Bab 17

89 50 22
                                    

"Sebenarnya ...." Syailendra menarik napas, melembutkan tatapannya. Bibirnya gemetaran saat mengungkapkan, "sebenarnya aku jatuh cinta sama kamu sejak hari pertama kita ketemu. Kamu ... mau jadi pacarku?"

Perkataan itu sukses membuat bola mata Ratu hampir keluar dari porosnya. Syailendra makin gugup melihat ekspresi perempuan itu. Mau ia tarik kata-katanya, namun sudah terlanjur mengungkapkan. Maka tak ada pilihan lain bagi Syailendra untuk terus jujur.

"Iya... aku serius ngomong gini. Kamu yang pertama buat aku. Kamu yang bikin aku bersemangat memenangkan perlombaan ini. Kamu, Ratu," lanjut Syailendra.

Ratu masih bergeming, terlihat bingung, kaget, dan shock. Saking speechlessnya, ia tidak sanggup berkata apa-apa. Tubuh perempuan itu membeku di tempat bak patung bernyawa. Sementara Syailendra terus mengungkapkan seluruh perasaan dan asa yang tertanam di hatinya.

Lama ia tunggu momen ini. Lama ia damba Ratu dalam tiap bangun dan tidurnya. Bahkan jauh sebelum hari ini, Syailendra telah menganggap Ratu miliknya. Hubungan mereka berjalan lancar selayaknya sepasang kekasih. Meski tidak ada ikatan pasti, namun cara mereka memperlakukan satu sama lain sudah jelas menunjukkan hal tersebut, bukan?

Lagi pula, teman mana yang pernah berpelukan dan berciuman? Meski pun tidak pernah menjalin hubungan dengan gadis mana pun, Syailendra tahu batasan dalam berteman. Apalagi terhadap lawan jenis. Dan yang mereka lakukan selama ini lebih dari sekedar teman....

"Aku ngerasa kedekatan kita nggak wajar. Tiap harinya aku jadi ketergantungan sama kamu. Aku udah coba kendalikan perasaan aku, tapi aku kalah. Rasa sayang aku ke kamu makin hari makin besar. Makin nggak terkendalikan. Iya, Ratu. Aku tertarik sama kamu. Aku sayang sama kamu. Dan aku nggak pernah ngerasain perasaan ini ke siapa pun sebelumnya."

Ratu masih tercenung. Namun perlahan mencoba merespon perkataan Syailendra.

"Syai, aku... aku bingung mau ngerespon gimana. Ini terlalu mendadak buat aku."

Perkataan itu sukses membuat kilat di mata Syailendra meredup. Dari ekspresi Ratu, sepertinya dugaan Syailendra bahwa Ratu akan senang menerima pernyataan cintanya salah besar. Namun Syailendra berusaha berpikir positif.

Wajar Ratu kaget, karena aku pun ngomongnya mendadak. Atau mungkin aku yang terburu-buru?

"Maaf karena aku ngomongnya mendadak. Tapi, aku udah rencanain ini dari waktu kita menang olimpiade tingkat kota. Aku belajar mati-matian supaya memenangkan pertandingan ini. itu semua karena aku punya tujuan. Dan tujuan aku adalah kamu," lanjut Syailendra. Suaranya terdengar tulus penuh permohonan.

Ia ambil jemari Ratu, lantas ia bawa ke bibir untuk mengecup punggung jari yang dihiasi nail art itu.

"Kamu cinta pertamaku, Ratu," jujur Syailendra.

Ratu menutup mulutnya. Maniknya memerah seperti menahan tangis.

"Aku pengen kasih kepastian di hubungan kita. Untuk itu, kamu mau jadi pacar aku, 'kan?"

Ratu berusaha melepaskan tangannya dari Syailendra. Jelas gesturnya menunjukkan sedang resah dan gelisah. Dan karena tidak ingin menyinggung Syailendra, Ratu coba memberikan penjelasan baik-baik.

"Syai... aku masih kaget sama omongan kamu," kekeh Ratu, lalu menarik napas dalam. "Tapi makasih banyak ya karena udah suka sama aku. Makasih karena udah berani jujur. Aku sebenarnya sedih dengar kamu berjuang buat olimpiade ini hanya karena pengen ungkapin perasaan ke aku. Justru aku jadi ngerasa bersalah...."

Syailendra menggeleng. Ia usap wajah Ratu sambil mengulur senyum tulus. "Nggak, ini bukan salah kamu. Aku memang pengen lakuin ini biar aku punya tujuan. Dan tujuanku kamu."

Hening mengambil alih suasana. Syailendra masih menantikan jawaban Ratu, sementara Ratu terdiam sambil memikirkan banyak hal di benaknya. Detik demi detik berlalu, hingga akhirnya Ratu kembali berujar—

"Sejujurnya aku nggak pernah berkomitmen sama satu orang cowok pun. Selama ini kalau aku dekat cowok, ya hanya sekedar dekat. Nggak ada ikatan."

Syailendra terdiam, mencerna ucapan Ratu yang sepertinya bukan kabar baik baginya. Dan setelahnya dapat Syailendra lihat Ratu meneteskan air mata. Entah apa arti air mata itu, namun yang jelas Ratu kelihatan sedih. Syailendra jadi merasa bersalah karena mengungkapkan perasaannya.

"Ratu, aku nyakitin kamu ya?" cemas Syailendra.

Ratu menggeleng. "Enggak. Aku ngerasa terharu aja karena dicintai sama kamu."

Perkataan Ratu berhasil menarik-ulur Syailendra. Dari yang semula kehilangan harap, kini muncul lagi bibit-bibit asa di hati Syailendra.

Maka, Syailendra beranikan sekali lagi bertanya—

"Jadi gimana? Kamu mau jadi pacarku?"

Ratu tidak menjawab. Gadis itu maju mempertemukan bibirnya dengan bibir Syailendra dalam sebuah pagutan lembut. Ia sesap, lumat, dan gigit kecil benda kenyal milik Syailendra yang hangat dan basah. Perbuatannya itu bagaikan mantra hipnotis yang membuat Syailendra lupa tujuannya sebelum ini. Bahkan kini Syailendra ikut membalas perbuatan Ratu. Ia jilati celah bibir Ratu, lalu menyesap bibir bagian dalam perempuan itu dengan hisapan lembut.

Mereka meluapkan segenap rasa yang berkecamuk di dada ke dalam pagutan itu. Air mata Ratu bahkan jatuh ke celah bibir mereka berdua.

Syailendra angkat tubuh Ratu dan ia bawa ke atas brankar tanpa melepas pagutan mereka. Makin lama, makin cepat gerak peraduan bibir itu. Sesekali mereka berhenti untuk mengambil napas. Kembali Syailendra tanyakan jawaban Ratu—

"Jadi gimana? Kamu mau jadi pacarku?"

—Dan Ratu pun kembali membungkam bibir Syailendra hingga cowok itu lagi-lagi terbuai. Ratu seolah tahu UKS sekolah mereka ini tidak dipasangkan cctv. Oleh karena itu ia berani melakukan ini dengan Syailendra. Ditambah keadaan sekitar yang benar-benar sepi. Semua peserta olimpiade ada di aula. Dan petugas PMR telah Ratu suruh pergi dengan alasan ada dirinya yang menjaga Syailendra di sini.

Dari yang semula di bibir, kecupan Syailendra turun ke ceruk Ratu. Ratu biarkan lelaki itu melakukan ini padanya. Karena ini lebih baik daripada Syailendra terus menuntut kepastian dari hubungan mereka.

Ratu remas lengan baju Syailendra saat kecupan lelaki itu berpindah ke rahangnya, lalu turun ke dagu dan berakhir di tengah leher. Kegiatan itu baru berhenti saat terdengar leguhan dari bibir Ratu. Syailendra hampir saja kelepasan karena terbawa suasana.

"Maaf, aku ..."

Ratu menaruh telunjuknya di bibir Syailendra. "Nggak apa-apa. Aku juga kebawa suasana," balas Ratu seakan paham muara ucapan cowok itu.

"Apa kamu sayang aku kayak aku sayang kamu?" tanya Syailendra.

Ratu mengangguk. Sorot matanya terlihat tulus sampai ke hati Syailendra. "Iya. Aku juga sayang kamu..."

Perkataan itu membuat Syailendra lupa dengan dunianya. Lupa tentang tujuannya yang ingin mengikat Ratu dalam hubungan pasti. Lelaki itu langsung memeluk Ratu erat seolah cintanya diterima. Padahal tidak ada satu kata pun dari Ratu yang meresmikan hubungan mereka.

Gadis itu menggantung Syailendra dalam sejuta kebingungan yang diberi harap. Yang katanya cinta, tapi tidak mau berkomitmen. Yang katanya sayang, tapi diajak berpacaran selalu mengelak.

Ya. Inilah Ratu. Inilah dunianya. Dan Syailendra tanpa sadar telah terjebak di dunia tersebut. Serta menjadi korban Ratu yang kesekian karena tidak diberi kepastian....

Maka bagi Syailendra, jawaban tidak lagi diperlukan. Yang terpenting baginya, ia sayang Ratu dan Ratu pun menyayanginya. Sejak saat itu, Syailendra resmi menganggap Ratu kekasihnya, miliknya, dan semestanya. Tanpa memikirkan segala resiko yang mungkin terjadi dalam hubungan tanpa kepastian.

Maafin Aku, Syailendra....

**** 

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang