Bagian 23

403 40 28
                                    

"Biar Ibu aja, Rin" ucap Renata menghentikan pergerakan Karin yang hendak membuka kamarnya bersama Hendrik.

"Tapi, Bu..." cicit Karin. Renata diam tanda tak mau dibantah.

Karin yang memang agak segan dengan Ibu tirinya itu langsung berpamitan menghentikan usahanya yang ingin menemui Ayahnya.

Renata membuka pintu kamarnya dan segera menuju meja rias untuk membersihkan wajahnya dari riasan. Menghiraukan keberadaan Hendrik di ruangan yang sama. Dilihat dari wajahnya, lelaki itu jelas sakit hati dengan ucapan Adnan yang terlampau tajam. Tapi toh Hendrik memang pantas mendapat perlakuan sedemikian rupa.

"Itu akibatnya kalo kamu selalu belain dia. Adnan jadi kasar dan ngga punya sopan santun sama orang tua" ucap Hendrik pada Renata.

Renata diam sebentar, melirik pada Hendrik dari kaca. Lelaki itu sedang duduk mengamatinya. Renata lalu kembali pada  kegiatannya melepas anting tak menanggapi ucapan Hendrik sama sekali. Sudah terlalu sering lelaki itu protes akan hal yang sama.

"Coba aja kalo kamu ngga bolehin dia ke London. Pasti aku sama Adnan udah baikkan. Ngga seperti sekarang, hampir tiap hari berantem" ucap Hendrik kesal bercampur sedih karena anak lelaki satu-satunya masih terus membencinya setelah puluhan tahun berlalu.

Renata lagi-lagi hanya diam sambil membersihkan wajahnya. Dia terlalu muak mendengar kalimat Hendrik yang mengeluhkan hal yang sama.

"Dia kelamaan jauh dari kita, makanya kurang kasih sayang orang tua"

Renata yang sudah muak dengan ucapan Hendrik lalu berdiri menatap suaminya tajam. Dia melipat kedua tangannya, bersiap menyemburkan api amarah yang sudah dia tahan sejak menginjakkan kaki di kamar ini.

"Udah?" tanya Renata dingin. Dia lalu tersenyum miring menatap suaminya yang dulu dia cintai sepenuh hati. Tak menyangka dia bisa menikahi lelaki bajingan dan tak tau malu seperti Hendrik.

"Kamu sadar ngga sih? semuanya kacau juga awalnya dari kamu" tandas Renata tajam. Dia kembali pada masa dimana untuk pertama kalinya mereka bertengkar hebat setelah menikah beberapa tahun. Dan hari itulah yang memantik keributan hingga sekarang. Banyak hari-hari dimana mereka berdua saling beradu argumen.

Mata mereka saling mengunci satu sama lain, "Siapa yang tiba-tiba selingkuh? siapa yang tiba-tiba dateng bawa anak selingkuhannya untuk tinggal bareng? siapa yang lebih sayang sama anak selingkuhannya daripada anak sendiri? siapa?!" tantang Renata. Matanya memerah menahan diri agar tak semakin meledak.

"Kita udah bahas ini, Sayang! Aku terpaksa bawa Karin karna Ibunya depresi dan ngga mungkin ngerawat dia!" ucap Hendrik frustasi. Dia sudah menjelaskan beribu kali dan selalu mendapatkan respon yang sama.

"Dan milih buat ngerusak mental anak kamu sendiri" ucapan Renata semakin tajam masuk kedalam telinga.

"Re, aku ngga bisa ninggalin dia—"

"Banyak panti asuhan, keluarga dia juga banyak. Terus kamu milih bawa dia kesini?"

"Tapi dia darah dagingku, Re"

"Iya aku tau itu. Maka dari itu, rasa jijikku sama tiap ngeliat kalian berdua"

"Re, Aku harus minta maaf gimana lagi supaya kamu maafin aku?" ucap Hendrik lemah. Dia sungguh merindukan Renata, istrinya yang menyenangkan.

"Kamu selingkuh Hendrik. Dan fakta itu ngga akan berubah sampe kapanpun. Bahkan ketika kamu udah sujud di kaki kita berdua"

Hendrik meremas seprei kasurnya kuat. Mendengar ucapan Renata sungguh mampu membuat hati seperti di remas. Dia sudah kehilangan istrinya yang manis dan penuh kasih sayang. Kini Renata berubah menjadi manusia dingin jika bersamanya. Perempuan itu sedari awal mengetahui perselingkuhannya dengan tegas mempertahankan rumah tangga ini hanya karena Adnan.

everything, in time. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang