Bab 29

71 50 22
                                    

"Kenapa kamu ngilang saat selesai ujian kenaikan kelas?"

Pertanyaan itu membuat saliva Ratu bergerak lambat. Refleks ia remas ujung dress yang dikenakannya untuk menyalurkan rasa gugup di dada. Pertanyaan itu bahkan tak pernah Ratu duga akan ditanyakan oleh Syailendra mengingat selama ini ia menghilang begitu saja dari hidup cowok itu. Tadinya ia pikir Syailendra akan menganggapnya orang asing setelah dulu ia campakkan dengan begitu tega.

Nyatanya dugaan Ratu sedikit melesat. Syailendra, tatapan lelaki itu masih sama seperti awal mereka berjumpa sepuluh tahun yang lalu.

Menggeleng samar, Ratu tidak ingin kembali terikat dengan masa lalunya. 10 tahun ini jatuh bangun ia menata kembali kehidupannya. Dan sekarang tak akan ia biarkan setitik saja hal dari masa lalu mempengaruhi diri dan juga karirnya.

"Balikin earphone aku!"

Tanpa menjawab ucapan Syailendra, Ratu berusaha merampas earphone miliknya, namun dengan cepat Syailendra tepis tangannya.

"Akan aku balikin setelah kamu jawab pertanyaan aku!"

"Jangan kekanakan, Syailendra. Aku--"

"Yang kekanakan itu kamu. Aku hanya bertanya baik-baik. Kenapa kamu berusaha mengelak dari pertanyaanku?!"

Ratu terdiam. Makin erat remasan tangannya di gaun yang ia kenakan. Ia tatap Syailendra dari wajah sampai ke kaki. Ratu tahu persis barang yang Syailendra kenakan bukanlah barang murah. Tubuh Syailendra bertabur barang branded. Pakaiannya, sepatunya, sampai jam tangannya sekali pun tak ada yang harganya di bawah 20 juta.

Melihat hal itu membuat Ratu tersadar satu fakta. Yaitu, hidup Syailendra selama sepuluh tahun ini bergerak maju tanpa kehadirannya. Walau tak tahu apa pekerjaan Syailendra saat ini, setidaknya yang Ratu ketahui Syailendra pasti mengalami pasang surut kehidupan sampai ada di titik pencapaiannya yang sekarang. Lantas bagaimana bisa ia kembali datang ke hidup cowok itu hanya untuk membuatnya kembali terluka? Selama ini ia sudah begitu jahat pada Syailendra dengan memberikan luka yang amat pahit. Ratu sendiri sadar ia terlalu brengsek untuk lelaki setulus ini.

Dan selayaknya semesta mendukung apa yang Ratu pikirkan, tiba-tiba datang seorang pramugari yang merasa terusik karena perdebatan mereka, yang kalau diterjemahkan bahasanya begini—

"Maaf, bapak, ibu. Ada yang bisa kami bantu?"

Ratu melirik ke arah Syailendra. "Tolong ditegur orang ini, Mbak. Dia mengganggu kenyamanan saya."

Syailendra tercengang dibuatnya. Baru saja ia ingin menyanggah, sang pramugari malah menasihatinya untuk menjaga ketenangan dan jangan membuat kerusuhan di pesawat ini.

Ratu yang melaporkan hal tersebut malah membuang muka ke arah jendela setelah merampas earphone miliknya dan buru-buru memasang ke telinga.

Dan setelahnya Syailendra tak Ratu izinkan lagi bertanya padanya. Ia pura-pura tuli hingga Syailendra tampak seperti bicara sendiri. Syailendra yang merasa diabaikan pun mau tak mau akhirnya diam. Karena sejak ditegur oleh pramugari tadi, ia jadi lebih sering diperhatikan.

5 jam penerbangan ke Indonesia itu terasa sangat lama dan melelahkan bagi Syailendra. Dalam keterdiamannya, masih ia tatap paras Ratu yang sekarang terlihat lebih dewasa. Ratu, perempuan itu masih sama seperti dulu. Kecantikannya, kebiasaannya yang tertidur di dalam bis itu terbawa-bawa ke dalam pesawat. Ya. Perempuan itu sekarang sudah tertidur. Matanya memejam rapat seolah tak memikirkan apa-apa. Berbanding terbalik dengan Syailendra yang tidak bisa tidur karena takut kehilangan jejak perempuan itu lagi.

Pada akhirnya Syailendra hanya bisa diam dan menyimpan rasa penasarannya dalam-dalam. Mungkin saat turun dari pesawat ini akan ia tanyakan lagi semua yang bercokol di kepalanya tentang perempuan itu. Begitu kira-kira yang Syailendra pikirkan.

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang