Bab 9

396 66 26
                                    

"Ratu, kita perlu omongin semuanya. Kamu nggak bisa buang aku kayak gini. Aku nggak terima!"

Ratu merasa pergelangan tangannya ditahan dari arah belakang saat ia melintasi pekarangan sekolah. Galih, cowok itu membuntutinya sejak ia keluar dari kelas. Dan itu membuat Ratu kesal bukan main. Ia hempas tangan Galih, lantas memutar badan menatap cowok itu dengan sorot galak.

"Aku udah bilang kan? Berhenti gangguin aku. Aku nggak suka diganggu sama kamu terus!" hardik Ratu. Kesabaran gadis itu kian menipis karena Galih tak kunjung mengerti ucapannya.

Saat ini bahkan Ratu tidak berminat meladeni cowok itu. Ia galau seharian karena hari ini Syailendra masih tidak masuk sekolah. Ratu jadi tidak semangat belajar bahkan latihan untuk lomba.

"Gak bisa, Ratu. Aku udah sayang sama kamu. Cinta lebih tepatnya. Nggak bisa aku kamu buang gitu aja. Kamu duluan yang kasih aku harapan. Kamu harus tanggung jawab sama perasaanku yang kamu bikin hancur," suara Galih terdengar bergetar. Jelas lelaki itu terluka dari sorot matanya.

"Aku nggak pernah kasih kamu harapan. Kamu aja yang berharap lebih. Padahal aku respon kamu sebagai teman."

"Ratu jangan gini. Aku benaran suka sama kamu. Kamu harus jadian sama aku karena cuma aku yang sepadan sama kamu!"

Ratu melanjutkan perjalanannya tanpa mau memedulikan Galih.. Hal itu membuat Galih makin emosi. Lelaki itu berteriak—

"Demi cowok miskin aneh itu kamu nolak aku? Keenakan kamu diantar sama dia pake kendaraan umum sampai nemenin main tenis segala. Iya?!"

Langkah Ratu terhenti. Ratu tahu pasti siapa yang Galih maksud. Memutar badannya, Ratu tatap Galih dengan sorot tajam.

"Dari mana kamu tahu aku ditemenin sama Syailendra main tenis?!"

Galih tertawa picik. "Aku selalu tau apa pun tentang kamu. Aku nggak suka ada cowok yang dekatin kamu dan bikin kamu nolak aku. Jadi ya udah, aku hajar aja Syailendra waktu dia pulang dari rumah kamu. Syukurin dia babak belur. Kalau perlu nggak usah masuk sekolah ini lagi!"

Bagai disambar petir di siang bolong rasanya Ratu mendengar hal itu. Dadanya pengap, ulu hatinya terasa sakit. Ia hampiri Galih dengan badan gemetar hebat.

"Apa kamu bilang? Kamu ... hajar Syailendra sampai babak belur?" pelan, namun suara Ratu penuh tekanan emosi.

"Ya. Aku hajar dia supaya dia tahu batasan. Aku benci sama dia. Cowok nggak tau diri itu cuma hama yang nggak pantas dapatin kamu!"

Rahang Ratu mengetat. Sakit sekali hatinya saat Syailendra dilukai oleh orang lain. Alhasil, karena tak mampu mengendalikan emosi, Ratu mendaratkan tamparan di pipi lelaki itu.

Plak!

Pipi Galih terasa panas dan berdenyut. Tamparan itu berbunyi cukup keras hingga membuat banyak pasang mata memerhatikan mereka.

"Kenapa kamu nampar aku?!" Galih shock.

"Beraninya kamu ngehajar Syailendra kayak gitu! Emang kamu pikir kamu siapa? Kamu nggak berhak larang aku bergaul sama siapa pun karena kamu bukan pacar aku!"

"Kamu belain di—akh!"

Seolah tak diberi kesempatan menyanggah, Ratu meraih kerah baju Galih dan mencengkeramnya erat. Kancing baju bagian atas galih sampai copot saking kerasnya cekalan itu.

"Jangan berani-berani kamu ganggu Syailendra lagi. Dengan kamu kayak gini aku semakin nggak mau sama kamu. Aku nggak respect karena kamu ternyata jahat dan tempramental. Aku nggak suka cowok kasar!" hardik Ratu. Suaranya terdengar keras, menggema ke seluruh lapangan depan sekolah.

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang