20

218 20 14
                                    

Aku terbangun saat kurasakan hembusan nafas panas menggelitik telingaku dan rangkulan tangan melingkar diperutku. Kulihat Fanny tidur dengan gelisah disampingku. Kuraba keningnya yang ternyata memang masih demam.

Aku bangkit dari tempat tidur Fanny untuk membawa air hangat dan handuk kecil untuk mengompres keningnya. Kutatap wajahnya, Fanny memang cantik selain itu dia juga ramah, ceria dan menyenangkan. Pantaslah Bianca sangat mudah berpaling hatinya untuknya. Dari tatapan di wajahnya, kulihat juga tubuhnya yang terbaring dan ahh terbayang bagaimana Bianca menyentuh tubuh itu.

Shit! Masa lalu yang tak ingin lagi ku buka kenangannya sekarang malah bermunculan setelah percakapan semalam dengan Fanny. Tidak! Aku tak boleh seperti ini lagi. Aku harus benar-benar bisa melupakannya.

Kulihat jam yang menempel di dinding. Waktu masih menunjukan jam 5 pagi ini. Aku pergi ke dapurnya Fanny untuk memasakan sedikit nasi untuk dia makan siang dan bubur untuk sarapannya. Setelah hampir selesai...

"Kamu sedang apa?"

"Aku lagi buat bubur untuk kamu sarapan. Aku juga masak sedikit nasi untuk kamu makan siang. Untuk lauknya kamu tinggal angetin aja yang dikulkas ya. Takutnya aku gak bisa lihat keadaan kamu nanti siang."

"Kenapa kamu repot-repot melakukan ini semua, Zo? Kan aku bisa beli nanti."

"Kamu gak boleh keluar dulu."

"Kan bisa pesan."

"sayang makanan yang dikulkas, ntar basi."

"iya deh kalau gitu. Makasih yaa." Aku hanya menganggukan kepalaku.

Setelah semuanya benar-benar selesai aku pamit pulang karena aku harus berangkat kerja.

"Aku pulang ya. Istirahat dan awas jangan lupa makan dan juga minum obatnya biar cepat sembuh."

"Siap Bu bos." Fanny terkekeh sambil memberikan hormat yang ku respon dengan gelengan kepala.

Sejak kami berteman dekat, Fanny tak lagi memanggilku dengan panggilan 'bu' kecuali saat berada dikantor, begitu juga dengan Merry. Aku ingin merasa nyaman dalam pertemanan kita dan tak ada kecanggungan karena sebutan itu. terlebih usiaku dengan mereka yang tak jauh beda yang hanya terpaut satu atau dua tahunan.

***

"Ternyata dunia tak selebar daun talas ya." Respon Lius setelah mendengar semua ceritaku mengenai Bianca dan Fanny.

"Ngadi-ngadi banget sih perumpamaan lo Yus." Respon Merry malas.

Saat ini, kami bertiga sedang istirahat makan siang di salah satu rumah makan sate maranggi di Kawasan yang sebenarnya cukup jauh dari kantor. Tapi ya dasar si Lius, katanya lagi pengen banget makan sate ini. kayak yang lagi ngidam aja dia. Tapi ada baiknya juga paling nggak gak akan ada banyak orang yang  kita kenal yang bisa aja dengerin apa yang kita obrolin. Apalagi pertanyaan pertanyaan Lius semuanya tentang Fanny dan Marsha karena memang aku belum cerita apa-apa ke dia. Aku baru menceritakan semuanya ke Merry.

"Terus hubungan lo sama Fanny gimana sekarang, Zo?"

"Ya gak gimana-gimana. Kita masih berteman seperti sebelumnya."

"Emang bisa? Secara dia adalah cewek yang pernah jadi orang ketiga dalam kehidupan cinta lo, dan sekarang dia mencintai lo. Apa masih bisa bersikap biasa-biasa aja?"

"Soal masa lalu, Fanny gak salah. Dia juga korbannya Bianca. jadi aku gak mempermasalahkan itu."

"Terus gimana soal Marsha? Apa yang akan kamu lakukan?" Merry mulai bertanya soal Marsha. Aku masih diam mencoba lagi mencerna dan lebih memahami perasaanku sendiri sambil menyuapkan sesendok sup iga kedalam mulutku.

The Butterfly's Secret {GXG}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang