Bab 32

74 50 22
                                    

Pengerjaan saluran drainase yang baru itu sudah memasuki hari kedua. Pagi ini, untuk menunjukkan keprofesionalitasannya, Ratu sengaja datang pukul delapan pagi untuk memantau pekerjaan para tukang. Menurut info yang Ratu dapatkan, Syailendra pagi ini akan datang. Mereka akan membahas perkembangan pengerjaan saluran pembuangan limbah itu bersama-sama nantinya di meeting room.

Namun, sudah satu jam Ratu di sini, Syailendra tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Hal itu membuat Ratu sedikit terganggu. Ia mengomel tak jelas hingga membuat Ema—sang asisten pusing.

"Bisa-bisanya dia datang terlambat. Apa dia pikir pekerjaan ini main-main?!" gerutu Ratu.

Ema berdeham sejenak, kemudian berbisik, "dari informasi yang saya dapat, Pak Syailendra hari ini ada acara keluarga, Bu. Makanya datangnya sedikit terlambat. Kekasih Bapak baru pulang dari Singapura. Mereka menghabiskan waktu bersama-sama."

Ratu tertohok mendengarnya. Rahangnya mengetat, dadanya terasa panas. "Apa-apaan mementingkan urusan pribadi di atas urusan pekerjaan? Nggak profesional banget!"

"Tapi semua pekerjaan udah dilimpahkan sama Bu Ketty, sekretaris Bapak, Bu. Sebenarnya Bapak juga nggak wajib-wajib banget datang ke sini."

"Tetap aja namanya nggak profesional. Ini hotel punya dia, harusnya dia di sini mantau para pekerja. Ini sih nyusahin kita namanya!"

"Siapa yang anda maksud menyusahkan, Bu Sheila?"

Suara bariton dari arah belakang itu membuat Ratu terlonjak kaget. Menoleh ke balik bahu, dapat ia lihat Syailendra yang entah sejak kapan berdiri di belakangnya, mengenakan jas maroon dan kemeja hitam sebagai dalamannya. Syailendra, pria itu menatap Ratu tajam. Saking tajamnya, Ema langsung menekukkan wajah, tak berani memandangi wajah tegas lelaki itu. Berbeda dengan Ratu yang malah dengan sengaja melempar tatapan menantang.

"Oh, baguslah kalau anda sudah datang. Anda ini harusnya lebih profesional lagi ke depannya. Karena—"

Ucapan Ratu terhenti saat Syailendra menyerahkan map ke tangannya.

"Apa ini?"

"Data tentang hotel sayang yang anda minta."

Ratu terdiam. Ia tatap map biru di tangannya dengan ekspresi jengkel.

"Ya—ya harusnya ini diberikan waktu meeting nanti. Kenapa malah di sini?!"

"Tadinya saya berpikir seperti itu. Tapi melihat anda mengomel seperti nenek-nenek, saya khawatir anda terkena tekanan darah tinggi sebelum meeting dimulai."

"Ya?!"

"Memang begitu, kan? Anda cerewet, suka mengomel. Semoga cepat tua," gerutu Syailendra, sukses membuat Ema tergelak di samping Ratu.

Perkataan itu membuat Ratu jengkel bukan main. Ia angkat map itu tinggi-tinggi, bersiap memukulkannya ke lengan Syailendra—

"Sayang!"

Tangan Ratu tertahan di udara saat mendapati perempuan yang kemarin memeluk Syailendra mendadak muncul di belakang cowok itu, dan dengan lancang memeluk lengan Syailendra begitu sampai di sisi lelaki itu. Detik itu juga Ratu menurunkan tangannya, melempar pandangan ke arah lain karena rasa sakit di dada yang tiba-tiba muncul tanpa diundang.

"Ini ... siapa?" tanya gadis cantik itu.

Ratu dengan terpaksa mengulur senyum penuh tekanan. Sebelum ia menyahut, Syailendra lebih dulu bersuara.

"Ini pengawas lingkungan yang datang ke sini untuk memantau pengerjaan saluran pembuangan limbah di hotel, Mas."

"Oh ... Halo, Kak. Salam kenal. Aku Tania, tunangan Mas Syailendra," ujar gadis itu seraya mengulurkan tangan.

Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang