Go back home

5.5K 399 47
                                    

Lio tidak tau sekarang sudah jam berapa, dikarenakan suasana dalam hutan ini tetap gelap diakibatkan oleh pohon-pohon besar yang menjulang. Badannya linu dan baru kerasa perihnya, tubuhnya dia sandarkan pada sebatang pohon, setelah merasa aman dan jauh dari mansion, tenaganya terkuras habis, tenggorokannya terasa kering dan sesekali terbatuk. Nafasnya tersengal saling mengejar, sungguh Lio menyesal telah nekat melakukan aksi kaburnya.

"Ini-nih, beneran gueh mati konyol disinih hah-hah" racauannya dengan nafas berantakan. Selain sakit pada tubuhnya, Lio juga merasa lapar. Dia ingat, terakhir makan kemarin siang.

"Sial banget dah nasib gue!! Ini keluar dari sarang mafia, malah masuk sarang hewan buas" tangannya terangkat untuk mengelus dadanya yang sedikit sesak, ingat Lio itu punya alergi pada cuaca dingin, dan sekarang sudah beberapa jam dia diluar ruangan.

Masalah tiap malam dia bisa balapan tanpa ada kendala, itu semua sudah diatur oleh Angga dan Ghiffa. Keduanya sepakat membawa jaket musim dingin ala-ala korea, dan juga hotpad yang mereka bawa setiap waktunya untuk berjaga-jaga.

"Kalau Ghiffa taukh  gueh kedi-kedinginan kayakh gini nih, pasti dah ngamok. Ditambah cerocosan Angga. Me-meraka nya-nyariin gueh nggak ya? Hufftt " Lio kedinginan, pelukan pada tubuhnya dieratkannya, giginya bergemelatuk, rasa pedih dan linu di sekujur badannya semakin menyiksanya, jangan lupa dengan kakinya yang terkilir kini membengkak.

"Yaallah, Lio belum mau mati. Lio belum bahagia, Ghiffa, Angga. Lio ta-takut" racaunya lirih, sebelum kegelapan menarik dirinya untuk tertidur.

Sedangkan di sisi lain, Angga dan Ghiffa kini berada di kost Lio, untuk memeriksa kembali jika sang penghuni sudah pulang, berharap Lio menatap mereka dengan sorot tidak bersalahnya atau memberikan mereka cengiran smile box dengan deretan gigi rapinya. Tapi nihil, Lio seperti hilang tanpa jejak.

Kedua anak adam itu semakin panik ketika tidak menemukan jejak kepulangan sang sahabat. Angga sudah bertanya pada tetangga kost Lio, atau ibu kostnya, tetapi jawaban mereka 'belum melihat Lio pulang' jawaban yang tidak membuat rasa gusar dihati mereka membaik.

"Nih anak kemana sih!!?" Geram Ghiffa sambil menonjok tembok sebagai bentuk rasa khawatirnya. "Pergi nggak bilang-bilang. Nggak ada kabar. Mana hpnya nggak diaktifin lagi." Menyugar rambutnya, Ghiffa duduk di sofa kecil yang tersedia di ruang sepetak itu.

"Jangan-jangan Lio ke keluarganya lagi?" Timpal Angga. Tangannya mengambil kotak p3k yang tersimpan dibawah meja, dan menarik perlahan tangan Ghiffa yang terlihat memar. Ghiffa yang terluka tapi Angga yang meringis. Ghiffa menyandarkan kepalanya di sofa, memejam guna meredakan gejolak amarahnya yang entah dia tujukan pada siapa. Angga diam, masih sibuk mengobati luka sang sahabat.

"Keluarga? Sejak kapan Lio punya keluarga lagi? Setelah kematian ayah dan bundanya?" Angga membatu, teringat jelas bagaimana penolakan yang diterima Lio waktu dua tahun lalu. Anak yang seharusnya diberikan kasih sayang, penopang untuk hidup, malah mereka yang menjatuhkan mental tersebut. "Keluarga Lio hanya kita berdua. Nggak ada orang lain. Kalau ada yang mau Lio jadi bagian dari mereka, mereka harus berhadapan dengan kita terlebih dulu" pungkas Ghiffa yang kini fokusnya tertuju pada Angga.

"Termaksud keluarga Alexander?" Tanya Angga. Kening Ghiffa mengernyit. Alexander? Ada hubungan apa? Tapi tidak lama kemudian matanya membola, setelah mengingat kakak kelasnya ada yang keturunan Alexander.

"Kenapa dengan keluarga Alexander?" Tanya Ghiffa berusaha menyingkirkan scenario yang benar-benar akan terjadi.

Sebelum menjawab, Angga terlebih dulu memperbaiki posisi duduknya, menarik nafas dalam-dalam dan dia hembuskan secara perlahan. Itu membuat Ghiffa merolingkan matanya malas. "Cepetan bjing" muak dan kesal bercokol menjadi satu. Ghiffa mode 'senggol bacok'

Arlio Pradipta AlexanderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang