Bab 20

73 51 22
                                    

Sejak kecil Syailendra selalu 'disembunyikan' dari semua orang. Ia tak pernah diajak ke acara pertemuan keluarganya dengan klien, tak pernah diajak foto keluarga, tak pernah pula dipamerkan pada dunia bahwa ayah dan ibunya memiliki putra sepertinya.

Syailendra tidak tahu apa alasan kenapa ia begitu dibedakan. Sewaktu kecil, Syailendra sering menyalahkan dirinya sendiri karena sang ayah bilang ia sangat nakal. Oleh karena itu Syailendra selalu berusaha menuruti mau ayah dan ibunya serta membuat mereka senang. Namun tak juga perhatian itu ia dapatkan.

Gunawan Prasetya. Siapa yang tidak kenal nama itu? Dia adalah pengusaha terkenal di kota Bandung yang bergerak di bidang resort dan perhotelan. Sempat pula mencalonkan diri menjadi anggota dewan walau kalah dari hasil suara. Ayah Syailendra orang besar. Namanya tercantum dalam wikipedia Indonesia. Namun setiap kali melihat bibliografi sang ayah, hati Syailendra sesak sendiri. Tak ada namanya di sana. Hanya ada nama sang adik yang menjadi anak satu-satunya dari sang ayah dan ibu.

Syailendra adalah pangeran yang terkurung dalam menara. Ia kaya raya, tapi tidak bisa menikmati harta kekayaannya sendiri. Pergi ke sekolah sehari-hari dengan bis agar terlihat seperti orang susah. Semua itu atas perintah sang ayah yang tidak mau orang lain mengetahui identitas aslinya. Mungkin itulah alasan kenapa Syailendra tidak pernah pergi naik motor selama ini ke sekolah. Bukan karena ia miskin seperti yang Heri katakan, namun ada alasan di balik itu semua.

"Kapan aku bisa naik motor ke sekolah, Pa? Adik aja dibeliin motor. Masa aku enggak?"

"Nanti beli sendiri kalau kamu sudah kerja. Setidaknya jika orang-orang bertanya kamu dapat uang dari mana, kamu bisa menjawab dari hasil jerih payahmu sendiri. Pokoknya berhenti nyusahin Papa sama Mama!"

Kata-kata itu masih melekat di benak Syailendra hingga detik ini. Rasanya hidup Syailendra tidak ada artinya. Ia saja tidak tahu untuk apa ia hidup di dunia ini kalau kelahirannya tidak diinginkan oleh kedua orang tua. Di saat mereka jalan-jalan keluarga keliling Indonesia--bahkan pernah jalan-jalan ke Eropa, ia tidak pernah diajak. Alasannya—

"Kalau kamu pergi, siapa yang jaga rumah? Sudah, kamu di sini aja. Nanti Papa bawakan oleh-oleh."

Itulah alasan kenapa Syailendra yang kaya raya itu begitu awam menginjakkan kaki di Ibukota. Karena Syailendra memang tidak diizinkan pergi ke mana-mana. Geraknya ditahan, ia dikurung saking takutnya sang ayah ada orang yang tahu latar belakang keluarganya.

Syailendra harus selalu sehat, tidak boleh sakit atau pun terluka tubuhnya. Itu semua bukan karena sang ayah menyayanginya, melainkan karena takut jika ia masuk rumah sakit, sang ayah akan dipanggil oleh dokter untuk melunasi tagihan rumah sakit.

Ya, semalang itu hidup Syailendra sebelum bertemu Ratu. Jadi sekarang paham kenapa Syailendra begitu mencintai Ratu, 'kan? Bahkan digantung tanpa kepastian pun ia tidak keberatan karena hanya Ratu yang ia punya di dunia ini....

"Syai, ayo masuk."

Suara Ratu serta tepukan di bahunya membuat Syailendra sadar dari lamunan. Sekali lagi ia tatap objek di depannya. Hotel megah bernama Grand Krista ini ternyata cukup mewah jika dilihat secara langsung. Syailendra mendadak mati kutu. Bagaimana jika ayahnya datang berkunjung ke hotel ini sehingga kehadirannya di sini diketahui? Bisa habis dirinya diamuk.

"I—iya." Syailendra menjawab dengan gugup.

Dan setelahnya mereka berempat masuk ke dalam hotel untuk melakukan check-in. Sembari menunggu di lobi, Syailendra pandangi seluruh sudut lantai satu hotel ini. Mewah, ini benar-benar mewah. Syailendra tidak menyangka ayahnya memiliki aset semegah ini, dan dengan tega membuatnya menjadi anak tak terurus macam orang susah.

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang