18. Pacar Pertama

15 10 1
                                    

Cinta itu membuatmu lupa akan tujuan hidup yang sebenarnya.

💔💔💔

"Yingjun, apa aku boleh pinjam ponselmu?"

Di pagi buta seperti sekarang, bahkan matahari masih belum naik ke atas, Kenzo malah membuyarkan tidur Yingjun yang sangat lelah hanya demi meminjam ponsel. Dia, ingin mencoba mengetahui banyak beberapa teknologi canggih di dunia selain laptop. Karena, dia hanya bisa menggunakan laptop, namun dia tidak punya benda kecil yang sangat bagus seperti yang dimiliki Yingjun.

"Untuk apa? Masih pagi sekali," balas Yingjun dengan mata yang masih tertutup.

"Aku mau telpon pacarku."

Mata Yingjun seketika terbelalak setelah mendengar ucapannya barusan. Seketika tubuh Yingjun juga langsung bangkit dari kasur dengan wajah penuh semangat seperti tidak habis tidur.

"Pacar? Kamu punya pacar?" tanya Yingjun penasaran.

"Hm, Lovy adalah pacarku sekarang," jawabnya dengan senyum terbaik miliknya.

"Jangan senyum seperti itu!" tegas Yingjung sambil menarik selimut menutupi tubuhnya.

"Kenapa senyumku?"

"Siapa yang tidak tertarik dengan senyummu itu. Pesona pria tampan memang akan membunuhmu," tukas Yingjun sambil bergidik geli.

Dia tidak mengerti maksud dari ucapan Yingjun, namun dia senang sudah menerima pujian itu. Kini dirinya kembali fokus kepada permintaannya kepada Yingjun. "Mana ponselmu? Pinjam, ya?" pintanya sekali lagi, namun terlihat dari wajah Yingjun hendak memberi penolakan.

"Itu adalah ponsel pribadi. Aku tidak mungkin memberikannya untuk kamu!"

"Kalau begitu, aku harus beli. Boleh minta uangmu?" Tangannya kali ini menengadah seperti anak yang meminta jajan kepada ibunya.

"Heh? Kerja dulu sana! Sok-sok-an pacaran tapi tidak ada modal," sindir Yingjun sinis.

"Yingjun, lagi pula kamu ini Peri. Kamu bisa mendapatkan apa pun yang kamu mau hanya dengan sepetik jari. Beri saja ponselmu untukku, atau uangmu itu."

Yingjun mengangguk, membenarkan apa yang baru saja diucapkannya. Namun, wajah Yingjun kembali seperti semula, menimbulkan jejak yang jelas sebuah penolakan lagi.

"Tidak perlu pakai ponsel, pergi saja kunjungi rumahnya!" perintah Yingjun lagi padanya.

"Pasti ada Mamahnya."

Entah kenapa dulu saat masih belum berpacaran, dia merasa santai dan bisa bersikap biasa saja kepada Mamahnya Lovy. Namun saat perasaan ini sudah berubah, dia jadi malu dan kurang percaya diri menghadapi Mamahnya Lovy. Apakah benar adanya kata bahwa jika mencintai wanita maka harus siap menghadapi orang tuanya.

Dia segera menggelengkan kepalanya, menepis perasaan takut dan khawatir akan hal itu. Memangnya kenapa kalau menghadapi Mamahnya Lovy, bukankah itu bagus agar memberi pendekatan yang lebih baik sebagai calon menantu kepada ibu mertuanya. Sangat indah.

"Hei, hei, lihat sejak berpacaran, kamu seperti sudah gila, selalu bicara dan tersenyum sendiri," gumam Yingjun sambil menarik selimutnya lagi.

"Kamu benar, Peri. Aku harus mengejarnya, bahkan jika harus ke rumahnya sekali pun."

Rasa semangat seketika membara di sekujur tubuhnya. Menampakkan jelas rona wajah yang cerah, bahkan lebih cerah dari musim semi kali ini.

"Aku akan pergi berkencan," pamitnya sambil membungkuk hormat kepada Yingjun.

Mr. Kenzo | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang