14

228 27 1
                                    

Bianca PoV

Dengan perasaan yang hancur, dengan deraian air mata yang tak bisa ku bendung, aku mengendarai mobilku ke tempat dimana aku pertama kali bertemu dengan Zora. Sesampainya ku tapaki seluruh jalanan yang pernah kami lewati untuk menuju satu spot indah namun tak banyak orang datang ke tempat ini karena medan yang sebenarnya cukup berbahaya.

Aku terdiam untuk menenangkan diri dan merenungi semua yang telah terjadi. Matahari sudah tenggelam sepenuhnya dan tak menyisakan guratan warna jingga sedikitpun. Sekarang entah sudah berapa aku disini, saat mulai kurasakan dingin mulai menusuk tulang.

"Perempuan bodoh, ternyata kamu disini. Merepotkan saja."

Aku menatap sebentar seseorang yang kini duduk disampingku dalam diam.

"Ibu kamu khawatir tahu karena udah malam gini kamu belum pulang. Ditelponin juga gak diangkat-angkat. Untung lokasi kamu aktif." Lanjutnya.

Tiba-tiba air mata yang sudah mereda kembali mendesak keluar saat rasa perih kembali terasa menyayat hatiku saat kembali bayangan Zora dan tangisannya di kamar hotel tadi terpampang jelas dibanakku.

"Nees..."

Aku memeluk seseorang yang sudah menjadi sahabatku ini dengan tangisan yang tak tertahankan lagi. Kurasakan tangannya mengelus kepalaku.

"Menangislah sepuasnya tapi janji setelah ini kamu harus cerita dan gak boleh nangis lagi."

Mendengar kata-kata dan dengan lembutnya dia mengatakan itu menambah tangisku kian menjadi, teringat bagaimana Zora selalu memperlakukanku dengan lembut dan penuh kasih sayang, dulu. Namun aku malah menyakitinya dengan sangat.

Setelah aku merasa tenang dan tangisku berhenti Anes mengajakku pulang.

"Udah malem banget mendingan kita pulang dulu." Aku menganggukan kepalaku.

Sesampainya di rumah...

"Bianca kamu dari mana aja, kamu kenapa bikin khawatir ibu sih?" Tanya ibu dengan penuh kekhawatiran.

"Maaf udah bikin khawatir ibu. Bu, aku langsung ke kamar ya." Aku pamit ke ibu dan ibu hanya mengangguk. Bisa ku dengar ibu menanyakan apa yang terjadi padaku sama Anes.

Anes masuk ke kamarku dengan dua cangkir teh panas, menyipannya di atas nakas dan duduk disampingku yang sudah meringkuk di tempat tidur dengan selimut menutupi semua anggota badanku.

"Labih baik kamu minum dulu."

Aku bangun dan meminum teh yang sudah di siapkan Anes.

"Kamu udah makan?" Aku menggelengkan kepalaku pelan.

"Aku ambilin ya atau kamu mau sesuatu?"

"Aku gak pengen apa-apa Nes. Makasih."

"Sebenarnya kamu kenapa lagi sih Bi?"

Aku menceritakan semuanya pada Anes.

"Hah...kenapa kamu membohonginya lagi sih, Bi?"

"Karena aku takut dia akan ninggalin aku lagi, Nes."

"Tapi buktinya apa sekarang. Dia tetap ninggalin kamu, kan."

"Aku sangat menyesal Nes."

"Makanya kamu itu jangan suka maen api. Belaga maen selingkuh-selingkuhan akhirnya gini kan kamu kehilangan orang yang sangat berarti buat kamu, dan parahnya kamu terlambat menyadarinya."

"Aku udah bertekad untuk mendapatkan dia kembali Nes."

"Gimana caranya? Kamu aja udah mengawalinya dengan kebohongan. Apa dia akan luluh begitu aja sama kamu? kamu harus ingat Bi, kertas aja kalau udah di remas gak akan kembali seperti semula."

"Seenggaknya aku akan minta dia untuk memaafkanku lagi."

"yaa...cobalah. Karena memaafkan itu lebih mudah ketimbang melupakan apalagi mengembalikan kepercayaan."

"Kok kamu gitu sih Nes? Bukannya semangatin aku."

"Aku sih realistis aja, Bi. Karena kalau aku diposisi Zora pun, aku akan bersikap sama."

"Jadi menurutmu aku gak akan punya kesempatan untuk bersamanya lagi?"

"Gak tahu. Tapi kalau kamu benar-benar serius mencintainya, gak ada salahnya kamu coba perjuangin dia lagi."

"Iya Nes. Weekend nanti aku akan menemuinya. Kamu ikut ya?"

"Kamu lupa weekend nanti aku ada urusan keluarga."

"Huft...ya udah deh, kalau gitu aku pergi sendiri."

"Fighting Bi, dan aku saranin, jangan ada lagi kebohongan."

"Iya. Thanks Nes."

***

Zora PoV

Disinilah aku bersama Dave dan kedua orang tua kami, menikmati makan malam kami dengan hanya percakapan antara kedua orang tua kami saja. sedangkan aku dan Dave makan dalam diam. Sebelumnya kami sudah berbicara panjang lebar tentang hubunganku dengan Dave dan kami sudah sepakat untuk tidak melanjutkan hubungan ini. Aku bersyukur karena kedua orang tua kami bisa menerima meskipun aku tahu mereka sebenarnya kecewa. Dan Dave dia nampak marah, mungkin ini adalah akumulasi dari kesabaran dia selama ini dari kekecewaan dan amarah yang terpendam.

Kami sudah menyelesaikan makan kami dan kedua orang tua kamipun sudah meninggalkan Private Room salah satu restaurant yang kami booking.

"Dave." Aku memanggil Dave yang akan meninggalkan ruangan.

"Sekali lagi aku minta maaf Dave, dan terima kasih sudah mau menerima keputusan ini."

"Puas kamu sekarang?!" Dave meninggalkan ruangan ini dengan penuh emosi dan jujur aku lebih lega sekarang.

Aku menjalankan mobilku untuk pulang. Kulirik kursi penumpang dan paper bag berisi cardigan yang aku beli masih ada disana. Kulihat jam ditanganku masih menunjukan jam 8 kurang, kupikir belum terlalu malam untuk berkunjung ke rumah seseorang.

Seseorang membukakan pintu setelah beberapa kali aku ketuk, dan nampaklah seorang gadis dengan rambut di cepol ngasal, juga piyama pendek berwarna ungu muda yang dikenakannya.

"Bu Zora?"

"Maaf ganggu malam-malam gini Sha."

"Ah gak bu. kebetulan saya juga belum tidur kok. Silahkan masuk."

"Apa yang membawa ibu datang ke sini malam-malam gini?" lanjutnya setelah aku duduk di atas karpet yang terhampar.

"Aku hanya mau ngasihin ini ke kamu. Aku kelupaan tadi di kantor."

"Ini apa bu?"

"Hanya sedikit buah tangan. Bukalah." Marsha membuka paper bag yang berisi makanan terlebih dahulu, kemudian yang berisi cardigan.

"Bagus sekali cardigan nya. Makasih ya bu. Tapi kenapa ibu harus repot-repot segala membelikan ini untukku."

"Aku pengen aja, pas lihat cardigan ini rasanya akan sangat cocok di kamu...Oh iya itu ada dua, satunya lagi buat Marisa. Yang pink garis ungu itu kamu yang pake yaa." Pintaku padanya. Dia mengangguk sambil tersenyum manis dengan tatapan mata yang begitu hangat dan berbinar.


TBC

The Butterfly's Secret {GXG}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang