Bab 25

76 51 22
                                    

[Bisa kita ketemu hari ini, Ratu? Aku kangen...]

Usai mengetik pesan itu, langsung Syailendra kirim ketikannya ke chatroom Ratu.

Syailendra menghela napas berat. Ia scroll layar ponsel yang menampilkan chat mereka terakhir kalinya seminggu lalu, sewaktu masih di Jakarta. Sekarang seminggu setelah olimpiade itu berlangsung, Ratu tak pernah lagi membalas pesannya.

Bingung. Itulah yang dirasakan Syailendra saat ini. Ia sendiri tidak mengerti kenapa Ratu menjauh. Atau ini hanya perasaannya saja?

Syailendra tidak tahu pasti jawabannya. Namun ia selalu berusaha berpikir positif;

Mungkin Ratu sibuk karena sebentar lagi mau ujian.

Syailendra selalu berpikir seperti itu. Dan dia tidak pernah mendapatkan jawaban yang pasti.

Menggeleng samar, Syailendra coba memfokuskan kembali pikirannya. Daripada menerka-nerka apa yang terjadi dengan Ratu, Syailendra memutuskan untuk menemui gadis itu ke kelasnya mumpung sudah masuk jam istirahat.

Setibanya di depan kelas Ratu, Syailendra mencogokkan kepalanya ke jendela. Dapat Syailendra lihat Ratu duduk di barisan paling depan, sedang tertawa bersama Sasa tanpa beban. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang seminggu ini galau memikirkan gadis itu.

Syailendra menertawai dirinya sendiri. Apakah artinya seminggu ini hanya dirinya yang sedih dan merasakan rindu, sementara Ratu baik-baik saja tanpanya?

Menghela napas berat, Syailendra coba hampiri Ratu. Ia masuk ke kelas gadis itu, yang mana hadirnya membuat semua mata tertuju ke arahnya. Ratu yang sedang berbicara dengan Sasa itu sontak terdiam. Wajahnya berubah tegang dalam sekejap.

"Ratu. Bisa kita ngomong?"

Tanpa basa-basi, Syailendra langsung ke intinya.

Namun berbeda dari biasanya—yang jika Syailendra datangi Ratu akan memasang senyum ceria—kini Ratu terlihat mengalihkan pandangan.

"Maaf, Syai. Aku sibuk."

"Sibuk apa? Kamu nggak balas chat aku belakangan ini. Kamu—"

"Kita mau persiapan ujian. Nggak ada waktu buat chat dan main-main kayak biasanya. Kamu juga pasti sibuk, kan? Memangnya kamu nggak belajar buat persiapan ujian?"

Dalam diamnya Syailendra cerna semua yang Ratu katakan. Masuk akal, memang. Tapi ... kenapa harus berubah drastis seperti ini? Bukankah kemarin waktu mereka lomba Ratu selalu bertanya padanya jika ada soal yang keliru? Tak jarang Ratu mengajaknya belajar bersama.

Ini jelas ada yang salah.

Syailendra merasa Ratu ... sengaja menjauh darinya.

"Ratu, kalau aku ada salah, tolong kasih tau. Aku—"

"Nggak ada yang salah, Syailendra. Aku ngerasa biasa aja."

Biasa aja?

"Jadi jangan susul aku ke kelas ini lagi. Fokus aja sama pendidikan kamu."

Kalimat itu nyatanya mampu membuat hati Syailendra terluka. Biasa saja katanya. Artinya ia yang berlebihan karena merindu seorang diri. Begitu? Tersenyum pahit, Syailendra coba mengerti apa mau Ratu.

Kalau dipikir yang dikatakan Ratu ada benarnya. Sebentar lagi mereka ujian semester. Dan pula, Syailendra sudah berjanji pada orang tuanya untuk bekerja sehabis sekolah ini demi menggapai masa depannya sendiri.

Ayah Syailendra sudah lepas tangan. Mereka hanya membiayai sekolahnya sampai lulus SMA. Dan setelah itu, Syailendra akan angkat kaki dari rumahnya, serta memulai hidup baru secara mandiri—seorang diri. Harusnya hal-hal sepele seperti ini memang tak pantas ia pikirkan.

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang