Pendekatan

1.4K 225 35
                                    

Kondisi tubuh Lio sudah membaik, suhu tubuhnya juga sudah normal. Anak bungsu dari Andreas itu, kini terjebak bersama tiga nyonya besar Alexander di mansion.

Hari ini, merupakan hari senin. Semua pria Alexander kini pergi ketempat tujuannya masing-masing; Kenzi dengan sekolahnya, Darius, Marcell, dan Leon, pergi ke perusahaannya, sedangkan empat tetua lainnya memutuskan untuk ikut ke perusahaan milik sang tuan rumah, Andreas. Untuk membicarakan bisnis dan hal tertentu.

Kenapa Lio tidak berangkat sekolah juga?

Karena itu permintaan dari nyonya besar; Jesicca, sang oma. Yang menyuruhnya untuk beristirahat lebih, dan ingin mengakrabkan diri dengan cucu barunya. Tentunya diawal Lio menolak, karena dia merasa sudah baik-baik saja dan bisa pergi ke sekolah, tapi apalah dayanya tidak tega melihat tatapan sedih dari wanita tua itu, jika dia menolak permintaannya.

"Lihat, apa yang mami bawa?" Suara dari Amber, mengalihkan atensi Lio dari siaran TV yang menayangkan film animasi. Indera penciumannya langsung berfungsi dengan baik, ketika aroma kue yang begitu menggugah selera.

"Terima kasih, tante" ucapnya, ingin mengambil piring yang berisi kue brownies coklat itu, tapi belum sampai tangannya memegang piring, Amber menarik piring tersebut dari jangkauan sang anak. Lio mengernyit tidak mengerti, ada apa? Pikirnya.

"Bukan tante, tapi mama. Mengerti?" Tukas Amber menyorot kearah yang termuda.

"Iya!" Cicit Lio, canggung, belum terbiasa.

"Iya apa?" Tuntut menantu tertua Alexander.

Membasahi bibirnya sejenak, Lio menatap wajah wanita cantik yang mengaku sebagai mamanya. Menguatkan hati, karena ini bentuk kesopanannya pada pemilik rumah. "Iya, mama" dengan sekali tarikan nafas, Lio bisa mengucapkan kata 'mama' pada orang lain.

Alih-alih memberikan piring yang berisi brownies, wanita itu menyimpannya terlebih dulu diatas meja, dan menarik lembut remaja tanggung itu masuk dalam pelukan hangatnya. Tangan lentiknya mengusap dari rambut sampai bahu sang anak penuh dengan afeksi kasih sayang, Lio mematung, menikmati setiap sentuhan dari seseorang yang dia panggil mama ini. Rasanya hangat dan begitu menenangkan.

Amber tau, kalau Lio masih sukar dengan keadaan seperti ini. Anak itu belum genap beberapa hari disini dan belum berinteraksi lebih pada keluarga intinya, dan kehadiran mereka pasti memberatkan pikiran anak yang terlihat ringkih itu.

Mendengar cerita dari anaknya yang lain, tentang bagaimana perlakuan keluarga kandung bungsunya, membuat Amber ingin sekali menampar wajah wanita-wanita bodoh itu. Sangat pasti, Lio tidak mudah mempercayai orang lain apalagi bertitle keluarga.

"Mama tau, kamu pasti berat dengan semua ini kan? Pasti kamu belum bisa mencerna dengan baik apa yang terjadi! Tapi apapun itu, kami semua wengwelcome kamu di keluarga ini, jangan takut lagi atau merasa sendiri, kamu mempunyai; satu kakek, tiga ayah, satu oma, dua mama, dan delapan kakak. Jadi apapun yang menggangu otak kecilmu katakan pada kami, mereka yang berlaku sesukanya padamu tidak pantas kamu panggil keluarga." Jelas Amber sambil menumpu dagunya pada kepala putranya, dia bisa mencium aroma mint dari rambut anaknya.

Lio mendengar dengan baik tiap prakata dari ucapan mamanya, ada air mata yang mengalir, bukan air mata menyedihkan tapi air mata kelegaan, dimana dia bisa diterima baik oleh orang-orang yang mengaku sebagai keluarganya tanpa ada ikatan darah.

Mengingat perlakuan dari kedua pihak keluarganya, membuat Lio sakit hati, sebeban itu kah dia sampai mereka memutuskan hubungan keluarga? Itu yang membuat Lio menjadi tidak mudah percaya pada orang lain, jangankan percaya pada orang lain, kadang dia juga tidak percaya pada dirinya sendiri.

Arlio Pradipta AlexanderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang