❄️ Duapuluh dua❄️

1.8K 159 27
                                    

Kalau saja Renzo bisa memilih. Ia akan memilih untuk tidur selamanya dan tidak bangun-bangun lagi.

Mengetahui fakta bahwa dirinya sudah menularkan penyakit ke salah satu anggota keluarganya, membuat Renzo benar-benar merasa tidak pantas untuk hidup.

Saat Grandpa memarahi dan memakinya, Renzo hanya bisa menangis. Bukan karena sakit hati oleh perkataan yang Grandpa lontarkan, melainkan karena Renzo merasa kesal pada dirinya sendiri.

Selama ini dirinya sudah sangat merepotkan keluarga dan orang-orang terdekatnya. Sekarang dirinya malah membuat salah satu anggota keluarganya ikut tertular penyakit.

Kehadirannya sudah menyakiti sang adik bungsu. Kini kehadirannya juga membuat saudara kembarnya tertular penyakit yang berasal dari dirinya.

Kenapa ia harus hadir diantara mereka kalau hanya untuk menyusahkan, menyakiti dan membuat mereka menderita?

Air mata Renzo masih mengalir deras dari pelupuk matanya. Grandpa sudah dibawa menjauh, keluar dari ruang rawat Renzo. Nando dan Darzen yang telah menghentikan Grandpa. Papa dan abangnya itu memaksa Grandpa untuk keluar dari ruang rawat. Dokter dan beberapa perawat yang sedang memeriksa kondisi Renzo juga ikut andil menghentikan aksi keributan yang Grandpa perbuat.

"Jangan nangis. Saturasi oksigen kamu masih rendah. Kalau kamu nangis nanti napasnya bisa makin sesak. Kakek kamu cuma lagi kalut aja, karena mengetahui dua cucunya terinfeksi bakteri TB. Jadi emosinya tidak bisa terkontrol. Jangan masukin ke hati perkataan kakek kamu. Kamu baru aja sadar. Kamu masih perlu banyak istirahat, tidak boleh stres, nanti kondisi kamu bisa menurun lagi loh." Dokter paruh baya yang bernama dokter Burhan itu bersuara untuk menenangkan pasiennya yang nampak terpukul setelah mendapat amukan dari sang kakek.

Netra Renzo baru saja terbuka setelah hampir tiga hari terpejam. Netranya bahkan masih nampak sayu, di hidungnya juga masih terpasang selang kanul untuk mencukupi pasokan oksigen, kondisinya masih belum benar-benar membaik tapi malah semakin dibuat sakit oleh kakeknya sendiri.

Darzen kembali masuk ke dalam ruang rawat dengan menggunakan masker menutupi hidung dan mulutnya untuk mengantisipasi penularan bakteri TB. Dokter dan perawat yang memeriksa kondisi Renzo juga semuanya menggunakan masker.

Darzen melangkah mendekati ranjang Renzo, ingin memastikan kondisi sang adik yang baru sadar dari tidur panjangnya itu. Tadi Darzen belum sempat melihat kondisi Renzo karena Grandpa yang langsung menyerobot masuk setelah dokter menyampaikan pada mereka bahwa Renzo sudah sadar.

Darzen pikir Grandpa masuk ke dalam ruang rawat Renzo untuk melihat kondisi cucunya. Namun ternyata malah bikin keributan dan membuat adiknya yang baru saja sadar itu menjadi tersakiti dan tertekan. Sekarang papa nya sedang berbicara dengan Grandpa di depan ruang rawat Renzo. Papanya itu pasti marah pada Grandpa karena perbuatan sang kakek yang menurutnya sudah sangat keterlaluan.

"Ze..lo.. ma-na.. bang? Uhuk..uhuk.." Renzo bersuara dan langsung terbatuk. Bertanya sambil menangis sesenggukan membuat tenggorokannya tercekat.

"Gak usah mikirin Zelo dulu, ya. Tenangin diri kamu. Zelo baik-baik aja kok. Dia lagi istirahat sama mama." Jawab Darzen sembari mengusap lembut bahu sang adik yang nampak bergetar.

"Ma-u.. ketemu.."

"Nanti. Sekarang kamu harus banyak istirahat. Jangan mikirin apapun dulu, oke?!" Darzen mengusap air mata adiknya yang masih saja menetes.

Darzen merasa sangat sedih melihat kondisi dua adik kembarnya. Di ruangan lain Zelo juga sedang dirawat. Pagi tadi Zelo pingsan karena mengalami demam tinggi. Tapi kata dokter itu bukan karena bakteri TB. Bakteri TB yang bersarang ditubuh Zelo tidak aktif dan tidak menimbulkan gejala. Jadi demam yang Zelo alami itu bukan karena TBC, melainkan karena stres dan kelelahan.

KARENZOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang