Alister yang sudah mempunyai kekasih, yaitu Adik dari lelaki itu sendiri.
"Gue ngga tau mesti gimana, Dan. Gue mau Alister sebesar itu. Gue ngga bisa lepasin dia"
"Tapi lo harus inget tujuan lo, Nan. Kalian bareng karna permintaan Tante!"
"Gue sayang sama Alister"
"Gue tau. Gue juga bisa liat. Tapi gimana kalo Alister tau?"
Adnan membuang muka keluar. Dia sudah hampir lupa dengan tujuan awalnya. Karena memang dia sudah tak ingin mengingat hal itu. Sekarang yang dia lakukan adalah karena Alister. Karena dia mencintai lelaki lugu itu.
"Dia ngga akan tau kalo lo ngga ngasih tau"
"Sekarang mungkin iya, tapi kalo suatu saat justru dia tau sendiri. Lo mau apa?"
"Gue ngga tau..."
Keheningan mulai menyelimuti mereka berdua. Danu menatap sebentar pada Adnan. Dia menghela nafas kasar.
"Kalo emang lo mau Alister. Lo harus sanggup ngelawan Tante Rena" ucap Danu.
"Ngga semudah itu, Dan. Ibu bukan seseorang yang bisa gue lawan. Bukan karena gue ngga mau, tapi gue ngga bisa" timpal Adnan.
Danu sudah yakin kalimat sejenis itulah yang akan keluar dari mulut seorang Adnan. Mengingat Renata adalah satu-satunya yang Adnan sayangi sebelum bertemu dengan Alister. Renata adalah segalanya untuk Adnan.
"Gue akan cari jalan keluar lain. Gue ngga bisa kalo harus milih antara Ibu sama Alister..."
Danu hanya diam. Dia sudah berusaha untuk mengingatkan tetapi sepertinya perasaan yang Adnan miliki untuk Alister lebih besar sehingga dia memilih mengambil segala resiko termasuk kehilangan Alister nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
everything, in time.
FanfictionAdnan Juan, namanya berhembus kencang beberapa bulan belakangan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Muda dan menyenangkan, kata sebagian besar Mahasiswa dan Dosen disana. Tapi tidak bagi Alister, karena nama lelaki tersebut entah kenapa mampu membuatnya...