CHAPTER 3 - TRUTH

683 91 8
                                    

Suara panggilan dari Cho tidak ditanggapi balasan apapun dari gagak kecil miliknya membuat nya menjadi panik dia menancapkan gas mobilnya di kecepatan tinggi untuk mencapai rumah nya lebih cepat sambil berharap bahwa gagak-nya pulang lebih cepat untuk makanan.

Jantung nya kembali mengalami kenaikan ritme drastis, tubuhnya mulai terasa kaku memikirkan kemana familiar yang dia sayangi pergi tanpa berpamitan dengan nya.

Perjalanan pulang menjadi jauh lebih lambat dari seharusnya, waktu seperti melambat karena kekhawatiran nya. Rumahnya hampir tampak dia menambah kecepatan dan mencengkeram erat stir mobilnya mencegah agar tangannya tidak mati rasa karena sensasi panas dingin di tubuhnya.

Dia memarkirkan mobilnya dengan sembrono bergegas keluar dan berlari masuk kedalam rumahnya.

"Rav! Raven!" Dia berteriak dengan kencang, suaranya memenuhi rumah yang kelihatan sepi itu. Dia segera memeriksa dapur, lalu mencari kembali di tempat burung kecil nya sering tertidur.

Tangannya menjambak rambut hitamnya dengan spontan sebagai pengalihan arus frustasinya. Rasa bersalah mengaliri Cho, Dia seharusnya tidak meninggalkan nya sendirian di mobil, seharusnya dia membawanya masuk di bawah jacket tebalnya atau memberikan nya mantra pengecilan dan menaruhnya di kantong nya.

Arus frustasi dan kecemasan memenuhi dirinya, dia takut kehilangan seseorang lagi, burung itu adalah teman nya sejak anak-anak. Dia menemaninya di setiap perjalanan hidupnya, mereka bahkan dulunya berbagi pikiran. Tapi dia menghentikan nya, Cho takut akan melukai Rav dengan pikirannya yang suram dan menyedihkan.

Mata Cho terpejam dengan air mata yang jatuh di pipinya. Satu-satunya hal yang bisa membuat nya menemukan Rav-nya adalah membuka pelindung pikirannya yang membatasi pikiran nya dari pikiran Familiar nya.

Itu satu-satunya jalan tidak ada yang lain.

Rav...

Rav...

Where are you?

Tidak ada tanggapan apapun, hanya kekosongan, keheningan. Cho mencoba untuk menyatukan kembali pikiran mereka seutuhnya berharap dia bisa melihat dari sudut pandang gagak-nya. Tapi hanya kegelapan yang di temukannya, kepanikan nya makin menjadi-jadi karenanya.

Dia mencoba menembus pikiran gagak-nya untuk melihat ingatan terakhir miliknya, dia memaksa memasuki nya.

Dia berhasil.

Gambar hutan yang dia kenali terlihat, gagak-nya terjatuh di sana. "Hutan, hutan, hutan, hutan," Cho bergumam menyebutkan tempat gagak itu terbang dia disapparate ke tempat yang dia lihat. Tempat yang pernah dia kunjungi untuk sekedar berjalan-jalan sore.

Kakinya kembali menyentuh tanah, dengan kepulan asap tebal.

Ia berlari mencari tubuh gagak yang terjatuh itu. Dia terlalu panik untuk mengkhawatirkan lumpur atau luka yang terbentuk karena goresan ranting kering.

Adrenalin nya menjadi pengganti morfin penghilang rasa sakit muggle.

Mata hitamnya menangkap figur gagak-nya yang

Dia bersimpuh di tanah memegang tubuh Rav. "Oh tidak. tidak, tidak, jangan tinggalkan aku. Kau tidak boleh melakukannya." Dia bergumam kata-kata itu berulang kali. Sambil memeriksa detak jantung nya, itu masih berdetak. Itu membuat Cho menghela nafas lega. Dia mengeluarkan Tongkatnya dengan sedikit gemetar, tenaganya hampir habis karena berlari serta efek dari detak jantung nya yang meningkat.

Tongkatnya terayun, dengan lembut bibirnya menggumamkan mantra yang terlintas dipikirannya. Kepanikan membuat dirinya menjadi sedikit sembrono daripada biasanya.

𝐃É𝐉À 𝐕𝐔 - EDWARD CULLENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang