❄️Twenty five❄️

1.9K 137 11
                                    

"Kenapa jadi tiba-tiba mau tinggal berdua bareng gue doang? Sebelumnya aja lo gak mau tidur sekamar bareng gue kalo gak di ancem. Sekarang malah pengen tinggal berdua. Lo baru nyadar, ya, kalo ternyata lo juga gak bisa jauh dari gue?" Zelo yang merasa heran itu langsung saja menggoda kembarannya.

"Gu-e.. gak ma-u.. ada.. yang ter-tular.. lagi.. Ze," Renzo yang masih menatap manik Zelo itu menjawab dengan lemah.

Bisa Renzo lihat, Zelo menghela napas dan langsung memalingkan wajahnya ke arah lain sembari menyugarkan rambutnya yang mulai gondrong.

"Zelo.. pliis.."

"Papa sama mama gak bakal kasih izin, Ren. Nanti siapa yang jagain lo pas gue sekolah? Lo sadar gak sih, kalo lo itu gak boleh ditinggal sendirian?! Sekarang bukan cuma paru-paru lo aja yang bermasalah, Ren , tapi jantung lo juga. Penyakit kelainan darah lo bahkan belum diatasi juga gara-gara lo gak mau nerima donor sumsum tulang dari kita."

Zelo sengaja membahas tentang penyakit yang Renzo derita supaya kembarannya itu sadar dengan kondisinya sendiri dan tidak meminta yang aneh-aneh.

Dan benar saja Renzo nampak terdiam setelah mendengar perkataan dari Zelo itu. Renzo tidak bisa membantah karena memang sekarang tubuhnya sudah semakin rusak. Seiring berjalannya waktu bukannya sembuh penyakitnya malah semakin bertambah.

Melihat Renzo langsung terdiam dan tidak bisa membalas lagi perkataan darinya, Zelo lantas kembali bersuara.

"Nanti kita bicarain ini lagi kalo lo udah boleh pulang dari rumah sakit."

◾◾◾◾

Tadinya mereka semua pikir setelah Renzo keluar dari ruang ICU dan dipindahkan ke ruang rawat, mereka akan bebas menjenguk Renzo tanpa ada batas waktu atau batas pembesuk. Namun ternyata mereka salah.

Semenjak Renzo dipindahkan ke ruang rawat, mereka malah semakin sulit untuk menjenguk anak itu.

Dokter masih membatasi penjenguk dan melarang mereka untuk menginap di ruang rawat. Dokter juga masih menyarankan untuk selalu menggunakan masker setiap masuk ke ruang rawat dan setiap ingin berinteraksi dengan Renzo. Tapi itu semua masih bisa mereka maklumi.

Masalahnya bukan hanya dokter yang membatasi, melainkan Renzo juga ikut membatasi mereka.

Renzo menolak dijenguk oleh anggota keluarganya, kecuali Zelo. Kalaupun ada salah satu dari mereka selain Zelo yang nekat masuk ke dalam ruang rawat, Renzo sama sekali tidak mau berinteraksi dengan mereka dan memilih pura-pura tidur.

Padahal Renzo sudah bisa berbicara banyak. Alat bantu pernapasannya juga sudah diganti dengan nasal kanul yang semakin mempermudah dirinya untuk berbicara. Namun Renzo tetap memilih bungkam. Sedikitpun ia tidak mau membuka mulut, meski hanya untuk menjawab 'iya' atau 'tidak'. Renzo hanya sesekali menyahut dengan gumaman saja. Mulutnya benar-benar tertutup rapat untuk mereka.

Renzo melakukan itu karena ia tahu penularan TBC umumnya terjadi melalui udara. Ketika penderita TBC aktif seperti dirinya memercikkan lendir atau dahak saat batuk, bersin, dan berbicara, bakteri TB akan ikut keluar melalui lendir tersebut dan terbawa ke udara.

Jadi Renzo takut akan menularkan bakteri TB jika dirinya membuka mulut.

Saat batuk saja Renzo akan berusaha keras untuk menahan dan tidak mengeluarkan batuk dengan tetap menutup rapat mulutnya. Renzo hanya bisa leluasa membuka mulut ketika bersama Zelo saja.

Seperti sekarang, hanya Zelo yang menemani Renzo di ruang rawat. Kebetulan ini adalah hari minggu. Dari pagi Zelo sudah berada di ruang rawat menemani sang kembaran.

Zelo menyuruh anggota keluarganya untuk beristirahat saja di mansion. Karena Renzo juga tidak mau ditemani oleh anggota keluarganya yang lain. Jadi percuma saja jika mereka tetap berada di rumah sakit.

KARENZOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang