❄️Thirteen❄️

1.6K 135 3
                                    

"Ze, lo masih marah? Gue 'kan udah gak jadi pulang sekarang. Jangan marah lagi dong, Ze," Ujar Renzo pada Zelo yang berbaring di sofa ruang rawat sambil bermain ponsel. Sejak tadi kembarannya itu tidak banyak bicara. Terlihat seperti masih marah padanya karena tadi dirinya minta cepat pulang. Padahal Renzo sudah tidak jadi minta pulang hari ini, setelah mendengar ancaman yang Zelo berikan.

'Kalau lo tetap ngotot mau pulang sekarang, nanti gue gak bakal mau jagain Zalio selama di sekolah. Lagian dia tuh udah gede. Jadi pasti bisa jaga diri sendiri tanpa perlu gue jagain.'

Kalimat dari Zelo itu membuat Renzo langsung mengurungkan keinginannya untuk pulang lebih cepat. Bagi Renzo walaupun Zalio itu sudah bukan anak kecil lagi tapi sebagai seorang kakak, tetap harus menjaga adiknya sampai kapanpun.

Alasan lainnya juga karena Renzo tidak ingin membuat Zelo marah. Jika ia nekat minta cepat pulang.

"Cuma lo yang paling gue percaya buat jaga Zalio, Ze. Seenggaknya sampai lo lulus sekolah. Tapi kalau bisa sih sampai lo kuliah juga. Karna kita 'kan sebagai kakak udah sepatutnya jaga adeknya." Ujar Renzo yang sedang duduk diatas ranjangnya sambil memainkan jari.

Zelo masih tidak menyahut. Masih fokus pada ponselnya. Di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Lusi sedang ke ruangan dokter karena ada yang ingin dokter bicarakan mengenai kondisi Renzo. Sedangkan Darzen diusir pulang oleh Renzo. Supaya saat Zalio pulang sekolah nanti, tidak sendirian, ada yang menemani di mansion.

"Ze!" Renzo memanggil sambil menoleh ke arah Zelo yang berada di sofa.

Zelo masih tidak mengeluarkan suara.

"ZELO! Uhuk.. uhuk.." Renzo terbatuk setelah memanggil Zelo dengan suara keras. Membuat Zelo menghela napas, menurunkan handphone, sembari mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk.

"Manggilnya biasa aja, gak usah teriak-teriak. Jadi batuk 'kan lo!" Sahutnya ketus.

"Lo sih gak nyahut-nyahut," balas Renzo sebal.

"Gue males kalo lo bahas itu. Bahas yang lain aja bisa gak?!" Ujar Zelo dengan nada dingin. Ia benar-benar malas kalau Renzo sudah membahas Zalio, Zalio, Zalio terus. Tidak tahu kah kembarannya, kalau dirinya sedang kesal pada adiknya itu?

Jadi sekarang Zelo sedang tidak ingin membicarakan tentang Zalio dulu.

"Lo jawab dulu yang gue bilang tadi. Lo mau 'kan jaga Zalio?!

"Ze, please.."

"Tinggal jawab 'iya' aja, apa susahnya sih, Ze. Abis itu gue bakal diam dan gak bahas itu lagi. Gue juga ngantuk banget ini, mau tidur. Tapi kalo lo belum jawab gue gak bakal bisa tidur."

Zelo masih tidak menjawab dan malah bersuara dalam hati.

Kalo gitu ya malah bagus, mending gue gak jawab, biar lo gak bisa tidur. Walaupun gue gak suka yang lo bahas itu selalu Zalio. Tapi gak pa-pa. Gue mending denger suara bawel lo daripada liat lo tidur terus, Ren.

"Ze, btw mama kok lama, ya? Kira-kira dokter bicarain apa ke mama? Kenapa gak ngomong disini aja sih, biar gue sama lo denger juga. Jangan-jangan tuh dokter mau nikung!" Karena tidak mendapat respon dari sang kembaran, Renzo akhirnya beralih pembahasan. Ia teringat sang mama yang belum juga kembali sejak sejam yang lalu dokter mengajak ke ruangannya karena ada yang ingin dibicarakan.

"Ngaco! Dokter Burhan hampir seumuran Grandpa, yakali nikung. Lo ganti pembahasan tapi pembahasan lo malah ngaco! Dokter Burhan itu mau ngejelasin tentang kondisi lo ke mama. Bukan mau aneh-aneh!" Zelo akhirnya mau menyahut lagi, walau masih dengan nada ketus. Namun itu cukup membuat Renzo sekilas mengembangkan senyum.

"Lagian kenapa gak nyempein disini aja, biar gue juga denger sekalian. Kenapa pake di ruang dokter sana ngomongnya, kan aneh?!"

"Dokter pasti punya alasan sendiri kenapa gak mau ngomong langsung disini, Ren. Udahlah lo gak usah permasalahin itu. Nanti kita 'kan bisa nanya ke mama apa aja yang dokter bicarain."

KARENZOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang