10

286 30 0
                                    

Tak pernah ada dalam inginku untuk mencintai seseorang sedalam yang pernah kurasakan untuknya atau bahkan mungkin kurang lebih masih kurasakan sampai saat ini. Karena nyatanya selain memori ini yang belum mampu melupakannya, jantung inipun masih berdebar saat melihatnya dengan tak sengaja saat aku dan Merry makan siang di sebuah resto favoritku dulu saat aku masih tinggal dan bekerja disini. Yaa...aku dan Merry sudah sampai dikota ini dari satu jam yang lalu.

Tak pernah pula terbayang akan merasakan sakit yang sama dalamnya atau bahkan mungkin lebih. Namun, tetap aku tak bisa membencinya atau karena memang aku tak pernah ingin membencinya sama sekali. Namun, Meskipun demikian, untuk pertemuan kembali aku tak terlalu menginginkannya. Biarlah dia dengan kehidupannya saat ini, bersama keluarga bahagianya, dan aku dengan kehidupanku sendiri. Dan biarlah semua rasa ini, baik cinta atau sakitnya menghilang seiring berjalannya waktu.

"Mer...tuker tempat duduk ya."

Pintaku pada Merry agar mau tukar tempat duduk saat kami sedang makan. Aku harus duduk membelakanginya karena aku tak ingin Bianca melihatku karena dia dengan teman-temannya baru saja datang dan duduk dikursi tepat didepanku yang hanya terhalang beberapa kursi saja.

"Emangnya kenapa bu?"

"Gak apa-apa. Pengen aja."

"Ibu aneh tapi baiklah."

Merry mengalah dan kembali melanjutkan makan siang kami. Setelah beberapa lama kami selesai dengan makan kami, Merry mengajak keluar resto untuk kemudian pergi ke hotel yang sudah kami booking untuk tiga hari kedepan. Namun aku tak langsung mengiyakan dan menahan Merry untuk tetap stay sebelum Bianca dan teman-temannya pergi.

Aku mengecek keberadaan mereka dari balik kaca bedak saat aku pura-pura touch up.

"Baru kali ini saya lihat ibu seribet dan seaneh ini."

"Ribet dan aneh gimana maksudnya?"

"Masa touch up sampai beberapa kali dalam hitungan menit."

"Sst...gak usah berisik."

Merry tersenyum meledek dan mulai menscrol layar ponselnya untuk beberapa lama.

"Yuk ah bu. mereka udah pada pergi kok."

"Ehh maksudnya?"

"Udah deh bu. saya tahu kok ibu tadi menghindari untuk ketemu orang-orang yang lagi makan di meja itu kan?" kata Merry sambil menunjuk meja yang ditempati Bianca tadi yang ternyata memang sudah kosong.

"Kok kamu tahu?"

"Soalnya gesture dan gerakan mata ibu saat tadi itu beda."

"Peka juga ya kamu."

"Selalu bu. Ibu aja yang nggak." Aku Cuma mengerutkan keningku sambil beranjak dari dudukku yang disusul oleh Merry.

Selama perjalanan kami menuju kota ini dan juga saat ini menuju hotel, aku dan Merry banyak ngobrol tentang pengalamanku selama bekerja dikota ini dan pengalaman Merry selama ini yang ternyata pernah juga beberapa kali pindah tempat kerja. Ini adalah percakapan terpanjang mengenai diri kami selama ini, karena selama kami berada ditempat kerja kami sangat jarang ngobrol masalah pribadi.

Merry sudah menjadi asistenku sejak aku dipindahkan ke kantor pusat, dan aku beruntung memiliki asisten yang professional dan loyal sepertinya.

"Kita langsung ke kantor cabang sekarang." Kataku setelah menerima telpon dari Pak Romi. Direktur perusahaan cabang yang akan kami temui.

"Bukannya Pak Romi akan ada di kantornya nanti sore ya?"

"Ada beberapa perubahan jadwal katanya. Jadi kita juga hanya akan menemui beliau dan beberapa orang disana untuk membicarakan permasalahannya. Jadi gak akan lama kayaknya dan kamu bisa rebahan sepuasnya nanti."

"Jadi kita baru akan tinjau lapangan besok?"

"Huum"

Aku memutar arahkan mobil menuju kantor cabang dan menyelesaikan tugas hari ini. sebelum kami bertolak ke hotel untuk check In.

***

Aku masih terlelap tidur saat dering telpon terdengar namun tak sempat kuangkat. kuraih ponsel yang kuletakkan di nakas samping tempat tidur. Kulihat jam masih menunjukan jam lima kurang pagi ini. kulihat ada 3 panggilan tak terjawab dari nomor Ibunya Dave dan kutelpon balik. Ah...selelap itukah aku tidur.

"Hallo. Ibu."

"Zora...akhirnya kamu angkat juga."

"Maaf bu, tadi saya masih tidur. Ada apa bu?"

"Zora. Apa antara kamu dan Dave sedang ada masalah? Beberapa hari ini Dave terlihat uring-uringan dan selalu pulang pagi dalam keadaan mabuk seperti sekarang."

"Dave mabuk-mabukan? Hmm...Mohon maaf sebelumnya bu. semua ini memang salah saya karena saya memutuskan pertunangan kami. Saya juga mohon maaf karena belum berkesempatan untuk berbicara langsung dengan ibu juga bapak." Jujurku karena aku tak ingin menutupi kenyataan lagi, kalau aku memang sudah tak bisa bertahan dengan Dave.

"Kenapa Nak? Apa Dave berbuat buruk sama kamu?"

"Tidak bu. Dave tidak berbuat salah apapun ke saya. Ini murni karena keinginan saya."

"Kalau begitu kenapa?"

"Maaf bu. saya akan jelaskan semuanya tapi tidak lewat telpon seperti ini. Saya akan menemui ibu dan juga Bapak sepulang saya dari luar kota."

"Jadi kamu sedang ada di luar kota sekarang?"

"Betul bu. urusan pekerjaan. Kemungkinan saya akan pulang besok lusa."

"Baiklah kalo begitu nak. Jaga diri baik-baik disana ya."

"Baik bu. terima kasih."

Aku menutup telpon dengan perasaan bersalah karena memang sebaik itu juga ibunya Dave. Tapi aku sudah benar-benar tidak ingin melanjutkan pertunangan karena aku tak ingin lagi membohongi perasaan siapapun. Terlebih perasaanku sendiri yang membuatku seolah kehilangan jati diriku sendiri.

***

"Huft...lelahnyaaa." Keluh Merry sambil mendudukan dirinya di bangku sebuah taman tak jauh dari tempat kantor cabang perusahaan tempat kami bekerja. Yang disusul olehku setelah menyerahkan se-cup kopi dingin yang disambut dengan senyumnya.

"Makasih."

"Sama-sama. Aku juga makasih banget, kalau bukan karena bantuan kamu, aku gak akan bisa menyelesaikan pekerjaan ini dengan baik dan cepat."

"Itu udah jadi tugas saya sebagai assiten ibu." Aku menatapnya sambil tersenyum sekilas untuk kemudian menyesap kopi americano dinginku.

"Bu..jatah kita di sini kan tiga hari, tapi hari ini kita sudah bisa menyelesaikan pekerjaanya. Jadi mau gimana bu?..." Lanjutnya seperti berharap sesuatu yang lain.

"Kita ke sini kan untuk kerja. Jadi karena pekerjaannya udah selesai ya kita juga langsung pulang."

"Yaah...gak asik banget."

Aku tertawa kecil melihat ekspresi kecewanya Merry.

"Kita jalan-jalan dan belanja dulu besok. Kamu puas?"

"Beneran bu?"

"Huum."

"Assiik." Binar matanya nampak jelas menyiratkan kebahagiaan.

Aku dan Merry meninggalkan taman karena hari sudah gelap. Karena kami sudah sangat lelah kami memutuskan untuk langsung kembali ke hotel dan makan malam disana. Sesampainya disana aku berpapasan dengan Bianca di lobby hotel yang serta merta membuat jantung ini berdetak lebih cepat seriak dengan hawa panas yang tiba-tiba membuatku gerah. Untuk beberapa lama kami hanya saling tatap tanpa sapa sampai akhirnya dia yang terlebih dulu menyebut namaku.

"Zoraa."

Sedangkan aku diam tak bergerak. Lidahku rasanya kelu. Sampai Merry menyikutku dan menyadarkanku. Untuk kemudian seulas senyum tercetak untuknya setelah sekian lama tak pernah jumpa.


TBC

The Butterfly's Secret {GXG}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang