❄Tiga puluh❄

1.1K 125 39
                                    

Seperti yang Zelo duga, Zalio tidak mau diajak ke rumah sakit untuk menjenguk Renzo. Nando yang biasanya tidak bisa dibantah pun kali ini juga kalah dari kekeraskepalaan seorang Zalio.

Begitu Nando berkata akan mengajaknya ke rumah sakit sembari menggandeng tangan Zalio, eh anak itu langsung menghentakkan tangannya, lalu berlari pergi meninggalkan Nando dan lebih memilih pulang menggunakan taksi. Nando tidak sempat menahan karena Zalio kaburnya sangat gesit.

Jadilah sekarang Nando hanya bisa mengikuti dari belakang mobil taksi yang dinaiki putra bungsu nya itu.

Setelah sampai di depan gerbang mansion, Zalio langsung turun dari taksi dan berlari menuju kamarnya. Nando lagi-lagi kalah cepat. Baru turun dari mobil, Zalionya sudah menghilang.

Nando menghela napas, lalu melangkah memasuki mansion.

Ini Zalio cuma mau diajak ke rumah sakit untuk menjenguk bukan untuk disuntik. Kenapa pake acara kabur-kaburan segala coba?

Nando sudah merasa sangat lelah, ditambah lagi Zalio yang kabur-kaburan begitu. Tapi ia tetap tidak boleh sampai kelepasan mengeluarkan amarah. Ia harus bersabar menghadapi kelakuan si bungsu. Karena kalau ia terlalu keras, putranya itu bisa semakin menjauh lagi.

"Zalio, Papa minta tolong banget, tolong jengukin Kak Renzo, sebentar aja. Dari tadi pagi Kak Renzo manggil-manggil Lio terus. Dia pengen ketemu kamu. Kondisi nya lagi menurun. Siapa tau kalau ketemu Lio kondisi Kak Renzo bisa langsung membaik. Ayo, nak. Mau, ya? Papa mohon, sebentar aja." Ujar Nando mencoba membujuk dengan lembut. Sembari mengetuk pintu kamar Zalio.

"Lio lagi gak enak badan, pa. Mau istirahat." Terdengar suara balasan dari Zalio yang berada di dalam kamar. Lebih tepatnya dibalik pintu.

Nando terdiam untuk sesaat. Terkejut dengan penuturan putranya itu. Apa benar Zalio sedang tidak enak badan? Kalau dipikir-pikir saat tadi ia sempat menggandeng tangan Zalio memang terasa hangat. Tapi ia tidak mengira kalau putranya itu sedang sakit. Seketika Nando merutuki dirinya yang lagi-lagi tidak bisa menjadi orang tua yang baik. Putranya sedang sakit saja ia tidak peka.

"Zalio sakit, nak? Kalo gitu kita ke rumah sakit sekalian periksa, ya. Ayo, buka pintunya."

"Enggak mau, Pa. Lio cuma agak demam dikit, mau istirahat aja di kamar. Gak mau kemana-mana. "

"Yaudah kalo emang gak mau periksa ke rumah sakit. Papa gak akan maksa. Tapi boleh, ya, Papa masuk? Papa mau ngecek keadaan kamu. Buka dulu pintunya, ya, nak."

"Enggak perlu, Pa. Lio baik-baik aja kok. Mending Papa balik aja ke rumah sakit jagain kak Renzo. Lio udah biasa ditinggal sendirian."

Nando tertohok mendengarnya. Zalio benar, ia dan yang lain sudah terlalu sering meninggalkan si bungsu seorang diri. Saking khawatirnya dengan Renzo, mereka sampai melupakan si bungsu yang juga membutuhkan perhatian. Nando benar-benar merasa gagal menjadi kepala keluarga sekaligus orang tua karena tidak bisa membagi waktu dengan adil pada putra-putranya. Selama ini waktu yang Nando berikan hanya berfokus untuk Renzo saja, tanpa memikirkan putranya yang lain.

"Maafin Papa, nak. Papa benar-benar gagal jadi ayah yang baik buat kamu. Tolong kasih papa kesempatan buat menebus kesalahan Papa, ya? Mulai sekarang Papa akan berusaha membagi waktu Papa dengan adil dan gak akan ninggalin kamu sendirian lagi. Izinkan Papa dekat sama kamu kayak dulu, ya. Papa mohon."

Hening untuk sesaat tidak ada balasan dari dalam kamar. Namun Nando setia menunggu. Setelah beberapa detik, pintu kamar itu akhirnya terbuka dan menampilkan sosok putra bungsunya yang nampak kuyu. Sepertinya memang benar putranya itu sedang tidak enak badan. Nando langsung merengkuh tubuh kecil itu kedalam dekapannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KARENZOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang