Kejadian konyol

6.5K 379 13
                                    

Marcell masih menggenggam tangan Lio dengan hati-hati, dan sebelah tangannya juga sudah siap dengan sebilah pisau lipatnya. Masih berada di posisi yang sama dan di tempat yang sama pula. "Masih tidak ingin menjawab hm?" Pertanyaan ketiga kalinya Marcell layangkan pada sosok remaja yang masih bergeming di tempatnya. Marcell heran, setebal itukah kesabarannya? Atau memang hanya untuk bocah ini saja?

Lio bingung, hanya masalah begini dia harus seperti ini? Emang boleh dia diperlakukan begini? Astaga sungguh Lio tidak habis pikir dengan orang berwajah tembok itu. Daripada mendapatkan masalah, lebih baik dia memperlihatkan wajah memelasnya dan semoga titan ini luluh agar Lio bisa kabur. "Kak, ma-maaf" dengan bibir melengkung kebawah, Lio berusaha berakting dengan baik agar rencananya berjalan mulus.

Deg.

Ada debaran aneh di dadanya ketika mendengar remaja itu memanggil sepenggal kata 'kak'. Euforianya sampai berasa di perut, semacam ada kupu-kupu menggelitik. "Coba ulangi!!" Titahnya tidak sabaran, Marcell tidak bisa mengontrol mimik wajahnya yang dingin kini berubah tegang, "katakan sekali lagi" desaknya yang tanpa sadar meremat kuat tangan sipaling muda.

Lio meringis ini sungguh menyakitkan, kenapa orang didepannya ini terlalu memperbesar masalah sih, "sshh, sak-sakit kak" sungguh Lio kini merasa kesakitan yang tidak dibuat-buat, Marcell sadar apa yang telah dilakukannya telah menyakiti anak manis ini. Melepas cekalannya dan sedikit ling-lung, sial kenapa dia bisa seperti ini?  Melihat adanya kesempatan, Lio langsung berlari sekuat mungkin tanpa peduli dengan belanjaannya itu.

"Sial!!" Maki Marcell setelah sadar bahwa Lio sudah tidak berada di hadapannya lagi, meninju pintu kulkas tidak bersalah itu sampai retak. Dan menendang apapun yang berada di disekitarnya. Orang-orang yang menyaksikan itu segera mungkin membubarkan diri, takut jadi sasaran kemarahan sang tuan muda Alexander.

Urat-urat lehernya menonjol menandakan seberapa besar emosinya, wajah tampan itu memerah dan kepalan tangannya mengerat. Baru sekali ini Marcell merasa lengah, kenapa membunuh musuh semudah itu? Tapi kenapa tidak bisa mengetahui nama anak yang berada dalam genggamannya tadi? Niatnya datang ke supermarket untuk membeli sebotol coffee instant, akhir-akhir ini pekerjaan sedikit banyak, bukan hanya sebagai pemilik rumah sakit, tapi Marcell juga mengelola beberapa restoran dibeberapa tempat di indonesia. Maunya merilekskan pikiran, tapi malah tambah banyak pikiran.

"I'll get you brat, if that happens I won't let you go" seringai itu lagi tercipta dari bibir sexy milik Marcell.

"Anjing-anjing, bjirrrlah itu orang." Umpatnya dengan kasar, kini Lio sedang duduk di taman yang sangat jaaauuuhh dari kostnya. "Kenapa sih hidup gue akhir-akhir ini sial banget elah!!" Nafas kasarnya terhembus, "cukup Kenzi dan teman-temannya, gue nggak mau ketemu sama orang yang sejenis itu lagi". Kenapa Lio memiiki feeling bakal ketemu mereka lagi. Dan feelingnya sejauh ini banyak yang terjadi.

"Mau ketemu ayah-bunda" remaja tanggung itu berlalu dan menaiki kuda besinya, untuk berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir kedua orangtuanya. Yang tidak terlalu jauh dari kost-annya itu.

"Assalamualaikum ayah-bunda, Lio datang lagi, maaf ya kalau Lio jarang datang hehehe" kekehan keluar dari bibirnya, tapi air mata juga menyambangi senyumnya. "Li-Lio kangen hiks, kena-kenapa kalian nggak pernah datang ke mimpinya Lio" pertahanannya jatuh bersamaan air hujan kembali membasahi bumi, seakan-akan menyamarkan tangis pilunya. Badannya bergetar hebat, racauannya menyakitkan, bajunya dan celananya kotor bersatu dengan tanah. "Lio tidak kuat bun, Lio butuh ayah. Lio masih butuh kasih-sayang kalian, kadang Lio iri sama temen-temen yang setiap pembagian raport orang tua mereka selalu dateng. Lio pengen juga hiks"

Arlio Pradipta AlexanderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang