CHAPTER 22 - WAY TO HOME

348 39 4
                                    

Alec menatap dengan terpukau ketika kami sampai di rumah keluargaku, cukup lucu sejujurnya. Dia memelukku sangat erat saat menaiki sapu terbang, benar sekali sapu terbang. Aku berhasil meyakinkan diriku dan dirinya untuk menaiki sapu terbang dan di sinilah kami dihadapkan rumah tingkat dua milik orang tuaku, sekaligus rumah masa kecilku.

"Ayo Alec, mereka sudah menunggu," Aku menariknya dengan lembut melewati taman kecil di pekarangan rumahku.

Rumah orangtuaku memiliki arsitektur tradisional dengan sentuhan modern yang hangat. Dinding luar yang terbuat dari batu bata merah, berpadu harmonis dengan jendela-jendela besar yang dilengkapi tirai sutra berwarna lembut. Sebuah pintu kayu ek besar dengan ukiran naga menyambut kami di beranda depan, memberikan kesan hangat dan ramah. Di sebelah pintu, terdapat lonceng angin dari kerang-kerang laut yang berbunyi lembut ketika angin berhembus.

Memasuki rumah, ruang tamu dihiasi dengan perabotan kayu antik dan karpet oriental yang indah. Dindingnya dipenuhi dengan lukisan-lukisan kaligrafi Cina, memberikan nuansa budaya yang kental. Di sudut ruangan, terdapat meja kayu dengan set teh porselen yang selalu siap untuk menyambut tamu. Di atas meja, sebuah vas berisi bunga lili yang segar.

"Mom? Dad?" panggilku.

"Di belakang!" teriak ibuku.

Aku menarik Alec ke sana, dia ikut dengan tenang di sampingku. Ketika aku sampai di halaman belakang ayah dan ibuku tengah berpiknik di bawah pohon besar di belakang rumah aku berlari kecil ke sana. "Mommy, Daddy!" Mereka menyambut dengan lembut ibu memelukku, kemudian aku juga memeluk ayahku.

"Senang melihatmu kembali ceria Cho." Ibuku tersenyum tipis, dia juga menatap Alec yang telah berdiri dengan canggung.

"Kemari Alec, duduk di sini." Ibu menepuk sisinya. Alec ragu-ragu duduk di samping ibuku, sedangkan aku di samping ayahku.

Setelah Alec duduk, suasana menjadi agak tegang. Ibuku menatap Alec dengan penuh perhatian, seperti mencoba membaca dirinya.

"Jadi, Alec," kata ayahku dengan suara yang tenang dan bijaksana, "Cho telah bercerita banyak tentangmu. Kami sangat ingin mengenalmu lebih baik."

Alec tersenyum gugup dan mencoba untuk tetap tenang. "Terima kasih, Sir, Ma'am. Saya juga sangat ingin mengenal Anda semua. Cho adalah orang yang Istimewa bagi saya."

Ibuku melirik ayahku sejenak sebelum berbicara. "Alec, kami tahu menjadi seorang vampir memiliki... Banyak tantangan tersendiri. Bagaimana kamu melaluinya selama ini?"

Alec menjawab dengan jujur, "Menjadi vampir memang tidak selalu mudah, terkadang bisa katakan tidak pernah tetapi itu adalah bagian dari diri saya. Saya berusaha untuk selalu belajar bertahan hidup beradaptasi dan tumbuh dari setiap hal."

Ayahku mengangguk, tampak merenung sejenak. "Kau tahu, Alec, kami hanya ingin yang terbaik untuk Cho. Selama dia bahagia dan kau memperlakukannya dengan baik, itu yang terpenting bagi kami."

Ibuku menambahkan, "selain itu kami melihat ketulusan dalam dirimu, Alec. Kami hanya khawatir tentang perbedaan yang ada di antara kalian, terutama bagaimana itu mungkin mempengaruhi hubungan kalian."

Alec merasa lega namun tahu bahwa kejujuran adalah kunci. "Saya memahami kekhawatiran Anda, Bu. Cho dan saya telah membicarakan banyak hal tentang masa depan kami, saya berjanji akan selalu menjaga Cho dengan baik."

"Volturi bukan nama asing di dunia sihir, kami tahu kalian dan mungkin kalian tidak tahu kami. Jangan biarkan Cho terluka, Alec, jangan biarkan dia terlibat jika dia tidak menginginkan nya." ucap ayahku pada Alec.

Suaranya tegas, itu adalah peringatan untuk Alec. Dia mengangguk pada ayahku. "Aku tidak akan membiarkan siapapun melukai Cho, aku berjanji tuan."

Cho tersenyum lebar mendengar kata-kata Alec dan merasa bersyukur atas penerimaan orang tuanya. "Mom, Dad, Alec membuatku punya tujuan lagi, dia dan coven nya membantuku untuk menjadi lebih normal." Aku berkata tanpa ragu, orang tuaku mengangguk mengerti.

𝐃É𝐉À 𝐕𝐔 - EDWARD CULLENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang