Bab 15

411 67 29
                                    

Ratu mencari bus untuk bisa pergi ke Cileunca Land bersama Syailendra. Dari dulu Ratu selalu ke sana sendirian memandangi hamparan danau yang memanjakan mata. Namun tidak ada yang bisa Ratu percaya untuk diajak ke sana. Termasuk semua gebetannya. Entah kenapa malah bersama Syailendra Ratu ingin mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah ia kunjungi. Apalagi dalam rangka merayakan kemenangan mereka. Anggaplah ini langkah awal mereka menuju tingkat provinsi.

"Padahal kamu itu pintar, kenapa nggak dari dulu ikut olimpiade?"

Ratu membuka pembicaraan setelah lama mereka berdiam-diaman di dalam bus. Dapat ia lihat setelahnya perubahan ekspresi Syailendra. Lelaki itu tampak diam dan gugup. Membuat Ratu semakin penasaran mencari informasi tentang cowok ini. Sebenarnya siapa, sih, Syailendra? Kenapa kehadirannya begitu misterius di sekolah itu? Ratu bagai menemukan berlian di dalam goa. Selama ini siapalah yang kenal dengan Syailendra?

"Aku ... aku nggak mau ikut. Aku nggak suka suatu kegiatan yang membuat namaku disorot." Untuk pertama kali Syailendra menceritakan dirinya pada orang lain.

Dan ceritanya itu berhasil membuat Ratu tertegun.

"Kenapa gitu? Justru menurut aku kamu bisa jadi most wanted di sekolah kita. Kamu pinter, ganteng, sikapnya juga baik. Bahkan untuk jadi ketua OSIS pun mungkin kamu bisa," kata Ratu.

Syailendra menggeleng. "Aku nggak suka organisasi. Nggak suka hal-hal yang melibatkan banyak manusia."

Satu fakta yang baru Ratu ketahui hari ini. Apakah... cowok ini introvert? Kalau begitu Ratu akan sangat menyesal bertingkah aktif di depan Syailendra selama ini. Dan untungnya tempat main mereka kali ini bukanlah ke pusat keramaian, melainkan menikmati pemandangan alam.

"Maaf, aku nggak tau..."

Syailendra mengulur senyum. Ia puk-puk puncak kepala Ratu lembut. "Gapapa. Aku sadar hidup nggak bisa selamanya begitu. Adakalanya aku harus membaur dengan banyak orang. Nggak boleh menutup diri. Dan itu aku sadari saat kenal sama kamu."

Ratu tersenyum hangat. Kata-kata Syailendra mampu membuatnya merasa memiliki pengaruh besar dalam hidup cowok itu. Meski tak sepenuhnya teka-teki tentang Syailendra ini terjawab di benaknya.

"Orang tua kamu pasti bangga, ya, punya anak kayak kamu. Aku yang teman kamu aja sebangga ini...."

Ucapan itu sukses membuat Syailendra murung. Ia tampak tak suka segala pembahasan tentang keluarganya. Ya. Syailendra memang begitu. Benci urusan pribadinya diusik, sebenci sang ayah kepadanya tanpa ia tahu apa sebabnya.

Alhasil, untuk mengalihkan pembicaraan, Syailendra keluarkan earphone dari saku celananya, kemudian mencolokkannya ke ponsel. Ia pasang sebelahnya, dan sebelah lagi ia letakkan di telinga Ratu. Lagu Jepang Masaki Suda dengan judul Niji pun mengalun di pendengaran.

Ratu mengernyitkan dahi. Belum pernah mendengar lagu tersebut. "Ini lagu apa?"

Syailendra menunjuk ke luar jendela, tepat ke arah pelangi yang tampak menyapa mereka dari atas awan.

"Judul lagu ini Niji. Artinya pelangi. Maknanya bagus banget. Tentang seseorang yang kesepian dan akhirnya menemukan kehangatan dari orang terdekatnya. Hidup orang itu jadi berwarna seperti pelangi. Padahal sebelum itu hidupnya kelam," jelas Syailendra dengan sorot serius.

Mata Ratu berbinar mendengarnya. Kepalanya merebah di bahu Syailendra, dan mereka pun memandangi pelangi bersama-sama.

"Kayak kamu yang akhirnya menemukan aku?"

Syailendra tersenyum malu. "Iya."

"Ih senangnya! Ahahaha. Aku juga bahagia ketemu kamu."

Syailendra menggenggam jemari Ratu. Rasanya benar-benar hangat dan nyaman. Ratu pun enggan melepas genggaman Syailendra. Tangan mungilnya sangat pas berada dalam genggaman lelaki yang jari-jarinya tirus dan panjang itu.

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang