Adnan membuka pintu mobil dan berjalan keluar. Langkahnya berhenti tepat didepan mobilnya. Berdirilah ia didepan gedung bertuliskan Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan aksen hitam mewah yang mengkilat. Sepertinya arsitek yang dipilih oleh mereka bukan arsitek sembarangan mengingat selera keluarganya yang tak pernah tanggung-tangung.
Dia mengedarkan pandangan menatap mahasiswa-mahasiswi yang berlalu lalang dengan model pakaian yang monoton, kemeja dengan celana atau rok bahan. Beberapa juga ada yang menggunakan jeans. Siapa juga yang mencetus hal jelek seperti itu? dia sangat tidak menyukai kekakuan hidup manusia seperti ini.
Adnan menghembuskan nafas kasar mengingat dia akan bekerja di lingkungan yang sungguh membosankan seperti ini. Mengajar tentu bukan keahliannya tapi takdirnya seperti sudah di setting sedari lahir.
Langkah panjangnya ia bawa menyusuri koridor yang cukup ramai di jam yang masih pagi ini. Banyak mahasiswa berlalu lalang, ada pula yang duduk terdiam dengan buku di tangan, atau seseorang yang sedang berlari kencang menuju kelasnya. Entahlah, dia sudah cukup sering melihat kesibukan manusia-manusia dengan bentuk yang berbeda.
"Pak Adnan!" Adnan memutar tubuh menatap seorang pria paruh baya yang berjalan cepat menuju dirinya dengan senyum lebar. Senyuman palsu yang sudah dia hafal. Siapa dirinya sedikit demi sedikit membuat Adnan bisa memilah siapa yang tulus dan tidak.
"Perkenalkan saya Rahman, Dekan FEB. Mungkin bapak belum mengenal saya, tapi sepertinya saya tidak salah mengenali anda" ucap lelaki di sampingnya.
Adnan menerima jabat tangan yang disodorkan, dan jangan lupakan senyuman palsu yang juga ia punya sedari muda.
"Bapak tidak salah orang, saya Adnan. Tapi akan lebih baik jika memanggil saya dengan sebutan Juan" ucap Adnan tenang dan mendayu.
"Mohon maaf Pak Juan, saya kira memang panggilan anda Adnan"
"Khusus untuk keluarga saya"
Mereka saling melempar senyum. Dan berjalan beriringan menuju kantor tempat Adnan beristirahat.
"Kalo boleh saya tau, kenapa Bapak menolak menempati jabatan Dekan yang diberikan, Pak?"
Adnan tersenyum miring tanpa menatap lelaki di sampingnya, "Karna Anda tentu lebih berhak dan berkompeten, Pak Rahman" ucapnya. Rahman tentu saya sangat tersanjung dengan mulut manis Adnan.
"Anda terlalu berlebihan, Pak"
Adnan lagi-lagi hanya diam. Dalam hati merutuki lelaki tua di sampingnya yang penuh dengan basa basi tak penting dan memuakkan.
"Selamat pagi, Pak" seseorang perempuan menyapa ketika mereka sampai di sebuah ruangan beruliskan Dekanat. Adnan mencibir karena bangunan ini sudah terlalu tua jika dibandingkan dengan bangunan di Fakultas lain. Terutama Fakultas Kedokteran yang baru saja dia lewati beberapa puluh menit yang lalu.
"Pagi, Alisya. Perkenalkan ini Bapak Juan, cucu—"
"Senang bertemu dengan Anda Ibu Alisya" potong Adnan. Dalam hati di mengutuk lelaki tua didepannya yang hampir saja merusak rencananya. Dia juga cukup kesal karena mungkin Kakeknya tidak mendengarkan permintaannya.
"Senang juga bertemu dengan Bapak Juan"
"Oh iya, Pak Juan ini yang akan menggantikan Ibu Lilia sebagai Dekan bidang kemahasiswaan"
"Infonya sudah menyebar dari satu bulan yang lalu, Pak" ucap Alisya jenaka. Tentu saja hal sepenting itu sudah berhembus kencang beritanya. Apalagi mengingat seseorang yang ditunjuk adalah orang baru yang sama sekali tidak familiar di kalangan mereka.
"Ya sudah, mari Pak Juan saya antarkan ke ruangan Anda"
Adnan mengangguk sebagai bentuk sopan santun pada Alisya, lalu langkahnya mengekori Rahman yang berjalan menuju ruangan di paling pojok.
KAMU SEDANG MEMBACA
everything, in time.
FanficAdnan Juan, namanya berhembus kencang beberapa bulan belakangan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Muda dan menyenangkan, kata sebagian besar Mahasiswa dan Dosen disana. Tapi tidak bagi Alister, karena nama lelaki tersebut entah kenapa mampu membuatnya...