"Ini ciuman pertama aku. Aku kasih ke kamu karena kamu pantas dapatinnya...."
Syailendra tertegun mendengarnya. Namun selayaknya tidak diberi kesempatan untuk protes, bibir Syailendra terus dibungkam oleh Ratu dengan pagutan lembut. Seluruh tubuh Syailendra gemetar. Ada sesuatu yang terasa meletup-letup di dada, turun ke perut dengan sensasi naik turun seperti diterbangi ribuan kupu-kupu.
Sepuluh detik kegiatan itu berlangsung, hingga akhirnya Ratu melepas bibirnya lebih dulu. Masih tersimpan tatapan kaget Syailendra. Seolah tak percaya apa yang barusan mereka lakukan.
Hingga akhirnya terdengar suara Ratu—
"Maaf," bisik gadis itu.
Muka Ratu memerah, wajahnya tertunduk malu seperti habis melakukan sebuah kesalahan.
"Aku tau salah udah lancang—"
Ucapan Ratu terjeda saat Syailendra maju dan mengambil alih ciuman mereka. Kali ini Syailendra yang memimpin. Ia lumat bibir atas dan bawah gadis itu bergantian, yang dibalas Ratu dengan perbuatan serupa. Mereka bertukar liur disaksikan keindahan danau dan hamparan perbukitan yang maha indah. Kebetulan tidak ada yang melihat mereka karena posisi mereka jauh dari manusia-manusia lainnya.
Syailendra untuk pertama kali bisa menikmati hidup setelah sejak kecil didoktrin untuk tidak boleh bahagia. Akhirnya ia bisa hidup normal. Menikmati masa remaja, merasakan indahnya jatuh cinta, indahnya bahagia karena hal kecil, dan semua itu disebabkan oleh Ratu sebagai pemicunya.
Hasrat untuk mengungkapkan perasaan pun makin membara di hati Syailendra. Rasanya ingin sekarang juga ia ungkapkan betapa ia mencintai gadis itu. Namun, bukankah sesuatu yang spesial harus diungkapkan lewat momen spesial juga? Setidaknya itulah yang menjadi pertimbangan Syailendra di tengah gempuran pertengkaran antara perasaan dan logika.
"Ratu," panggil Syailendra sat mereka sama-sama menarik napas.
"Hm? Kamu mau marah?"
"Aku mau berterima kasih juga," bisik Syailendra.
"Untuk?"
Syailendra kecup bibir Ratu sekilas. "Karena udah ada di hidup aku."
Ratu terkekeh. Ia usap wajah Syailendra lembut sambil dicubit ringan pipinya. "Kamu selalu bilang makasih. Padahal aku nggak lakuin apa-apa."
"Kamu bikin aku jadi punya tujuan lain memenangkan olimpiade tingkat Provinsi."
"Oh ya? Apa?"
"Rahasia," jawab Syailendra sambil mencubit hidung Ratu.
"Ih, nggak adil banget. Aku kan jadi penasaran. Apa memangnya tujuan kamu?" Ratu cemberut.
Syailendra hanya merespon dengan senyuman. tujuan menjadikan kamu milik aku secara utuh, Ratu. Sebentar lagi akan tercapai....
"Pokoknya rahasia. Kamu tunggu aja momennya nanti!"
Dan setelahnya Syailendra berdiri dari dudukannya dan berjalan ke arah jembatan. Ratu mengejar-ngejarnya dari arah belakang. Mereka pun berlarian menyongsong matahari senja. Tentu sambil melempar candaan dan tawa satu sama lainnya.
Sederhana, tapi Syailendra tidak akan pernah lupa momen ini. Momen bahwa ia pernah tertawa selepas ini karena seseorang....
***
Hari demi hari berlalu, jadwal mereka pun semakin ketat menjelang perlombaan berlangsung. Dan makin ke sini, Syailendra semakin posesif memaksa Ratu untuk belajar. Mulai dari rutin video call tiap malam membahas materi, mengirimkan materi tambahan pada Ratu, mengajarkan Ratu sampai anak itu paham, semua Syailendra upayakan. Bahkan Heri pun sampai tercengang kenapa Syailendra over antusias seperti itu. Semangatnya melebihi Bu Susan pendamping mereka. Jatuhnya malah obsesi dan ambisi. Bukan lagi sebatas 'usaha'.

KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]
RomanceDari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang mem...