THIRD PERSON POV
Cho mendorong pintu dengan lengan nya, kedua tangan nya dipenuhi oleh belanjaan. Sulit baginya untuk membawanya sendiri, sekarang sebuah pertanyaan muncul di kepalanya dia bertanya-tanya mengapa House elf begitu mencintai pekerjaannya yang melelahkan ini. Terutama Vivi peri rumah miliknya. Peri malang itu bahkan menangis tersedu-sedu karena Cho akan meninggalkan sendirian.
Cho tidak bermaksud melakukan itu tapi dia harus mencoba untuk menyembuhkan dirinya di tempat yang jauh dari tempat segala potongan-potongan lukanya tercipta. Tempat terjauh yang bisa dia jangkau adalah kehidupan muggle yang sebagian besar mungkin membosankan.
Dia berjanji untuk mengunjungi Vivi tiga bulan sekali, Serta meminta tolong kepada ibunya untuk lebih sering memperhatikan Vivi. Dalam lubuk hati terdalam nya dia masih takut jika Vivi akan melakukan hal-hal gila karena dirinya pergi bahkan jika Vivi telah berjanji untuk menunggunya kembali.
Kantong belanjaannya dia jatuhkan tepat di depan kulkas. Dia memasukkan daging-daging dan sayur-sayuran di dalamnya serta beberapa minuman kemasan yang terlihat menarik.
Saat sedang menata barang-barang dapur pembicaraan Bella di Cafe tiba-tiba saja teringat olehnya.
Dengan sedikit pemikiran berbobot dan pertimbangan yang matang, dia akhirnya memutuskan mengunjunginya.
Mencoba menjadi tetangga yang sopan.
Dia kembali mengambil daging dan bahan-bahan yang baru saja dia tata untuk membuat spaghetti bolognese, tidak ada salahnya mencoba bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar sini. Toh cuma sebuah keluarga.
Rav menatap nya dengan kepala miring yang menandakan bahwa dia bingung. "Sebuah keluarga tinggal beberapa mil dari sini kita mungkin bisa berkunjung. Menyapa mereka sebagai tetangga yang baik." tutur Cho.
Biasanya mereka melakukan telepati, tapi Cho sekarang memilih menutup pikiran nya bahkan untuk familiar nya. Dia selalu tahu bahwa gagak-nya bisa merasakan perasaan nya tapi mungkin itu akan berkurang jika dia tidak membiarkan nya untuk melihat apapun dalam pikiran nya.
Cho membuka lemari yang jika tidak salah ingat adalah tempat penyimpanan panci. Dia mencucinya dengan air mengalir, mengisinya dengan sedikit air dan menaruhnya di atas kompor. Menyalahkan apinya dan memasukkan tomat-tomat yang baru saja dia beli.
Dia memilih untuk membuat sendiri saus bolognese versinya dan memilih untuk melakukan segalanya dengan manual tanpa sihir. Sekalipun dia tahu bahwa dengan bantuan sihir makannya akan lebih enak.
"Sekarang dimana tempat yang bagus untuk menaruhnya." Cho menatap kedua wadah yang cukup besar untuk menampung spaghetti bolognese nya.
"Menurut mu yang mana yang bagus Rav?" Cho meminta pendapat dari familiar nya.
Cakarnya menunjuk ke arah wadah yang bewarna putih yang memiliki sedikit aksen dan pola-pola yang indah. Cho mengangkat bahu, "Ini pilihan yang bagus." Dia lalu menyangka spaghetti dan sausnya di wadah itu.
"Sekarang aku harus bersiap-siap," ucapnya dengan gugup. Dia berlari-lari kecil menuju ke kamarnya untuk mengganti pakaian nya.
Dia mengambil kupluk biru dan jacket biru yang senada. Di padukan dengan sepatu bot hitamnya yang tahan air. Tidak lupa menyelipkan tongkat sihirnya untuk berjaga-jaga jika ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Bagaimanapun dia tidak tahu seperti apa keluarga kekasih Bella, tapi gadis itu terlihat seperti gadis baik dan itu berarti dia juga harusnya di kelilingi orang-orang baik.
Burung gagak nya di sisi lain mengawasi nya dengan senang, akhirnya sahabat manusia nya yang depresi akan mencoba melakukan interaksi sosial lagi dengan jenisnya, atau mungkin dengan orang-orang yang tidak jauh berbeda dengan jenisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃É𝐉À 𝐕𝐔 - EDWARD CULLEN
Fiksi PenggemarBagaimana jika setelah mengalami banyak hal kelam di Inggris Cho Chang akhirnya memutuskan untuk pindah ke sebuah kota kecil di Amerika. Berharap bahwa dia bisa menyembuhkan luka dari perang dan kenangan nya bersama Cedric. Saat dia sudah menjauh da...