Malam sudah mulai gelap menyelimuti Kota Biru. Angin dingin di musim salju semakin berhembus menyapa tubuh. Semakin malam, semakin banyak butir-butir salju yang berjatuhan memenuhi pelosok kota. Kenzo dan Lovy yang masih berada di sana, harus terjebak tidak bisa kembali pulang karena kendaraan di jalan tidak beroperasi, bahaya adanya badai yang mungkin akan menerpa. Kewaspadaan ini sudah diumumkan oleh para warga yang berada di sekitar. Sehingga, mereka terpaksa harus berteduh di suatu tempat yang banyak orang juga.
Namun, hal ini tidak membuat Lovy kesal ataupun murung. Justru dia merasa senang, karena kali pertamanya lagi bisa menghabiskan waktu bersama dengan Kenzo di luar. Apalagi, di tempat indah seperti ini. Tempat yang dipenuhi lampu tumbler menempel di pohon-pohon jalanan, dan ada sungai kecil yang sangat indah, ditutupi dengan pagar cantik bernuansa musim salju yang romantis. Dia tidak bisa menahan rona di wajah yang lagi-lagi menghampiri, pipinya terasa mulai panas dan tubuhnya semakin merinding.
Aku harus tahan, aku harus tahan.
"Kamu kenapa?"
Suara Kenzo barusan, berhasil membuatnya terbelalak. "Ah, aku kedinginan," jawabnya berbohong, padahal apa yang dirasakannya saat ini lebih dari itu.
"Sudah pakai jaket setebal itu, masih dingin?"
Lovy hanya bisa menyeringai, memang tahu bahwa pakaian yang dipakainya lebih tebal dari pakaian Kenzo, namun itu hanya penyangkalan. Dia harus berusaha agar bisa menjaga rona di wajah tidak kembali datang. Kalau iya, dia pasti merasa sangat malu.
Matanya kini terarah menatap sebuah sungai yang berada di depan tempat mereka berteduh. Sungai itu sangat indah jika dilihat dari sini, cahaya lampu yang memantul memberi kesan seperti pelangi di sungai itu.
"Kenzo, ayo ke sana!" tunjuknya bersemangat kepada sungai itu.
Kenzo mengangguk. "Ayo."
Setelah mendapat persetujuan dari Kenzo, dia pun berlari mendahului Kenzo menuju sungai itu. Setibanya di sana, bibirnya tertutup rapat oleh tangannya karena takjub melihat keindahan malam diselimuti salju yang berhamburan. Meski dingin masih mencekam, itu tidak terasa karena suasana indah lebih baik untuk dirasakan.
"Kenzo, aku belum pernah ke sini. Dan ini bagus banget, lebih bagus dari Kerajaan Biru kemarin," ungkapnya bersenandung tawa yang gembira.
"Iya, makanya jangan di rumah saja. Sesekali jalan-jalan!" tukas Kenzo sambil tersenyum picik.
Dia mendesis sebal. "Iya, tanpamu pun aku bisa ke sini kalau mau."
Dia masih terus memandangi sungai indah itu dan sesekali menatap ke wajah Kenzo yang juga sangat terlihat cerah bahkan di malam hari. Jika dibandingkan dengan keindahan sungai di depannya ini, dia mungkin lebih memilih Kenzo, karena ketampanan Kenzo berhasil membuat hatinya menjadi tenang.
"Kenzo?" panggilnya dengan suara yang sangat lembut.
Dia terdiam sejenak saat Kenzo menoleh kepadanya. "Aku ..."
'Suka sama kamu'
Kata-kata itu tidak bisa lolos dari bibirnya. Dia takut jika harus mengungkapkan itu, maka Kenzo tidak mau berteman dengannya lagi. Apa yang harus dipilih jika kita mempunyai pilihan, lebih baik tidak mengungkapkan perasaan agar terus berteman, atau mengungkapkan perasaan namun akhirnya menjadi canggung? Itulah kebingungan yang melanda hatinya saat ini.
"Apa? Kenapa terdiam?" tanya Kenzo bingung.
Dia menarik nafasnya sebentar, mencoba untuk tetap netral agar tidak terlihat begitu gugup. Bukankah Kenzo sudah sangat baik padanya, lalu apa yang harus ditakutkan jika mengungkapkan perasaan sekali saja? Benar, dia harus mencobanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Kenzo | Sudah Terbit
FantasyCerita sudah terbit dan open PO dari tanggal 1 - 13 Agustus 2024 Cek part terakhir👉 🌳🌳🌳 Bagaimana kalau hanya dengan memohon kepada Pohon Peri, segala keinginanmu akan terpenuhi? Apakah bisa juga mendapatkan kebahagiaan dan kehadiran seorang pa...