Bab 12

396 67 26
                                    

Syailendra yang sudah memberanikan diri untuk bisa ke sekolah akhirnya bisa datang dengan keberaniannya mempertegas kepada orang tua bahwa dia bisa mengatasi tentang lebam yang ada di wajahnya itu. Apa lagi dia juga tahu bahwa semua siswa, terutama teman satu kelasnya tidak ada yang peduli padanya. Jadi tidak ada masalah di sini. Syailendra yakin lebam kecil ini tidak akan menjadi pusat perhatian bagi siapa pun.

Saat berjalan menuju ke kelas, dia dikejutkan oleh sesosok perempuan yang sedang duduk di depan kelasnya. Syailendra berjalan sedikit demi sedikit dan terlihat jelas bahwa sosok perempuan itu adalah Ratu yang dengan tenang duduk sambil memakai earphone. Saat mata Ratu tertuju pada dirinya, Syailendra melihat Ratu langsung berdiri dari dudukan dan menghampirinya.

"Akhirnya kamu masuk juga ya sekarang. Sesuai tebakan aku dari semalam pasti kamu akan datang hari ini."

Ekspresi Ratu sangat sumringah saat mendapati Syailendra berjalan ke hadapannya.

"Kamu nungguin aku?" tanya Syailendra, bingung.

Ratu mengangguk sembari tersenyum. Tanpa segan ia usap pipi Syailendra seraya menginvasi wajah cowok itu. "Aku mau mastiin aja. Karena kalau nggak lihat kamu rasanya aku nggak tenang."

Untuk beberapa saat, Syailendra tertegun. Dadanya menghangat menerima perhatian sederhana Ratu setelah tadi sempat berdebat dengan keluarganya.

Ternyata dia benar-benar peduli padaku. Aku pikir nggak ada lagi yang peduli di dunia ini terhadapku. Syailendra membatin.

"Luka kamu udah mulai mengering ya. Syukurlah," ungkap Ratu lega. "Gimana kalau hari ini kita ke BK buat laporin Galih—"

"Aku kan udah bilang kemarin. Nggak usah diperpanjang. Kita fokus aja sama persiapan olimp yang bakal diadain bentar lagi. Buang-buang waktu berurusan sama BK." Syailendra mencoba beralibi meski sejujurnya ia setuju dengan saran Ratu tersebut.

"Ya udah. Aku bakal dekat-dekat kamu terus supaya kamu nggak dijahilin lagi sama Galih atau cowok lainnya." Ratu berkata posesif.

"Nggak perlu sampai segitunya. Aku bisa jaga diri. Aku bukan cowok lemah."

Ratu mengangguk setuju. "Ya. Kamu emang bukan cowok lemah. Aku aja yang takut kamu hilang lagi...."

Ucapan Ratu mampu menembus sanubari Syailendra. Mendadak rasa bersalah muncul di pikiran cowok itu. Maka Syailendra ambil tangan Ratu yang masih mengusap pipinya, kemudian mengelusnya lembut.

"Maaf karena aku bikin kamu khawatir."

"Nggak apa-apa. Tapi nanti malam kita sleep call lagi yuk?" ajak Ratu. Kembali menawarkan video call seperti semalam.

"Boleh."

Keduanya sama-sama tersenyum.

"Kamu udah sarapan pagi ini? Kalau belum yuk kita makan di kantin. Aku traktir, deh." Ratu mengajak Syailendra karena dia malas untuk pergi ke kantin sendirian.

Sejenak Syailendra berpikir. Apa dia nggak malu ajak aku ke kantin? Dia kan siswi popular. Maka Syailendra tolak secara halus ajakan cewek itu.

"Nggak usah. Aku udah makan tadi di rumah. Kamu sendiri aja ya—"

"Tapi aku maunya sama kamu!" potong Ratu yang langsung menarik baju Syailendra supaya mau ikut.

Sesampai kantin Ratu merasa bahagia karena bisa ditemani sarapan oleh orang yang sangat pendiam seperti Syailendra. Kalau dengan cowok lain mungkin tanpa diajak oleh Ratu, mereka duluan yang melemparkan rayuan-rayuan untuk mengajaknya makan bersama.

Bersama Syailendra Ratu merasakan betapa senangnya mengejar lelaki. Karena selama ini ialah yang dikejar-kejar oleh para kaum adam itu.

"Kamu ngerasa kita diperhatiin nggak sih?" Syailendra bercelingak-celinguk gugup. Tampak beberapa siswa memerhatikan mereka dari meja kantin masing-masing.

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang