12

247 26 6
                                    

Menapaki setiap sudut tempat yang pernah kulewati dalam kebersamaanku dengan Bianca membuka kembali setiap memori indah dan pahit secara bersamaan. Disinilah aku sekarang bersama Merry, di salah satu tempat wisata yang paling popular karena keindahannya. Tempat pertama kali dimana aku dan Bianca bertemu.

Pun semua yang terjadi kemarin begitu jelas masih dapat kurasakan. Setiap kata yang terucap, setiap tetes air mata yang turun, dan setiap sentuhan dan hembusan nafas yang kurasakan mengembalikan secercah kebahagiaan yang hilang.

Ku akui meskipun saat ini aku juga sedang memaki diriku sendiri yang tidak dapat mempertahankan harga diriku didepannya. Dengan mudahnya aku luluh karena air matanya padahal air mata yang telah kubuang untuknya lebih dari apapun. Lantas hatikupun bertanya kenapa dengan mudahnya aku percaya semua kata-katanya? Kenapa dengan mudahnya aku berkata 'ya' saat dia memintaku kembali? Bagaimana kalau dia kembali mengkhinatiku dan bagaimana kalau sebenarnya dia sedang membodohiku?

"Ibu kenapa?" Tanya Merry saat kami sedang berjalan menuju parkiran untuk kembali ke hotel.

"Gapapa Mer. Hmm...Mer kita mampir ke suatu tempat dulu ya."

"Kemana bu?"

"Kamu akan tahu nanti."

Menuju tempat parkir, kami berjalan melewati jalanan yang dipenuhi dengan stand yang menjual baju-baju dan makanan khas daerah ini. Kami membeli beberapa bungkus makanan khas ini untuk kami jadikan oleh-oleh untuk teman-teman terdekat di kantor dan juga orang – orang di rumah. Setelah selesai dengan semua makanan ini, mataku tertuju pada sebuah cardigan berwarna pink dengan garis berwarna ungu muda yang tergantung di salah satu stand. Cardigan yang lucu dan terlihat anggun. Aku menghampirinya dan melihat-lihat kualitasnya. Dirasa cocok aku memutuskan untuk membelinya dengan dua warna yang berbeda.

"Untuk bu Bianca ya?"

"Sok tahu." Merry mempoutkan bibirnya mendengar jawabanku.

"Mmm....Bu sebenarnya Bu Bianca itu siapanya ibu?" Aku cukup terkejut mendengar pertanyaan dari Merry itu.

"Hmm...Dia temanku."

"Sepertinya ada yang aneh dari hubungan kalian."

"Kanapa kamu bilang gitu?"

"Yaa karena waktu hari pertama kita sampai disini, ibu menghindarinya saat gak sengaja ketemu dia, iya kan? Terus kemarin ibu kayak yang enggan duduk dan ngobrol bareng sama dia waktu di resto kemarin, tapi tiba-tiba pagi ini dia ada di kamar ibu dengan sikap kalian yang manis saat bu Bianca pamit pulang. Daan...." Aku melirik ke arah Merry sebentar, karena aku sedang mengemudi sekarang.

"Dan apa?" Aku mengerutkan keningku mencoba menerka. Merry tidak berbicara dia hanya menggaruk-garuk lehernya pelan tapi seperti sedang menunjuk sesuatu juga. Aku perhatikan lehernya, gak ada apa-apa. Gak merah juga.

"Kamu kenapa sih?"

"Leher ibu."

"Leher aku kenapa?" Aku mencoba melihatnya dari kaca depan. Astaga aku gak nyadar kalau Bianca meninggalkan jejak disini. Uhuk...aku membatukan diriku karena malu sekaligus gugup sambil menggaruk-garuk leherku yang gak gatal.

"Ini...ini...kayaknya digigit serangga deh."

"Iya sih. Serangga itu pasti. Serangga betina." Merry benar-benar menggodaku.

"Aku boleh jujur gak bu?"

"Soal?"

"Pikiranku."

"Katakanlah."

"Sebenarnya aku berfikir kalau kalian bukan teman, tapi pasangan." Tiba-tiba saja tenggorokanku terasa kering, rasa gugup menghampiriku. Kulirik Merry, dia sedang manatapku sebelum akhirnya memalingkan wajahnya kedepan sambil tersenyum lebar.

The Butterfly's Secret {GXG}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang