Bab 4

402 66 25
                                    

"Pa, hari ini aku ulang tahun, lho. Mana ucapan ulang tahun buat aku?"

"Kamu sudah besar. Nggak penting ucapan ulang tahun segala. Jangan terlalu berlebihan."

"Tapi adikku dirayain. Kenapa aku enggak?"

"Dia ya dia. Kamu ya kamu. Jangan memperbesar masalah sepele. Papa tidak suka kamu begini."

Kilasan percakapan dirinya dan sang ayah beberapa tahun silam berputar di kepala. Saat itu Syailendra masih kecil, masih terlalu dini untuk memahami semuanya. Dari tahun ke tahun, ia selalu menunggu keluarganya mengucapkan selamat ulang tahun. Nyatanya, makin meningkat umur, ia jadi tahu arti dirinya di keluarga itu. Sampai akhirnya Syailendra terbiasa tidak menerima ucapan ulang tahun dari siapa pun. Ia mulai menganggap hari kelahiran bukanlah hal yang terlalu penting untuk dirayakan. Walau tak dipungkiri tiap hari ulang tahun datang ia merasa sakit. Oleh karena itulah Syailendra melupakan hari ulang tahunnya.

Dan hari ini, setelah 17 tahun hidup di bumi, Syailendra akhirnya mendapat ucapan selamat ulang tahun untuk pertama kalinya. Mungkin ini biasa bagi semua orang. Tapi bagi anak semenyedihkan dirinya, hal itu sangat berarti.

"Happy birthday! Sekali lagi makasih udah lahir ke bumi!" sorak Ratu heboh. Tiap kata dalam kalimatnya seolah menunjukkan betapa berharganya Syailendra. Betapa penting arti nyawanya bagi orang lain.

Lama Syailendra terdiam, hingga membuat Ratu bingung karena ucapannya tidak digubris.

"Hei, kenapa bengong? Aku benar kan? Kamu hari ini ulang tahun kan? Jangan bilang tanggal di kartu pelajar ini salah?" Ratu cemberut.

Syailendra menggeleng, menyembunyikan luka di baik wajah tenangnya. "Nggak salah. Ini benar hari ulang tahunku."

Senyum Ratu kembali. Gadis itu mengusap puncak kepala Syailendra dengan berani. Hal itu membuat Syailendra menoleh gugup.

"Janji sehabis ini kamu bakal lebih percaya diri. Okay?"

Syailendra menatap wajah cantik Ratu lekat-lekat.

"Fighting! Kamu harus jadi peserta utama bareng kita. Kamu harus ikut di perlombaan. Aku kepengen berjuang sama kamu. Please, please, please! Kamu layak, Syai. Percaya sama aku!"

Ratu mengoceh tanpa henti. Bibirnya mengerucut lucu. Seperti kucing yang tengah misuh-misuh di mata Syailendra.

"Kenapa ... kamu percaya aku ini mampu? Banyak yang lebih dari aku."

Ratu mengulur senyum manis. "Karena kamu memang pantas. Kamu layak."

Kata-kata itu mampu membuat dada Syailendra bergetar. Seolah ada semangat yang menyirami gersang hidupnya. Ia merasa terdorong untuk membuktikan diri bahwa dirinya memang layak. Setidaknya, kalau bukan untuk keluarga, ya ia akan membuktikan itu untuknya sendiri.

"Ya. Aku akan coba buktikan kalau aku pantas." Akhirnya keluar juga kata-kata itu dari mulut Syailendra.

Ratu tersenyum hangat. Ia ambil tangan Syailendra untuk digenggam. "Jadi, ayo kita berjuang sama-sama. Habis ini kita rayain kamu ya. Kamu harus dirayakan!"

****

Pulang sekolah, Ratu mengajak Syailendra mampir ke sebuah kafe. Kue ulang tahun kecil yang Ratu beli tadi ia letakkan di atas meja. Ada pula lilin angka tujuh belas di atasnya.

"Sweet seventen. Udah 17 aja umur kamu," kekeh Ratu.

Syailendra tersenyum tipis. Tipis sekali hingga Ratu tidak menyadarinya.

"Ayo tiup lilinnya. Make a wish dulu!"

Syailendra agak kaku. Maklum, ini kali pertama baginya. "Iya."

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang