10

53.2K 681 53
                                    

HAPPY READINGS!!!

***

"Dia siapa, sayang?" Tanya Naira kala menyambut Laura yang baru pulang sekolah. Wanita paruh baya itu mengalihkan pandangannya pada sosok Dion yang berdiri di belakang Keenan dengan keadaan yang babak belur.

Keenan tersenyum, "Nanti Keenan yang jelasin, Ma."

"Sekarang, biarin Laura obatin luka nya Dion, boleh?"

Naira mengangguk kecil. Ia bahkan langsung menghampiri Dion dan kini keduanya saling berhadapan, Dion seketika tertunduk canggung sekaligus malu untuk menunjukkan wajahnya. Ternyata, memang, dilihat dari mana pun juga, Laura adalah versi kecil dari sosok sang Ibu.

"Laura kamu ga ikut-ikutan buat ngerjain dia, kan? Apalagi, setau Mama kamu itu temenan sama anak-anak yang lumayan jail di sekolahan."

Laura membulatkan matanya, dengan cepat ia menggeleng dan mendekati sang Mama.

"Aku ga ngapa-ngapain, Ma. Aku yang udah nolongin Dion supaya berhenti di pukulin. Aku berani sumpah kalo Mama ga percaya sama aku."

Naira terkekeh, "Yaudah iya, Mama percaya ko..."

"Sekarang ajakin dia ke kamar kamu, obatin luka nya yang bener. Nanti Mama bawain makanan buat kalian."

Laura tersenyum dan mengangguk semangat, sementara Dion masih terdiam dan tak mengatakan apapun sedari tadi. Ya wajar saja kan? Dion memang irit bicara dan hanya bisa diam saja dalam situasi apapun. Tapi, Dion yang merasakan aura hangat dari wanita paruh baya di depannya, mengingat kan Dion pada sosok Ibunya yang sudah tuhan ambil dari nya.

"Yaudah, yuk!" Ujar Laura seraya menarik lengan Dion.

Naira hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan putrinya yang agak pemaksa. Naira juga yakin jika Laura memaksa temannya itu untuk ikut ke rumahnya. Yasudahlah, Laura memang bukan tipe anak yang bisa dihentikan juga.

Disisi lain, setelah Laura pergi membawa Dion ke kamar. Keenan langsung mengajak sang Mama untuk duduk, menceritakan semuanya tentang apa yang terjadi kepada Dion sebenarnya. Bukan sekedar cerita saja, Keenan juga tau dari Laura sewaktu di perjalanan pulang tadi.

"Mama tau? Dion itu udah ga punya siapa-siapa, dia pergi sekolah terus pulang nya kerja. Dion juga sering banget dijadiin bahan jailan temennya Laura. Keenan tau ini karena Laura sendiri yang cerita."

Naira terdiam, namun raut wajahnya terlihat sangat terkejut.

"Dia kerja sebagai pelayan di resto tempat Keenan biasanya makan kalo diluar."

"Dion emang jarang bicara, mungkin karena dia terbiasa diperlakukan kurang baik sama temennya. Padahal, Keenan tau dia itu bisa ngelawan tapi ya kayaknya Dion gamau cari masalah."

Naira menghela napas, "Terus anak itu tinggal dimana?"

Keenan mengangkat kedua bahunya, Laura belum cerita tentang hal itu.

"Keenan gatau sih, tapi kayaknya Laura tau. Coba Mama nanti tanya ke Laura biar tau lebih jelas."

"Oh iya..."

"Papah belum pulang atau ada di kamar?" Tanya Keenan kemudian.

"Papah kamu belum pulang, katanya dia bakalan pulang telat. Kenapa emangnya?"

Keena tersenyum simpul, "Keenan cuma mau minta buat Papah bantu Dion. Seenggaknya kasih kerjaan yang layak buat Dion lah, Ma. Apalagi Dion juga harus biayain sekolahnya sendiri."

Naira terdiam sejenak, apa yang diungkapkan putra sulungnya ini ada benarnya juga. Gerald pasti tidak akan menolak permintaan tersebut, karena Naira tau, suaminya juga memiliki hati yang sangat baik meskipun tampangnya menyeramkan.

***

Di tempat lain, maksudnya di kamar Laura. Ini kedua kalinya Dion berada di tempat tersebut, benar kan? Waktu itu hanya sebentar karena Dion terus-terusan merengek ingin pulang. Tapi sekarang? Laura tidak akan melepaskannya begitu saja, apalagi kondisi Dion yang sekarang.

"Sini duduk, ngapain berdiri disitu sih!" Kesal Laura.

Yang awalnya diam saja, akhirnya duduk karena Dion juga tak mau jika nantinya dipaksa oleh Laura, lebih baik inisiatif nya sendiri saja.

Mereka duduk berdampingan, Laura langsung mencari kotak obat yang biasanya ia simpan dibawah ranjang. Karena memang setiap orang di rumah mempunyai kotak obatnya masing-masing atau disebut p3k, kan?

Laura tersenyum kala ia menemukan kotak p3k tersebut, ia langsung mengambilnya.

"Coba liat sini sobekan di bibirnya," tutur Laura.

Dion menggeleng, "Gausah..."

Laura mengernyit, menatap tajam Dion.

"Liat sini!" Kekeuh Laura.

Dion lagi-lagi menggeleng, ia bahkan menjauh dari Laura. Tapi, dengan cepat Laura menarik lengan Dion agar kembali mendekat. Laura tidak akan tinggal diam, ini juga demi kebaikan Dion, kan? Bisa iritasi jika luka itu tidak diobati meskipun luka kecil. Karena semua hal besar berawal dari yang kecil, benar?

"Bandel banget sih lo jadi cowok, nurut dikit lah!" Kesal Laura.

Meskipun agak kesal, tapi Laura langsung tersenyum penuh arti sambil menatap Dion.

"Lo kayaknya suka ya kalo gue nakalin dikit, bilang aja sih. Gue mau ko lakuinnya," ungkap Laura. Tau kan maksud nya?

Glek!

Dion hanya diam. Perkataan Laura bak sihir yang mampu mengendalikan Dion. Pada akhirnya, Dion pun bisa diobati dengan aman tanpa berontak atau komentar.

Setelah mengobati luka di ujung bibirnya Dion, Laura mendekati wajah Dion.

"Kayaknya besok juga sembuh deh..."

"Masih perih gak sih?" Tanya Laura.

Dion menggeleng pelan, "U-udah gak..."

"Makasih."

Senang? Tentu lah! Dion tak lagi terlihat canggung seperti awal-awal mereka kenal. Ada sedikit peningkatan, mungkin saja kedepannya Laura bisa tau seperti apa sosok Dion yang sebenernya. Karena, setiap orang memiliki sifat atau karakter berbeda untuk setiap orang yang berbeda juga. Jadi, Laura menunggu hal tersebut. Laura percaya, Dion itu tidaklah pendiam.

"Masih mikir mau kerja?" Tanya Laura setelah beberapa saat mereka saling diam.

Dion menghela napas singkat.

"Mending gausah deh, lo disini aja. Denger kan tadi apa kata Mama? Dia bakalan bikinin makanan buat lo juga, kalo sampe nolak, Mama pasti bakalan marah sama kecewa sih..."

Tidak ada respon, hanya tatapan saja yang Dion berikan. Sampai Laura gemas sendiri dengan sikap Dion yang satu ini. Apalagi tatapan Dion, menurut Laura sangatlah menarik.

Tanpa pikir panjang, Laura bangkit dan melepaskan rok abu-abu nya. Tenang, Laura masih memakai celana pendek, sepaha.

"Lo emamg kudu rada di nakalin dikit kayaknya biar banyak ngomong," ungkap Laura.

Gadis itu berdiri tepat di depan Dion yang duduk. Dengan cepat Laura duduk diatas pangkuan Dion.

"Eennngghhh..." bukan desahan, melainkan rintihan karena Laura [...]

***

SEE YOU NEXT PART!!!

Hussy Girl [21+] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang