Bab 14. Usaha licha

276 46 6
                                    

'Pemikiran dua arah tak akan selesai, jika ada perbedaan pendapat'



Pagi pagi sekali licha sudah berada di dapur menggunakan apron berwarna kuning, miliknya yang entah sejak kapan ia memiliki barang tersebut, di bagian bawah apron itu tercetak namanya dengan bordiran rapih berwarna hitam, pasti pemberian papihnya dulu, tapi ia benar benar tak ingat.

Di tangan kanannya ada sebuah capitan besi dan didepan nya ada sebuah ayam yang menggenang diantara tepung berwarna putih yang terlihat kental.

Tangannya bersiap untuk memasukan ayam tersebut kedalam penggorengan yang sudah nampak panas, dengan sedikit hati hati gadis itu mengambil ayam yang masih menggenang didalam balutan tepung tersebut dan melemparkan begitu saja kedalam minyak yang nampak panas itu.

"ARGHHH!" Teriak gadis itu menggelegar, wajahnya pias saat merasakan panas.

Dan benar saja minyak nampak terlempar kesana kemari, dan berhasil mengenai lengan gadis itu.

"Nak lili!" Pekik ningsih yang sepertinya baru datang sehabis membeli sayuran, terlihat dari tas belanjaan berisi sayuran yang di tenteng itu.

Wanita paruh baya itu segera meletakan belanjaannya sembarangan dan tergopoh gopoh menghampiri licha yang nampak kesakitan.

"Ibu!" Rengek licha nampak berkaca kaca.

Tanpa menjawab ningsih menarik licha menuju wastafel, dan segera mencuci lengan licha yang terkena cipratan minyak panas tadi.

"Kamu ngapain sayang? Kok tumben banget pagi pagi udah bangun? Masak lagi, lapar ya?" Cerocos ningsih yang masih mengusap usap lengan memerah milik anak asuhnya dengan air mengalir.

"Engga ibu, lili mau bawain kak el bekel, biasanya dia suka sampai sekolah lebih pagi, pasti dia lupa sarapan" Jelas licha dengan mata yang masih berkaca kaca menatap kearah ningsih yang sudah mematikan air wastafel.

Wanita paruh baya itu menyingkir untuk mengambil tisu yang tersedia di dapur dan mengelap lengan licha dengan pelan.

"Ya ampun nak, kenapa gak bilang ibu aja dari kemarin? Biar ibu yang siapin hari ini" omel ningsih menatap galak kearah licha.

"Masih panas gak?" sambung ningsih bertanya.

Licha menggeleng.

"Lili maunya kak el makan masakan lili sendiri ibuuu" rengek gadis itu.

Ningsih menghela nafas lelah, susah sekali memberi tahu anak gadis ini, apalagi baru pertama kali merasakan jatuh cinta, entah bagaimana lagi ningsih harus memberi tahunya.

"AYAM LILI!" Pekik licha saat menyadari bahwa ia sedikit mencium bau bau yang tak mengenakan.

Betapa terkejutnya licha dan ningsih saat mendapati satu buah ayam berbalut tepung yang berwarna hitam sekali, nampak menggenang diatas minyak yang masih meletup letup.

Licha menunduk lelah, sudah bangun pagi pagi, hasilnya malah mengecewakan begini.

"Biar ibu yang masakin, kamu makan ya, ibu udah sekalian beliin kamu nasi uduk, yang bihun sama telur dadar punya kamu, yang telur balado punya abang, jangan ketuker ya!" Ujar ningsih panjang lebar.

My ValentineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang