Marcell dan Lio akan kembali ke mansion setelah memenuhi keinginan adiknya ingin melihat sunset, yang gagal kemarin karena tindak ceroboh anak itu sendiri.
Waktu menunjukkan 09.00 pagi, masih ada beberapa jam untuk healing sejenak, menepi dari keriuhan kota, dan menjernihkan pikiran yang terlalu kusut.
Lio duduk di meja pantry, menghadap sang kakak yang sibuk berkutat dengan peralatan masak. Kepalanya bergerak sesuai kemana kakaknya itu bergerak, ingin melihat proses memasaknya. Kakinya terayun seirama pergerakan tubuhnya.
"Kak Acel pinter masak juga yah ternyata? Aku kira cuman kak Leon aja yang bisa!" Celetuknya ketika masakan yang sudah matang di tata diatas meja.
Aroma nasi goreng yang begitu menggugah selera, Lio merasa cacing-cacingnya sudah berdemo minta diisi.
Marcell menghampiri sang adik, mengukung tubuh kecilnya, Lio begitu terlihat mungil diantara keluarga barunya. Mengerjap beberapa kali, dan menatap sang kakak dengan polos, rambut coklatnya sedikit berantakan, dan wajah bangun tidur masih terlihat, tidak sempat untuk mandi sebab laparnya tidak bisa ditahannya lagi. Beda dengan Marcell yang sudah begitu segar dan tampan menawan.
"Leon pernah memasak untukmu?" Tanya Marcell, tatapannya menghunus ke arah sang adik dan dibalas anggukan kepala.
"Kapan?" Mengikis jarak antara mereka, Marcell berbisik diantara telinga dan bahu adiknya. Menghirup aroma manis yang entah sejak kapan menjadi candunya.
"Di kost!" Lio merasa sekujur tubuhnya meremang, ketika sang kakak menghembuskan nafas di perpotongan lehernya.
"Kakak!!" Panggilnya mencicit, menarik diri Marcell ingin tertawa melihat raut wajah tegang miliknya. Mendengus jengkel, ketika mengingat dia berada satu langkah dibelakang adik pertamanya.
Menggendong Lio ala koala seperti sudah menjadi sebuah rutinitasnya, dan Lio juga tidak bisa berbuat banyak, ingin memberontak hasilnya dia akan tetap di gendong.
"Tidak berat apa?" Tanya Lio menyamankan dirinya.
"Tidak sama sekali. Tubuh ini harus lebih diberi gizi lagi, sehingga tidak seringan ini!" Jawabnya yang dihadiahi cubitan kecil pada lengannya.
Cemburut, Lio memalingkan wajahnya ketika sudah duduk di kursi.
"Kenapa semua orang bilang aku ringan? Kak Rius ngomong kayak gitu juga waktu itu!" Jengkelnya, memanyunkan bibirnya.
"Jangan berekspresi seperti itu, mau kakak cium hm?" Godanya sambil memajukan tubuhnya, karena keduanya duduk saling berdampingan dan pesisir pantai sebagai objeknya pagi ini.
Lio mendelik, sedikit menggeser kursinya agar sedikit menjauh dari sang kakak, dan melahap sarapannya dengan tenang, tidak menghiraukan Marcell yang kini sudah bertopang dagu untuk menatapnya.
Sudah dua kali Lio mencicipi makanan hasil kerja keras kedua kakaknya, dan hasilnya sama, sama-sama enak. Jika bersama Leon waktu itu sebelum menjadi keluarga, maka dengan Marcell, sudah resmi menjadi bagian Alexander. Setelah ini, Lio ingin mencicipi masakan dari ketiga anggota keluarganya yang lain.
Villa yang mereka tempati, sebenarnya ada seseorang yang dipercayai untuk mengurus villa itu, tapi Marcell tidak meminta bantuan untuk disiapkan makanan atau kebutuhan lainnya. Karena dia mempunyai sedikit bakat dalam urusan dapur, saking seringnya tidak pulang ke mansion mengharuskan Marcell membuat makanannya sendiri, jika harus keluar atau bertemu dengan orang lain membuatnya menjadi malas. Dan juga ingin semua kebutuhan adiknya, dia yang mengurus apapun itu.
~~
Setelah mandi dan memakai pakaian oversize dan sneakers putih yang senada dengan warna hoodienya, Lio kini duduk dipinggir ranjang, menerawang kedepan dengan keputusannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arlio Pradipta Alexander
FanfictionArlio Pradipta namanya, bocah 17 tahun yang tinggal seorang diri karena kedua orang tuanya meninggal dunia akibat kecelakaan beruntun. Pemuda tampan tapi sedikit menyerempet cantik ada sedikit lucunya, anak beraura goodboy tapi berjiwa badboy. Arlio...