11

295 33 18
                                    

Semilir angin berhembus menyibak dengan lembut rambut yang panjang terurai. Kembali kucium aroma yang dulu selalu menjadi candu. Aroma parfum yang lembut yang dulu selalu ku hirup melalui jenjang lehernya setiap ku merasa rindu bahkan lelahku. Aroma tubuh dari seseorang yang kurindu namun sebenarnya untuk pertemuan kembali dengannya seperti ini sama sekali tak kuharapkan. Meskipun rasa ini masih ada untuknya. Namun ternyata takdir dan semesta benar-benar mempertemukan kami sekarang, bahkan setelah kemarin aku dengan sengaja menghindarinya.

Ya Bianca sedang duduk dihadapanku sekarang. Setelah pertemuan tak sengaja di lobby hotel ini, kami makan malam bersama di resto hotel ini bersama Merry. Aku tak banyak bicara dan hanya sesekali menimpali obrolan dua orang yang baru saling kenal itu.

Tak banyak yang berubah dari dirinya, dia masih sosok yang ceria, rame dan suka bercanda. Dia sosok ekstrovert dan rasanya memang bertolak belakang denganku yang cenderung introvert. Dengan perbedaan itu namun nyatanya dulu bisa mempersatukan kami selama kurang lebih dua tahun meskipun pada akhirnya kami berpisah juga. Akan tetapi, nampak ada perubahan dari dirinya secara fisik. Dia terlihat lebih kurus dibanding dulu saat aku masih bersamanya. Aku hanya berfikir betapa melelahkannya pastinya menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga. Apalagi dia juga adalah seorang wanita pekerja.

Setelah selesai makan, Merry pamit kembali ke kamar duluan meninggalkan kami berdua, dengan aku yang masih dalam mode diam.

Tangannya terulur dan jemari tangannya merapikan helaian rambutku yang sedikit berantakan karena angin.

"Kamu makin cantik, Aya."

Aku tersentak karena dia memanggilku dengan panggilan sayangnya dulu. Panggilan pendek dari Zoraya. Dia tidak memanggilku dengan panggilan Zora seperti kebanyakan orang memanggilku, dia bilang ingin panggilan yang special untuk orang yang special dan tidak ingin disamakan dengan cara orang lain memanggil namaku. Sikap dan kata-katanya dulu memanglah cukup manis.

"Terima kasih, Bi." Sedangkan aku sekarang memanggilnya Bi pendeknya dari Bianca. Bukan lagi by dari kata baby seperti dulu aku memanggilnya.

"Kamu sama Merry gak tidur sekamar kan?" Tanyanya sambil menarik kembali tangannya dari rambutku dan menatapku lembut, yang kubalas dengan tatapan heranku.

'Tak adakah kalimat lain yang seharusnya kamu ucapkan selain pertanyaan itu? Permintaan maaf misalnya?!' batinku

"Tentu saja tidak." Jawabku apa adanya dan dia hanya tersenyum miring, Hah apa maksudnya dengan senyumnya itu.

"Aya...bisakah kita ngobrol di kamar kamu? ada banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu tapi rasanya gak mungkin kalau disini. Disini terlalu ramai."

"Nggak Bi. Lagipula gak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Maaf Bi, aku permisi."

Aku beranjak dari kursiku bermaksud meninggalkannya, tapi Bianca menahanku dan memegang tanganku.

"Tunggu Aya. Aku mohon." Wajahnya nampak memelas.

"Huft...baiklah." Akhirnya aku mengiyakan setidaknya mungkin ini untuk yang terakhir kalinya.

Kami sudah berada dikamarku sekarang. Aku meninggalkan Bianca terlebih dulu untuk mandi karena rasanya badan ini udah lengket dan gerah setelah beraktifitas seharian. Namun sebelumnya aku membawa baju gantiku untuk kupakai di dalam kamar mandi. Setelah selesai dengan mandiku, aku menemui Bianca yang sedang berdiri bersandar di pagar balkon sambil merokok.

"Kamu masih merokok?" Setelah menyadari kedatanganku Bianca mematikan rokoknya. Mungkin dia masih ingat kalau aku tak pernah suka kalau dia merokok di dekatku.

"Huum."

Kami terdiam untuk beberapa waktu sebelum akhirnya aku yang membuka obrolan kami karena teringat akan suaminya.

The Butterfly's Secret {GXG}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang