❄️Sepuluh❄️

2.1K 167 16
                                    

"Grandma, Grandpa.." Suara Renzo  menghentikan pertengkaran dua orang paruh baya itu. Grandma berbalik menghadap ke arah Renzo yang kini sudah mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk dengan bantuan Lusi.

"Tuh 'kan cucuku jadi terbangun karna kita ribut!" Ujar Grandma, melirik sinis ke arah Grandpa sebelum melangkah mendekati ranjang Renzo.

"Maaf ya, sayang.. kamu jadi kebangun." Ucap Grandma pada Renzo yang tersenyum kearahnya.

"Gak pa-pa, Grandma. Tadi aku emang belum nyenyak kok tidurnya," sahut Renzo.

"Ma, Renzo pulangnya sekarang aja, ya? 'Kan udah gak kenapa-napa," Renzo beralih pada Lusi yang berdiri di dekatnya. Berkata dengan tatapan memohon.

Semua yang berada disana lantas mengatupkan bibir. Harusnya mereka sadar, bahwa suara mereka tadi itu cukup keras. Jadi tidak mustahil kalau Renzo bisa mendengarnya.

"Gak bisa, Ren. Kata dokter harus menginap minimal dua hari. Jadi lusa baru boleh pulang," balas Lusi sembari menatap putranya.

"Sabar napa, Ren. Ngebet banget pengen cepat pulang. Pulihin dulu kondisi lo yang bener." Ujar Zelo, tau-tau kembarannya itu sudah berdiri di samping kanan ranjangnya, bersama Darzen.

Renzo terdiam. Ya, sebenarnya juga tadi itu ia tidak benar-benar tertidur. Ia memejamkan mata karena berusaha menahan rasa sakit di kepalanya yang tiba-tiba kembali menyerang setelah ia berbicara dengan sang mama mengenai makan malam.

Renzo sudah hampir benar-benar tertidur saat suara Grandpa dan Grandma menyapa indra pendengarannya, membuat kesadaran Renzo terpaksa di tarik lagi. Renzo tidak langsung membuka mata, karena sakit di kepalanya yang belum juga hilang. Sekarang saja ia masih berusaha menahan rasa sakit itu. Ia tidak ingin membuat keluarganya kembali dilanda khawatir.

Perkataan Grandpa mengenai Zalio membuat Renzo langsung memikirkan sang adik yang tidak ikut menjenguknya. Grandpa benar, jika dirinya terlalu lama di rumah sakit, adiknya itu akan lebih banyak ditinggal sendirian di mansion. Karena sudah pasti kedua orang tuanya akan fokus menjaganya selama dirawat inap. Renzo tidak ingin adiknya terus-terusan di tinggal sendiri. Itu sebabnya ia memutuskannya untuk membuka mata, mencoba meminta agar di perbolehkan pulang dan beristirahat di mansion saja. Namun sepertinya tidak semudah itu.

Nando yang semula berdiri didekat sofa lantas ikut melangkah ke samping kiri ranjang, berdiri di sebelah Lusi. Grandma berdiri di sebelah Nando. Hanya Grandpa saja yang tidak ikut berdiri di dekat ranjang Renzo. Pria paruh baya itu juga sepertinya tidak berniat pergi dari sana dan lebih memilih mendudukkan diri di sofa. Padahal tadi sudah diusir oleh sang istri.

"Kalian jangan pada ngerubungi aku gini dong. Bikin engap tau," lirih Renzo. Sekarang dadanya mulai terasa sesak lagi.

"Kenapa, hmm? kamu sesak?" Lusi langsung bertanya dengan raut wajah khawatir. Nando dan Grandma juga ingin menanyakan hal yang sama tapi Lusi sudah lebih dulu mewakili.

Renzo langsung menyadari kalau ia baru saja keceplosan memberitahu apa yang sedang dirasakannya. Ditengah pikirannya yang bingung harus menjawab apa, agar anggota keluarganya tidak khawatir, Suara Zelo menyambar seakan mengerti kalau kembarannya sedang membutuhkan bantuan.

"Bubar-bubar! Jangan pada berdiri disini semua. Ntar asma Renzo kambuh!" Ujar Zelo. Lagi-lagi dengan beraninya berkata sedikit kurang ajar pada mereka yang lebih tua darinya itu. Ya, hanya sedikit kok. Tak apalah. Kan demi kebaikan Renzo.

Tapi rupanya Darzen tidak tinggal diam. Kali ini pemuda itu menyentil bibir sang adik sebagai hukuman.

"Nyuruh bubar, tapi kamu sendiri masih berdiri disini!" Ujar Darzen sembari menjitak kepala Zelo untuk tambahan.

KARENZOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang