Setahun sudah Syailendra habiskan tanpa adanya kehadiran Ratu. Memang Syailendra sadari bahwa selama ini dia tidak sendirian. Banyak yang menemaninya mulai dari teman satu kelas sampai adik kelas yang mencari dirinya untuk konsultasi perihal acara olimpiade matematika atau membahas seputar tugas.
Syailendra juga tidak menampik bahwa banyak adik kelas yang ingin dekat dengannya karena kepintarannya. Tetapi Syailendra menolak semuanya itu satu demi satu karena di hatinya masih ada Ratu. Seperti apa pun sakitnya ditinggalkan oleh Ratu, Syailendra tidak bisa membuang gadis itu dari pikirannya.
Ah ia sendiri pun bingung kenapa rasa terhadap Ratu tak kunjung padam meski lama hari berganti.
Maka di sinilah Syailendra berada, tepatnya di acara perpisahan di sekolahnya. Sebenarnya dia berencana tidak datang, tetapi karena banyak temannya yang mengajaknya pergi, maka dari itu Syailendra memutuskan untuk ikut.
Padahal aslinya ia malas sekali hadir ke acara yang melibatkan banyak orang. Syailendra sudah biasa berteman dengan sunyi sejak ia kecil. Dan sepi masih menjadi hobi favoritnya sampai detik ini.
Pentas seni yang menampilkan tarian tradisional itu menjadi objek pandang Syailendra saat ini. Itu adalah penampilan spesial dari adik kelasnya dari sanggar seni. Acara perpisahan itu digelar di sekolah dengan tema farewell party. Diadakan di aula, dan boleh dihadiri oleh orang tua masing-masing. Hanya saja Syailendra datang ke sini sendiri karena orang tuanya—seperti biasa—tidak mau ikut.
Usai acara tari itu ditampilkan, masuk ke acara penyerahan penghargaan untuk siswa-siswa berprestasi. Nama Syailendra ada di salah satu deretan nama siswa yang menerima penghargaan tersebut.
"Kami persilakan naik ke atas panggung. Syailendra Gunawan!"
Gemuruh tepuk tangan membanjiri aula. Syailendra yang mengenakan jas hitam itu akhirnya berdiri dari dudukannya, lantas naik ke podium untuk menerima penghargaan dan memberikan kata sambutan.
Nama Syailendra dipanggil sebagai siswa teladan karena telah menggendong tim olimpiade setahun lalu menuju tingkat nasional. Fotonya telah dijadikan spanduk oleh pihak sekolah dan dibentangkan di depan gerbang, khusus untuk menyambut calon peserta didik tahun ajaran baru. Foto Syailendra juga dimuat dalam brosur dan pamflet.
Ya, semua Syailendra dirayakan. Dan itu membuat dada Syailendra semakin sesak karena biasanya ia tidak sendiri di foto itu. Ada Ratu ... yang selalu membersamainya. Tapi sekarang gadis itu pergi.
Setibanya di atas panggung, Syailendra menerima medali penghargaan tersebut, lantas memberikan pidato singkatnya—
"Terima kasih untuk semua pihak yang telah mendukung saya selama ini. Terkhusus untuk orang yang paling berjasa dalam hidup saya, namun sekarang dia tidak ada di sini." Ratu... makasih karena udah bikin aku maju dan banyak dikenal orang. Aku nggak akan lupain kamu, "sekali lagi terima kasih banyak."
Hanya itu yang Syailendra katakan. Tidak terselip sedikit pun ucapan terima kasih untuk orang tuanya karena memang mereka tidak berkontribusi apa-apa untuk pendidikannya. Mungkin kalimat; orang yang berkontribusi di hidup saya itu sekaligus mewakili orang tua Syailendra. Bertepatan dengan itu orang tua Syailendra tidak ada di sini, kan? Jadi pasti semua orang berpikir ia memberikan kata sambutan itu untuk orang tuanya sekaligus.
Setelah mengatakan itu, Syailendra turun dari panggung dengan perasaan campur aduk. Makin ia tatap medali yang melingkar di lehernya, makin teringat pada Ratu.
Usai acara—yang sebenarnya hanya formalitas itu—dilaksanakan, Syailendra berniat pulang. Tak berminat dirinya berfoto-foto ria seperti siswa-siswa lain. Lebih baik sekarang ia pulang ke rumah dan mempersiapkan diri keluar dari kediaman Gunawan untuk memulai hidup baru.

KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Luka, Seribu Rahasia [TAMAT]
RomanceDari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang mem...