Alister menatap Adnan yang berada tepat duduk didepannya. Lelaki itu dengan telaten dan penuh hati-hati membersihkan lukanya dan mengoleskan obat luka disana. Dia memang menolak diperiksa karena memang tak ada yang parah kecuali ujung bibirnya yang pecah. Dan beberapa lebam di tubuh.
Alister mengepalkan tangannya kuat di atas paha. Jantungnya bertalu merasakan kehadiran Adnan yang sedekat ini setelah satu bulan lebih absen dari peredaran hidupnya. Dia tak menyangka Adnan akan muncul di detik-detik Pras menghabisinya juga Ibunya. Sedetik saja Adnan terlambat, dia yakin kini dia hanya tinggal nama.
"Kenapa kamu bisa tau Bapak ke rumah?" tanya Alister pelan.
Adnan menurunkan pandangannya tepat di netra hitam bening milik Alister. Mata milik kekasihnya itu masih tampak jernih walau lelah terpancar nyata. Adnan tak menjawab pertanyaan Alister, dia justru kembali mengoles ujung bibirnya dengan obat.
Setelah selesai dengan pekerjaannya, Adnan kembali memasukkan peralatannya kedalam plastik.
"Kalo emang kamu ngga berniat tinggal, berhenti bikin aku berharap, Ju..." ucap Alister lagi. Kini matanya memanas menatap Adnan yang tampak tenang di tempatnya.
Adnan memutar tubuhnya menatap Alister yang sudah meneteskan air mata. Dia mendekat, tangannya mengusap lembut air mata yang perlahan luruh dari kedua mata lelakinya. Di tatapnya dalam setiap inci wajah Alister dengan seksama. Mata yang tampak lelah itu menyadarkannya bahwa Alister tentu saya merasakan apa yang dia rasakan.
"Kamu udah ngga tidur berapa hari?" tanya Adnan. Dia menyunggingkan senyum tipis.
Alister seperti tercekat, semua kalimat yang akan dia keluarkan tertahan diujung lidahnya. Mendapat perhatian kecil seperti ini saja mampu membuatnya berharap banyak. Hatinya menghangat dengan sendirinya.
Tak terhitung berapa hari dia tak memejamkan matanya secara layak. Dia menghabiskan waktu untuk bekerja dan belajar mencari distraksi pada semua hal yang dia bisa hingga tertidur ketika matanya mulai lelah sendiri. Dia hanya membiarkan tubuhnya lelah hingga tak sadar tertidur.
"Makan dulu ya? Aku udah beliin kamu nasi ayam" ucap Adnan.
"Ju..."
"Aku disini sayang, aku ngga akan kemana-mana lagi" potong Adnan cepat. Dia tersenyum pada Alister yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Perlahan tangannya meraih milik Alister diatas pangkuan. Diusapnya lembut punggung tangan Alister.
"Maaf aku sempet mau nyerah sama kita. Tapi Aku janji, mulai sekarang aku akan lakuin apapun untuk bisa bikin kita bertahan" ucap Adnan tegas.
"Kamu ngga akan ninggalin aku lagi?" tanya Alister dengan bibir bergetar.
"Ngga akan. Aku akan ada terus sama kamu" jawab Adnan penuh keyakinan. Dia sudah memutuskan untuk melangkah dan menerjang apapun demi Alister.
Adnan mendekat untuk memeluk tubuh Alister dengan erat. Tangannya pelan mengusap surai kekasihnya yang mulai menangis tersedu-sedu. Dia ikut merasakan sakit hati yang Alister rasakan lewat tangisan. Alister menangis keras hingga terdengar nafasnya tersendat oleh air mata.
"Aku ngga bisa tanpa kamu... Bahkan Aku ngga sanggup buat jagain Ibu..." ucap Alister ditengah pilu tangisnya.
Adnan hanya terus mengusap lembut punggung dan surai belakang Alister. Memberi kenyamanan lewat kelembutan gerakan tangannya.
"Aku sayang sama kamu..."
Adnan semakin mengeratkan pelukannya. Mengecupi lembut pundak lebar kekasihnya. Dia tau betul Alister sedang berada di situasi yang sangat membutuhkan dukungan moral dan afeksi yang lebih banyak daripada biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
everything, in time.
FanficAdnan Juan, namanya berhembus kencang beberapa bulan belakangan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Muda dan menyenangkan, kata sebagian besar Mahasiswa dan Dosen disana. Tapi tidak bagi Alister, karena nama lelaki tersebut entah kenapa mampu membuatnya...